Praktik Memperdagangkan Pengaruh Harus Jadi Delik Pidana Korupsi
Oleh
Khaerudin
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Praktik memperdagangkan pengaruh atau trading influence terus terjadi di antara birokrat dan politisi. Sayangnya, sampai saat ini, praktik itu belum menjadi hukum positif dalam perundang-perundangan di Indonesia.
Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Laode M Syarif mengatakan, praktik memperdagangkan pengaruh terjadi karena benturan antara kepentingan partai politik dan penyelenggara negara yang bisa berasal dari jalur politik.
"Praktik ini kemungkinan masih banyak terjadi di kementerian dan lembaga, baik di pusat maupun di daerah," ujarnya di sela acara seminar bertajuk "Urgensi Pembaruan UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi" di Jakarta, Selasa (19/3/2019).
Dalam kasus terbaru, mantan Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Romahurmuziy diduga berpengaruh dalam seleksi jabatan pejabat di Kementerian Agama, yang tidak sesuai kewenangannya sebagai pimpinan partai maupun anggota Dewan Perwakilan Rakyat.
Namun, atas bukti penerimaan suap, pria yang akrab disapa Romy itu disangkakan dengan pasal suap. "Kenyataannya memang ada trading influence tapi karena belum ada aturan yang menjadikannya delik khusus, ia dikenakan pasal suap karena dia menerima uang," jelas Laode.
Segera diatur
Pakar hukum pidana dari Universitas Parahyangan Bandung, Agustinus Pohan, melihat bahwa kasus yang melibatkan perdagangan pengaruh hanya bisa diperkarakan ketika adanya uang suap menyuap. Sementara praktik memperdagangkan pengaruh tidak bisa ditindak ketika berdiri sendiri.
Menurutnya, pemerintah harus segera menjadikan praktik memperdagangkan pengaruh sebagai delik dalam Undang-Undang (UU) Tindak Pidana Korupsi (Tipikor). Pemerintah Indonesia pun diminta mengadopsi pasal-pasal terkait hal itu dari konvensi PBB anti korupsi atau United Nation Convention Against Corruption (UNCAC).
"Lebih cepat hal itu dijadikan delik dalam hukum positif kita lebih baik. Keberuntungan KPK dalam menindak praktik ini dengan pasal suap ketika ditemukan aliran dana tidak akan terus menerus terjadi," ujarnya.
Indonesia saat ini baru mengadopsi delapan dari 53 rekomendasi UNCAC yang dibuat pada 2010-2018 ke dalam aturan pidana. Rekomendasi UNCAC yang telah ada dalam UU Tipikor belum mengatur hal lain, seperti praktik memperdagangkan pengaruh, memperkaya diri tidak sah, suap di sektor swasta dan pejabat asing, dan pengembalian aset.
Sebelum kasus jual beli jabatan di Kementerian Agama yang menyeret Romahurmuziy, praktik perdagangan pengaruh sebelumnya juga pernah dilakukan oleh mantan Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Luthfi Hasan Ishaaq dalam kasus impor daging sapi. Kasus lainnya dilakukan Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Irman Gusman, yang memperdagangkan pengaruhnya kepada Bulog untuk memuluskan jatah impor gula kepada sebuah korporasi di Sumatera Barat. (ERIKA KURNIA)