Sebanyak 22 Manuskrip Kuno Banyuwangi Didigitalisasi
Digital Repository of Endangered and Affected Manuscripts in Southeast Asia (Dreamsea) bersama dengan sejumlah komunitas di Banyuwangi memulai proses digitalisasi naskah-naskah manuskrip kuno di Banyuwangi. Sedikitnya ada 22 naskah manuskrip kuno dari Banyuwangi yang akan didigitalisasi hingga akhir bulan.
Oleh
ANGGER PUTRANTO
·3 menit baca
BANYUWANGI, KOMPAS - Digital Repository of Endangered and Affected Manuscripts in Southeast Asia atau Dreamsea bersama sejumlah komunitas memulai proses digitalisasi naskah-naskah manuskrip kuno di Banyuwangi, Jawa Timur. Sedikitnya, 22 naskah manuskrip kuno Banyuwangi akan didigitalisasi hingga akhir bulan ini. Banyak pesan untuk kehidupan lebih baik tersimpan dalam naskah-naskah itu.
Hal itu terungkap dalam kuliah umum bertajuk "Memuliakan Warisan Menuai Pengetahuan" di Universitas PGRI Banyuwangi, Selasa (19/3/2019). Hadir sebagai pembicara utama adalah ahli naskah nusantara dari Universitas Leiden sekaligus peneliti di Pusat Pengkajian Islam dan Masyarakat Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Dick van Der Meij.
Proses ini menjadi bagian dari pelestarian manuskrip-manuskrip Asia Tenggara. Selain Indonesia, Dreamsea melakukannya di Laos. Khusus di Indonesia, digitalisasi dilakukan di Aceh, Malang, Palembang, Kuningan, Banyuwangi, Bali dan Lombok. Hasilnya akan diunggah dan diakses untuk umum di laman Hill Museum and Manuscript Library Minnesota, Amerika Serikat.
Dick mengatakan, digitalisasi lebih dari sekadar melestarikan naskah-naskah itu. Prosesnya akan menjadi bahan kajian dan studi tentang kearifan lokal yang terkandung di dalamnya.
Setiap naskah, kata Dick, memiliki ajaran, informasi, dan wejangan yang berguna. Dia yakin, pesannya akan sangat baik bila diterapkan saat ini dan di masa yang akan datang. Mulai dari ilmu tentang pertanian, kesehatan, hingga mitigasi bencana.
"Informasi tersebut nyaris terlupakan. Dengan digitalisasi, harapannya ilmu-ilmu tersebut kembali dibaca dan dipahami banyak orang," kata dia.
Di Banyuwangi, Dreamsea bekerjasama dengan sejumlah komunitas, seperti Komunitas Pegon dan Komunitas Mocoan Lontar Yusuf Millenial. Komunitas Pegon, misalnya, ikut menyediakan naskah manuskrip kuno Banyuwangi.
Asisten Akademisi Dreamsea di Banyuwangi Wiwin Indiarti mengatakan, proses digitalisasi dimulai dengan mengumpulkan naskahnya. Setelah itu, dilakukan pembersihan debu-debunya hingga akhirnya memulai proses digitalisasi. Proses digitalisasi dilakukan dengan momotret setiap halaman manuskrip.
"Kami juga mendokumentasikan kisah pemilik naskah. Akan ada wawancara tentang bagaimana pemilik naskah mendapatkan, menyimpan, merawat, dan membaca naskah kuno itu," tutur Wiwin.
Kisah tentang manusia di balik naskah kuno tersebut, menurut Wiwin, penting diketahui. Hal itu akan menjadi bagian bagaimana naskah-naskah kuno tersebut hidup di tengah masyarakat. Wiwin mengatakan, kisah itu akan semakin memperkaya kearifan lokal yang terbentuk lewat naskah kuno.
Pendiri Komunitas Pegon Ayung Notonegoro mengajukan, 20 naskah manuskrip tulisan tangan. Sebagian besar ditulis dalam aksara pegon dan aksara arab. Aksara pegon merupakan aksara arab yang dimodifikasi untuk menyesuaikan dengan bahasa nusantara. Seluruh naskah tersebut ditemukan di Banyuwangi.
"Selain Lontar Yusuf (kisah tentang Nabi Yusuf) dan Lontar Ahmad (kisah tentang Nabi Mohammad), kami juga menyertakan naskah-naskah pesantren. Naskah Pesantren merupakan surat-surat pribadi Kyai Saleh sebagai tokoh pergerakan, sekaligus pendiri Nahdlatul Ulama," tutur dia.
Ayung mengatakan, sebenarnya masih banyak naskah kuno dari Banyuwangi yang bisa didigitalisasi. Namun, beberapa pemilik naskah tidak berkenan memberikannya. Mereka menganggap naskah itu sebagai pusaka yang tidak bisa sembarangan dibuka, harus oleh orang khusus dan dimulai dengan ritual tertentu.