Perkembangan digital begitu lekat dan mempengaruhi kehidupan manusia. Pun, anak-anak muda yang memang kesehariannya tak lepas dari trend digital, ternyata juga potensi sebagai talenta digital bagi negeri ini.
Ajang Retrospekt! yang pertama kali digelar Binar Academy di ICE BSD, Tangerang, Sabtu (16/3/2019) menjadi tawaran agar transformasi digital di Indonesia dapat dihadapi dengan kolaborasi. Untuk itu, keterlibatan semua pihak, seperti pemerintah, korporasi dan start up harus berjalan dengan baik untuk bersama membentuk ekosistem digital yang kohesif.
Sekitar 2.000 orang, mulai dari anak-anak muda berstatus mahasiswa, karyawan, pelaku start up, hingga perwakilan korporasi dan pemerintah, hadir di ruang Nusantara Hall, ICE BSD. Hampir seharian, berbagai pembicara hadir mewakili pemerintah, korporasi, maupun start up berbagi kisah bertransformasi di era digital.
Berbagai kisah mengalir dari kisah jatuh bangun dalam membangun kesuksesan di era digital hingga membangun usaha di bidang retail, media, travelling di masa depan, pembayaran, hingga pemimpin di masa depan. Semua itu menjadi tantangan, inspirasi dan peluang baru.
Anak-anak muda tak hanya datang untuk belajar dari pengalaman korporasi dan start up membangun usaha di era digital. Acara Retrsopekt! dibagi dalam dua program yakni "Retrospekt! Conference" dan "Retrospekt! Job Fair".
Ada kesempatan pula untuk menjajaki karir di berbagai perusahaan yang hadir membuka booth. Suasana di ajang "Retrospect!Job Fair" dibuat cozzy, yang membuat anak-anak muda merasakan suasana yang nyaman dan santai.
Uniknya, pelamar harus memasukkan lamaran secara paperless. Lowongan-lowongan untuk mengisi formasi talenta digital begitu menggoda. Di suatu bank misalnya, sejumlah lowongan pekerjaan baru dunia digital menanti sebagai RPG developer, IT project office, software engineer, UI/UX designer, pegasystem developer, application developer, hingga system analyst.
CEO dan Founder Binar Academy Alamanda Shantika mengatakan, pengalaman yang diperoleh Binar Academy selama dua tahun berkecimpung dalam bidang pendidikan digital dan memberikan layanan transformasi digital. Acara Retrospekt! dirasa perlu untuk mendorong terciptanya kolaborasi.
Pentingnya kolaborasi dalam era digital juga pernah dipaparkan dalam riset McKinsey pada tahun 2016 bertajuk “Unlocking Indonesia’s Digital Opportunity” yang menekankan bahwa kolaborasi antara pemerintah dan swasta sangat diperlukan. Kerja sama itu terutama dalam menaikkan nilai investasi teknologi informatika mulai dari hulu hingga hilir agar kualitas infrastruktur, tingkat penetrasi masyarakat, serta produktivitas kerja semakin meningkat.
“Transformasi digital saat ini sudah menjangkau berbagai bidang dan mendorong lahirnya start up. Akan tetapi kami melihat potensi besar Indonesia tidak akan dapat dipenuhi secara maksimal tanpa kerja sama antara pemerintah, korporat dan startup,” tutur Alamanda.
Alamanda yang sebenarnya punya karir cemerlang di start up yang kini jadi salah satu unicorn: Go-jek. Tetapi dia berhenti dan membangun usaha sendiri. Selaku pelaku start up pun merasakan jatuh bangun untuk membangun usaha di era digital. “Tapi kita harus yakin, kegagalan itu tidak untuk selamanya. Kegagalan justru jadi proses untuk lebih baik lagi. Karena itu, ya jangan pernah berhenti,” ujar Alamanda.
Gagal dan bangkit
Ala menceritakan, dirinya pernah salah berinvestasi. Padahal uang yang ditanamkannya untuk sebuah usaha baru di bidang fotografi cukup besar. “Saya jadi belajar untuk menilai pentingnya founder. Kegagalan usaha ini karena founder tidak bisa bekerja sama dengan baik. Jadi, tidak melulu soal produk," katanya.
Namun dia menolak untuk berhenti. Bagi dia, kegagalan jangan sampai menghentikan langkah kita berjuang. “Yang penting instrospeksi, mau belajar dari proses untuk maju. Jadi, jika gagal, ya terima kegagalan. Namun, teruslah untuk berkembang,” kata Alamanda.
Sementara itu, Irawan Harahap selaku Project Leader Digital Hub Sinar Mas Land mengatakan, Indonesia harus bisa menjadi salah satu pusat digital yang menghadirkan talenta digital yang berdaya siang global.
Menurut Irawan, Indonesia harus bersama-sama berusaha untuk menciptakan talenta digital berkelas dunia. Belajar dari pengalaman membangun BSD Smart City beberapa tahun lalu, memakai professional digital dari luar negeri tak selalu menjamin kesuksesan.
Herman Widjaja, Vice President of Engineering, Tokopedia, mengatakan Indonesia masih menjanjikan sebagai pasar. Apalagi Indonesia sebagai negara berpenduduk sekitar 260 juta orang, masuk dalam terbesar keempat di dunia dalam jumlah penduduk. “Pasar e-commerce aja baru lima persen. Artinya, masih butuh banyak pemain baru untuk pasar digital,” kata Herman.