JAKARTA, KOMPAS — Selain meningkatkan jaminan keselamatan, keamanan, dan kenyamanan pengemudi serta pengguna ojek sepeda motor, terbitnya Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 12 Tahun 2019 tentang Perlindungan Pengguna Sepeda Motor yang Digunakan untuk Kepentingan Masyarakat diharapkan menciptakan persaingan yang sehat antarperusahaan aplikasi.
Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan Budi Setiyadi di Jakarta, Selasa (19/3/2019), mengatakan, selain ojek daring, peraturan itu juga mengatur ojek pangkalan terkait dengan syarat teknis dan keselamatan transportasi. Selain keselamatan pengguna, regulasi itu juga diharapkan meningkatkan kesejahteraan pengemudi.
Akan tetapi, regulasi itu saja dinilai belum cukup. Pengamat transportasi Unika Soegijapranata, Djoko Setijowarno, berpendapat, butuh regulasi dari Kementerian Ketenagakerjaan serta Kementerian Komunikasi dan Informatika terkait dengan keberadaan ojek daring. Menurut dia, posisi pengemudi ojek daring masih sangat lemah.
”Sekarang bagaimana kementerian lain menelurkan regulasi untuk melindungi pengemudi dan pengguna. Walau disebut mitra, nyatanya pengemudi bekerja untuk operator,” kata Djoko.
Pengemudi berharap tarif yang transparan dan bersih. Namun, menurut Djoko, operator ingin tarif dengan menggunakan bonus dan poin. ”Terkait bonus dan poin ini sering kali penghitungannya tidak transparan dan hasil penghitungan antara pengemudi dan operator berulang kali beda. Jika terjadi perbedaan, pengemudi tidak bisa protes,” kata Djoko.
Budi menambahkan, pihaknya sedang menyusun surat keputusan (SK) Menteri Perhubungan yang mengatur secara detail Peraturan Menteri Perhubungan No 12/2019. ”Kami sudah membahasnya dengan operator, YLKI (Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia), perwakilan pengemudi, dan pihak terkait,” ujarnya.
SK Menteri Perhubungan antara lain mencakup poin tentang biaya jasa per kilometer bagi pengemudi, tarif batas atas dan bawah, dan pembagian zona. Menurut Budi, surat keputusan itu antara lain mempertimbangkan aspek budaya, politik, dan harapan masyarakat.
Budi menambahkan, saat ini materi SK yang sedang dibahas adalah mengenai biaya jasa yang dibagi jadi dua, yakni biaya langsung dan biaya tak langsung ini. Biaya jasa ini memperhatikan segi ekonomi, sosial, dan budaya.