Sejumlah Daerah Berpotensi Tinggi Terjadi Gerakan Tanah
Meningkatnya curah hujan membuat sejumlah daerah berpotensi tinggi terjadinya gerakan tanah atau longsor. Masyarakat perlu mengenali kerentanan longsor di wilayah masing-masing sehingga dapat mengantisipasi dampaknya.
Oleh
TATANG MULYANA SINAGA
·3 menit baca
BANDUNG, KOMPAS — Peningkatan curah hujan membuat sejumlah daerah di Indonesia rawan terdampak gerakan tanah atau longsor. Masyarakat perlu mengenali kerentanan longsor di wilayah masing-masing sehingga dapat mengantisipasi dampaknya sejak dini.
Dalam sepekan terakhir, longsor melanda sejumlah wilayah di Indonesia, mulai dari Sumatera sampai Papua. Hampir semua kejadian dipicu hujan lebat sehingga menyebabkan lereng atau tebing longsor.
Di Sumatera, longsor melanda Kabupaten Empat Lawang, Sumatera Selatan. Sementara di Pulau Jawa, longsor terjadi di Banten, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, dan Jawa Timur. Longsor juga menerjang Nusa Tenggara Barat dan Papua.
”Lokasinya menyebar di sejumlah daerah terutama di kawasan sekitar lereng, tebing, dan lembah,” ujar Kepala Subbidang Mitigasi Gerakan Tanah Wilayah Timur pada Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Badan Geologi Agus Solihin di Kota Bandung, Jawa Barat, Selasa (19/3/2019).
Daerah dengan kerawanan longsor tinggi itu meliputi Sumatera bagian barat dan selatan, Pulau Jawa bagian tengah hingga selatan, dan Nusa Tenggara. Selain itu juga Sulawesi bagian barat dan tengah serta hampir seluruh wilayah pegunungan dan perbukitan di Papua.
Agus mengatakan, longsor dipengaruhi berbagai faktor. Secara geologis, longsor dipicu sifat batuan yang lepas dan gembur sehingga mudah luluh saat diguyur hujan lebat. Faktor lainnya adalah morfologi yang terjal. Rekahan tanah saat dimasuki air akan menjadi bidang gelincir, terutama di lahan dengan kemiringan tinggi.
Selain itu, terdapat juga faktor alih fungsi lahan. Berkurangnya tutupan lahan dan semakin banyaknya bangunan membuat beban lahan semakin meningkat. Namun, di beberapa kasus, longsor juga terjadi di daerah dengan hutan yang masih lebat.
”Hal itu karena tingkat pelapukan batuan dan kemiringannya tinggi, apalagi diguyur hujan dalam waktu lama,” ujarnya.
Warga diminta lebih intens mengamati gejala longsor, seperti munculnya rekahan pada tebing atau lereng dan memperhatikan aliran air.
Oleh sebab itu, masyarakat diminta meningkatkan kewaspadaan. Salah satunya, mengenali ancaman longsor di wilayah masing-masing. Hal ini diperlukan untuk meminimalkan dampaknya.
Setiap bulan, PVMBG mengeluarkan peta prakiraan wilayah potensi gerakan tanah. Peta tersebut dapat diakses melalui situs web www.vsi.esdm.go.id. Lewat peta ini, masyarakat akan mengetahui potensi terjadinya longsor di daerahnya, apakah termasuk dalam tingkat rendah, menengah, atau tinggi.
Agus mengimbau warga yang tinggal di zona kerentanan menengah dan tinggi agar lebih waspada pada musim hujan. Warga diminta lebih intens mengamati gejala longsor, seperti munculnya rekahan pada tebing atau lereng dan memperhatikan aliran air.
Rembesan air berlebih akan membuat tanah jenuh dan rawan longsor. Apalagi jika di atas lereng atau tebing terdapat sawah atau kolam yang menampung air dalam jumlah banyak.
”Informasi ini perlu terus disosialisasikan ke masyarakat. Jangan sampai mereka baru menyadarinya setelah terjadi bencana,” ujarnya.
Agus mengatakan, selain longsor, masyarakat di sekitar aliran sungai juga perlu mewaspadai banjir bandang. Sebab, material longsor akan membentuk bendungan dan menahan air. Ketika debit air semakin tinggi, bendungan itu jebol dan airnya mengalir deras ke hilir.
”Di beberapa kejadian banjir bandang, terjadi penyempitan sungai. Karena daya tampung sungai berkurang, air dalam jumlah besar dari hulu masuk ke permukiman warga,” ujarnya.
Kepala Bidang Mitigasi Gerakan Tanah PVMBG Agus Budianto mengatakan, masyarakat dapat mengenali gejala banjir bandang, yaitu menyusutnya debit air sungai saat hujan lebat di hulu atau air sungai berubah menjadi keruh. Saat gejala itu teramati, warga diimbau menjauhi aliran sungai.
Banjir bandang Sentani
Sementara itu, tim tanggap darurat gerakan tanah PVMBG telah tiba di Sentani, Kabupaten Jayapura, Papua, Selasa pagi. Tim yang terdiri atas empat orang itu langsung menggelar rapat koordinasi bersama instansi lain.
Diduga terjadi longsor di hulu sungai. Namun, hal itu perlu diverifikasi temuan tim di lapangan. Menurut rencana, tim akan melihat langsung sumber longsorannya.
”Untuk saat ini belum dapat dipastikan. Informasi dari tim di lapangan, di sana hujan terus-menerus. Jadi, belum memungkinkan bergerak ke hulu,” ujar Agus Solihin.
Ia mengatakan, masyarakat dan petugas perlu berhati-hati dan tetap waspada. Dikhawatirkan masih terdapat bendungan alami tersisa sehingga dapat memicu banjir bandang susulan.
”Juga belum dapat dipastikan apakah masih berpotensi longsor yang dapat membentuk bendungan baru. Jadi, tetap berhati-hati saat berada di sekitar aliran sungai, terutama ketika hujan lebat di hulu,” lanjutnya.