Kayu Dipastikan Ilegal
Kayu dari HPH PT PBP di Kabupaten Muaro Jambi dipastikan ilegal karena perusahaan tak punya izin penatausahaan hasil kayu. PT PBP menyatakan, hal itu dilakukan pembalak liar.
JAMBI, KOMPAS Kayu-kayu yang dikeluarkan dari kawasan hutan beralas hak pengusahaan hutan di Kabupaten Muaro Jambi, Jambi, dipastikan ilegal. Aliran keluar kayu harus segera dihentikan agar kehilangan potensi pendapatan negara tidak bertambah besar.
Kepala Seksi Pemantauan dan Evaluasi Hutan Produksi Balai Pengelolaan Hasil Hutan Sodiq mengatakan, salah satu pemegang izin hak pengusahaan hutan (HPH), PT Pesona Belantara Persada (PBP), tidak mengantongi izin penatausahaan hasil kayu yang kini berbasis sistem informasi penatausahaan hasil hutan (SIPUHH) daring.
”Kami tak mengeluarkan user id (SIPUHH) untuk pemegang izin sehingga tidak memungkinkan ada peredaran hasil kayu legal dari sana. Seluruh kayu yang keluar dari lokasi hutan itu dipastikan ilegal,” katanya, Selasa (19/3/2019).
Perusahaan tidak mengantongi izin rencana kerja tahunan (RKT) sehingga tidak boleh ada penebangan. Sodiq tidak bisa menindak praktik itu karena bukan kewenangannya.
Berdasarkan pengamatan Kompas, dari lokasi HPH PT PBP, kayu keluar lewat dua pintu. Pertama, dialirkan lewat kanal perusahaan menuju Sungai Kumpeh di Kecamatan Kumpeh Ilir, Kabupaten Muaro Jambi.
Pintu kedua, lewat Sungai Gelam di perbatasan Jambi dan Sumatera Selatan. Sebanyak 300 meter kubik kayu diperkirakan keluar setiap hari. Kayu untuk memasok industri pengolahan dan penampungan hasil kayu olahan di Jambi, Palembang, Lampung, Banten, hingga Jawa Tengah.
Izin mengedarkan hasil kayu tidak dikeluarkan. ”Syarat untuk mengajukan izin penatausahaan lewat SIPUHH tidak dipenuhi,” ujar Sodiq.
Juru bicara PT PBP, Irzan, mengatakan, pengaliran kayu lewat kanal konsesi bukan dilakukan perusahaan, melainkan oleh pembalak liar. Pihaknya kewalahan dan telah melaporkan ke satuan kerja terkait.
Pihaknya tidak melakukan penebangan kayu karena belum mengantongi dokumen RKT. Pengajuan RKT sekitar 400 hektar tidak disetujui Dinas Kehutanan Jambi. ”Karena tidak ada RKT, kami tidak mengurus SIPUHH,” ujarnya.
Kepala Seksi Kebakaran Hutan dan Lahan Dinas Kehutanan Jambi Donny Osmond mengatakan, izin lingkungan PT PBP dibekukan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) setelah kebakaran 2015. Setahun kemudian, pembekuan dihentikan setelah perusahaan memenuhi sejumlah syarat, di antaranya pemulihan lingkungan dan pengembalian areal yang terbakar kepada negara.
Akses mengancam
Direktur Operasional PT Restorasi Ekosistem (PT Reki) Adam Aziz, Rabu, di Palembang, Sumatera Selatan, mengatakan, keterbukaan akses berkorelasi kuat dengan tingkat deforestasi. Kawasan yang mengalami deforestasi di Hutan Harapan adalah kawasan yang memiliki akses darat menuju hutan.
Usulan pembangunan jalan tambang sepanjang 88 kilometer diajukan sebuah perusahaan tambang batubara yang memiliki lahan tambang di Kabupaten Musi Rawas, Sumsel, tahun 2013. Jalan itu melewati Jambi dan Sumsel. Sepanjang 31,8 kilometer jalan masuk Hutan Harapan.
Keberadaan jalur tambang juga akan memotong jalur jelajah harimau sumatera dan gajah sumatera yang biasa melewati jalur tersebut.
Saat ini, dari 98.555 hektar kawasan Hutan Harapan, deforestasi mencapai 20.000 hektar. Sekitar 18.000 hektar deforestasi terjadi di Jambi, sisanya di Sumsel.
Adam mengatakan, 10.000 hektar deforestasi terjadi sebelum PT Reki diberi izin kelola pada 2009. Adapun 10.000 hektar deforestasi terjadi saat kebakaran lahan tahun 2015. ”Deforestasi akibat penebangan liar terbilang sedikit,” katanya.
Di Hutan Harapan ada sejumlah kelompok masyarakat yang tinggal, antara lain masyarakat Batin Sembilan dan Melayu. Namun, mereka tidak mengakibatkan deforestasi lantaran pengelolaan hutan mereka lakukan berdasarkan kearifan lokal. ”Mereka memanfaatkan hasil hutan bukan kayu untuk memenuhi kebutuhan hidup,” katanya.
Penebangan liar dilakukan masyarakat pendatang. Mereka masuk melalui jalur sungai dan darat. Manajer Pengamanan dan Perlindungan Hutan Harapan TP Damanik memaparkan, biasanya pembalak masuk dari Sungai Meranti atau Sungai Kapas yang bertemu di Sungai Batanghari Leko, Musi Banyuasin. Dari sana kayu dikumpulkan dan dibawa menggunakan truk ke kilang kayu.
Untuk akses darat, ada beberapa titik masuk di Jambi. ”Penjagaan kami perketat untuk mengurangi pembalak liar masuk,” kata Damanik. Jalur darat memudahkan pengangkutan kayu. Karena itu, Adam berharap KLHK tidak memberikan izin pembangunan jalan tambang masuk ke kawasan Hutan Harapan.(ITA/RAM)