Kebakaran yang menghanguskan setidaknya 305 rumah di Jalan Thalib 2, Krukut, Tamansari, Jakarta Barat, Minggu (17/3/2019) dini hari, membuat ribuan orang harus hidup di pengungsian. Sebagian di masjid, sebagian di tenda-tenda pengungsian. Satu atap bersama korban kebakaran lain, berjuang melawan ketidaknyamanan, hingga kelak tersedia tempat tinggal baru.
Hari hampir berganti, Senin (18/3/2019), tetapi Tati Riati (38) tak kunjung mengantuk. Padahal, banyak tetangganya yang sama-sama tinggal di masjid yang menjadi lokasi pengungsian sudah lelap tertidur.
”Saya sudah paksakan tidur lama, tapi belum bisa juga sampai sekarang. Keingat terus kebakaran kemarin. Sesak rasanya, apalagi kalau pikir mau tinggal di mana kalau sudah dilarang tinggal di sini (pengungsian),” tutur Tati sambil melipat baju sumbangan yang ia dapatkan dari kerabatnya yang berkunjung.
Sambil melipat baju, dia lantas menceritakan pengalamannya saat kebakaran terjadi. Rumah yang diduga menjadi sumber kebakaran berada tepat di belakang rumahnya. Untungnya, saat kebakaran terjadi, ia belum tidur sehingga dia bersama anggota keluarganya yang lain bisa melarikan diri.
Tak banyak barang yang bisa Tati selamatkan kala itu. Hanya baju yang melekat di badan, ponsel, dan surat berharga. Alas kaki yang ia gunakan pun hanya sandal jepit tua yang bagian depannya sudah terpotong.
Saat bercerita, sesekali Tati meneteskan air mata yang segera ia seka menggunakan kaus yang tengah ia kenakan. Lalu, ia mengambil ponselnya, kemudian memperlihatkan foto rumahnya pascakebakaran. Seluruhnya hangus. Ubin yang ia harap bisa digunakan kembali pun ternyata sudah tak layak.
Tati dan saudaranya belum tahu kapan bisa membangun kembali rumah itu sebab tak ada uang untuk membangunnya.
Senin siang, Tati sempat keliling mencari tempat indekos di wilayah Krukut untuk tempat tinggal sementara dirinya bersama anaknya, tetapi itu pun harganya melebihi kemampuan Tati untuk membayarnya.
”Semoga kami tidak langsung disuruh pindah dari pengungsian soalnya belum ada tempat tinggal yang saya dapatkan,” ucap Tati.
Setelah melipat, Tati berusaha menidurkan anaknya, Hesti (6), yang mulai mengantuk. Ia menyelimuti anaknya menggunakan selimut bantuan dari Palang Merah Indonesia. Sementara kakinya sendiri ia tutup dengan pakaian sumbangan agar tidak dihinggapi nyamuk.
Tati juga harus meninabobokan anaknya karena pengungsian itu masih saja berisik. Terlebih lagi saat bantuan baru tiba. Pengungsi yang belum tidur akan berlarian ke pintu masjid agar kebagian.
Setelah anak-anaknya tidur, Tati menyatakan akan kembali berjuang untuk bisa tidur. Ia ingin tetap sehat agar bisa kembali mencari tempat tinggal sementara dan berpikir cara untuk bisa membangun rumahnya kembali.
Malam itu tak hanya Tati yang tak bisa tidur. Ratna (40), yang terpaksa tidur di tenda pengungsian karena di masjid sudah penuh, mengalami hal yang sama. Dia pun memilih mencari pakaian sumbangan di posko bantuan.
Sambil menggendong anaknya yang baru berusia 8 bulan, dia mencari seragam sekolah dasar (SD) di antara tumpukan baju bekas bantuan untuk anaknya yang lain yang duduk di kelas VI SD. Sekalipun sudah larut malam, dia berjuang untuk bisa mendapatkan seragam itu karena pekan depan anaknya harus mengikuti ujian akhir sekolah.
Sambil mencari pakaian, Ratna menidurkan anak bungsunya di gendongannya. Jika sudah terlelap, baru ia bawa ke tenda pengungsian. Anak bungsunya sulit tidur di tenda karena terasa panas. Di tenda, para pengungsi tidur beralaskan kain terpal.
”Kalau saya sama Bapak tidurnya nanti saja, masih mau coba cari baju sekolah dan sepatu dulu. Kasihan kalau anak ke sekolah pakai baju biasa terus,” kata Ratna.
Ratna dan Tati menjadi gambaran dari kesulitan yang dihadapi warga di Jalan Thalib Dalam 2 dan Thalib Dalam 3, Krukut, Tamansari, Jakarta Barat, yang rumahnya terbakar, Minggu dini hari. Mereka berjuang melawan ketidaknyamanan dan tetap berupaya bangkit untuk bisa hidup normal kembali sekalipun hal itu sama sekali tidak mudah. (SITA NURAZMI MAKHRUFAH)