JAKARTA, KOMPAS — Pelaku usaha menyesuaikan belanja modal dengan pertumbuhan bisnis di tiap-tiap sektor. Setiap perusahaan memiliki kebijakan tersendiri dalam mencari sumber permodalan.
”(Hal) yang sekarang terjadi bagi perusahaan besar bukan utang, melainkan mengundang investor masuk ke dalam portofolio. Ini yang disebut ekuitas swasta, yang kebanyakan asing,” kata Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (Gapmmi) Adhi S Lukman ketika dimintai pendapat mengenai utang luar negeri swasta di Indonesia, Selasa (19/3/2019).
Selain itu, tambah Adhi, perusahaan terbuka juga dapat menerbitkan obligasi.
Adapun perusahaan kecil dan menengah biasa memperoleh pembiayaan dari pinjaman bank.
Berdasarkan data Bank Indonesia, utang luar negeri pemerintah dan bank sentral RI 190,25 miliar dollar AS serta utang swasta 193,074 miliar dollar AS per Januari 2019.
Ketua Umum Himpunan Kawasan Industri Indonesia Sanny Iskandar mengatakan, pengembangan kawasan merupakan investasi jangka panjang. Pembiayaan di sektor ini tidak bisa terlalu berharap pinjaman dalam bentuk apa pun.
”Setidaknya ada komposisi yang dominan di modal sendiri. Porsi beban yang terlalu besar di pinjaman akan memberatkan, terlebih lagi ketika tidak bisa menentukan sejauh mana perkembangan penjualan atau permintaan lahan,” kata Sanny.
Sejalan
Sekretaris Jenderal Himpunan Industri Mebel dan Kerajinan Indonesia Abdul Sobur dari Guangzhou, China, mengatakan, penambahan modal tahun ini sejalan target pertumbuhan. ”Kami akan memakai pinjaman dalam negeri dengan menggandeng Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia atau Bank Exim yang spesialis mendukung permodalan dan investasi,” katanya.
Secara terpisah, ekonom PT Bank Permata Tbk, Josua Pardede, menilai, pertumbuhan utang luar negeri swasta sejalan dengan peningkatan kebutuhan pembiayaan proyek prioritas pemerintah. Hal ini juga sejalan dengan pertumbuhan ekonomi yang membaik.
Di samping itu, pertumbuhan utang luar negeri berkaitan dengan likuiditas di dalam negeri yang mengetat. ”Posisi utang luar negeri masih cukup aman, tetapi otoritas moneter tetap perlu mendorong sektor swasta melakukan lindung terhadap valuta asing,” ujarnya. (CAS/DIM)