Menanggulangi kebakaran yang nyaris setiap hari terjadi di Ibu Kota dibutuhkan peran aktif warga dan pemerintah. Payung hukum yang ada kini baru Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 2008 tentang Penanggulangan Kebakaran. Perda ini perlu didorong menjadi embrio rencana induk sistem proteksi kebakaran Jakarta.
Kebakaran masih terus melanda kawasan padat Jakarta, kendati beragam upaya pencegahan telah dilakukan petugas Dinas Penanggulangan Kebakaran dan Penyelamatan DKI Jakarta. Selain warga, para petugas pemadam pun turut jadi korban dalam upaya pemadaman.
Guna mencegah jatuhnya korban kembali, pencegahan harus dilakukan lebih mendasar, yaitu dari ketegasan tata ruang hingga pembuatan rencana induk sistem proteksi kebakaran. Hingga saat ini, Jakarta yang rawan kebakaran ini belum punya rencana induk sistem proteksi kebakaran.
Sepanjang akhir pekan kemarin, setidaknya empat kebakaran terjadi di Jakarta. Salah satunya yang cukup besar, yaitu di Krukut, Tamansari, Jakarta Barat, pada Minggu (17/3/2019) yang diduga dipicu oleh korsleting listrik. Sebanyak 500 keluarga atau sekitar 1.500 jiwa kehilangan tempat tinggal akibat kebakaran itu.
Pada Senin (18/3) kemarin, giliran gudang gabus sintetis (styrofoam) dan gudang air minum kemasan di Kamal Muara, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara, hangus terbakar. Penyebabnya lagi-lagi diduga akibat korsleting listrik.
Pada hari yang sama dan diduga juga karena korsleting listrik, pabrik kerupuk di Jalan Pejaten Barat, RT 002 RW 008, Pasar Minggu, Jakarta Selatan, milik Ngatimin (45) hangus.
Sepanjang 2018, terdata sebanyak 1.751 kebakaran di DKI Jakarta atau rata-rata 4-5 kali kebakaran di Jakarta. Sebanyak 24 orang tewas dalam kebakaran selama 2018 itu, terdiri dari 23 warga dan 1 petugas. Adapun korban luka-luka sebanyak 11 petugas dan 99 warga. Kerugian akibat kebakaran 2018 ditaksir Rp 238,94 miliar. Ribuan jiwa kehilangan tempat tinggal.
Adapun pada Januari–17 Maret sudah terjadi 332 kebakaran dengan 6 korban tewas serta korban luka-luka 6 petugas dan 32 warga. Kerugian mencapai Rp 75,7 miliar. Faktor penyebab utama kebakaran dari hubungan pendek arus listrik, juga membakar sampah sampah dan gas.
56 titik
Kepala Seksi Ketahanan Bidang Partisipasi Masyarakat Dinas Penanggulangan Kebakaran dan Penyelamatan (DPKP) DKI Jakarta Syaifulloh mengatakan, terdapat 56 kawasan padat yang rawan kebakaran di DKI.
Kawasan itu di antaranya Johar Baru, Tanah Abang, Tambora, Tamansari, Grogol Petamburan, Tebet, Pasar Minggu, Palmerah, Kebayoran Baru, Pancoran, Pulo Gadung, Cipayung, Kramatjati, dan Kampung Makassar.
Selama setidaknya dua tahun terakhir, beragam upaya pencegahan banyak dilakukan di kawasan padat itu. Salah satunya sosialisasi pencegahan kebakaran di tingkat RW. Tahun 2018, sosialisasi dilakukan di 532 RW. Tahun 2019 ini, setidaknya di 308 RW.
Selain itu, DPKP juga melakukan inspeksi instalasi listrik dan gas ke rumah warga.
”Banyak temuan penggunaan peralatan yang tidak standar, menggunakan steker bertumpuk hingga warga mengubah MCB (miniature circuit breaker). Ini yang banyak memicu korsleting yang akhirnya kebakaran,” kata Syaifulloh.
Selain sosialisasi, DPKP DKI Jakarta juga memasang infrastruktur dan peralatan pemadam kebakaran, seperti hidran kering hingga hidran mandiri. Hidran mandiri dipasang di lima lokasi pada 2018 dan 12 titik.
Hidran mandiri atau hidran yang dipasang di dalam gang-gang tersambung ke sumber air di kawasan padat yang bisa dioperasikan oleh warga sendiri. ”Dengan hidran mandiri ini, warga yang sudah kami latih bisa memadamkan sendiri sebelum mobil pemadam bisa masuk,” katanya.
Salah satu kawasan yang menjadi prioritas adalah Tambora. Sebelum 2012, Tambora merupakan kawasan paling rentan kebakaran. Sejak 2012 di sana sudah dipasang hidran kering atau saluran pipa yang nantinya bisa disambung dengan tangki air pemadaman.
Saat ini, tiap RT di Tambora juga telah dilengkapi dengan dua alat pemadam api ringan (apar) dan alat pemadam api beroda (apab) di tingkat kelurahan serta selimut api.
Berbasis manusia
Guru Besar Manajemen Konstruksi Universitas Pelita Harapan Prof Manlian Ronald A Simanjutak mengatakan, pencegahan kebakaran di kawasan padat di DKI Jakarta mempunyai masalah khusus yang berbeda dari negara lain, yaitu budaya warga yang belum sadar berperilaku mencegah kebakaran.
”Jadi, sebaik apa pun upaya sosialisasi atau pembangunan infrastruktur pemadam, tanpa ketegasan, ini tak akan efektif. Harus ada ketegasan tata ruang dan harus segera diwujudkan dalam rencana induk sistem proteksi kebakaran,” katanya di Jakarta, kemarin.
DKI Jakarta memang sudah mempunyai Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta Nomor 8 Tahun 2008 tentang pencegahan dan penanggulangan bahaya kebakaran dan Peraturan Gubernur DKI Jakarta Nomor 143 Tahun 2016 tentang manajemen keselamatan dan manajemen keselamatan kebakaran lingkungan. Namun, kenyataannya aturan-aturan ini belum efektif untuk meredam kebakaran di kawasan padat.
Pencegahan kebakaran di kawasan padat sangat berbeda dengan gedung tinggi. Untuk kawasan padat, pencegahan kebakaran harus berbasis manusia. Artinya, faktor pertama terpenting adalah perilaku warga yang sadar mencegah kebakaran terlebih dulu.
Untuk mengatasi budaya warga yang belum sadar mencegah kebakaran itu, kata Manlian, diperlukan ketegasan pemerintah menata kawasan padat. Tata ruang ini harus berorientasi pada pencegahan kebakaran meluas, di desain gedung tahan api hingga mengatur jarak atau pembatas antarbangunan yang tahan jilatan api hingga tiga jam.
”Apabila dinding sudah terlalu rapat, seharusnya ada ketegasan dibuat dinding yang tahan jilatan api setidaknya selama dua jam, seperti tembok begitu,” kata Manlian.
Jakarta pun diminta segera mewujudkan rencana induk sistem proteksi kebakaran. Rencana itu akan mengatur tata ruang, jumlah pos kebakaran dan mobil pemadam ideal, serta membentuk kelompok warga pemadam mandiri.
Pelaksana Tugas Kepala DPKP DKI Subejo sekali lagi menegaskan, Perda Nomor 8 Tahun 2008 merupakan embrio dari rencana induk sistem proteksi kebakaran Jakarta. Perwujudan rencana induk itu yang kini butuh terus didorong.
(DIAN DEWI PURNAMASARI/PANDU WIYOGA/ADITYA DIVERANTA)