JAKARTA, KOMPAS — Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2019 yang defisit Rp 296 triliun tidak cukup untuk mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan atau sustainable development goals. Penggalangan dana derma dari masyarakat dinilai dapat meringankan beban pemerintah dan mempercepat pencapaian pembangunan.
Pemerintah menyiapkan Rp 2.461 triliun untuk belanja negara selama 2019. Sebagian alokasi anggaran disiapkan untuk Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) adalah pendidikan (Rp 492,5 triliun), kesehatan (Rp 123,1 triliun), dan infrastruktur (Rp 415 triliun). Sementara itu, sebanyak Rp 2.165,1 triliun dialokasikan untuk pendapatan.
Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Enny Sri Hartati menilai, anggaran belanja negara sudah tergolong besar kendati masih kurang. Sebagian besar dana yang seharusnya dialokasikan untuk pembangunan manusia masih dikerahkan untuk infrastruktur.
”Ketiadaan infrastruktur yang baik menghalangi pembangunan sektor lain, seperti pangan dan sanitasi selama periode Millennium Development Goals (sebelum 2015),” kata Enny, Selasa (19/3/2019), kepada Kompas.
Sementara itu, poin-poin SDGs lain yang bukan infrastruktur fisik, seperti pendidikan, kesehatan, kesetaraan jender, dan pengentasan warga miskin, masih belum dapat terpenuhi dari alokasi anggaran yang ada. Kekurangan ini dapat ditutupi dari dukungan dana masyarakat yang disalurkan lewat lembaga swadaya masyarakat.
”Di negara maju yang punya cukup anggaran, penggalangan dana dari masyarakat tetap dibutuhkan. Mungkin tidak bisa menutupi kekurangan dana, tetapi dana dari masyarakat bisa mempercepat pencapaian pembangunan. Penyalurannya juga bisa menyasar ke bagian masyarakat yang tepat,” tuturnya.
Enny mencontohkan, dana filantropi yang digalang lembaga sedekah seperti Dompet Dhuafa dan Rumah Zakat tidak sebanding dengan sekitar Rp 100 triliun di APBN. Namun, organisasi mempunyai basis data masyarakat mana saja yang membutuhkan dan sudah mendapatkan bantuan.
Di negara maju yang punya cukup anggaran, penggalangan dana dari masyarakat tetap dibutuhkan.
Menurut data Filantropi Indonesia, potensi dana derma dari masyarakat Indonesia bisa mencapai Rp 200 triliun dalam setahun. Namun, rata-rata dana derma yang terkumpul setiap tahun baru Rp 6 triliun (Kompas.id, 18 Februari 2019).
Potensi ini disadari perusahaan angkutan daring Go-Jek. Dalam peresmian kerja sama dengan Lembaga Amil Zakat Infaq dan Sedekah Muhammadiyah (LazisMu), Chief Corporate Affairs Go-Jek Nila Marita mengatakan, Indonesia dinobatkan sebagai negara paling dermawan di dunia pada 2018 oleh Charities Aid Foundation.
Hal ini direspons dengan kampanye filantropi Go-Pay for Good, yaitu pemberian sumbangan oleh pengguna uang elektronik Go-Pay. Pengguna bisa menyumbangkan uang kepada lembaga seperti Badan Amil Zakat Nasional (Baznas), LazisMu, Kitabisa.com, dan Filantropi Indonesia dengan cara memindai kode respons cepat (quick response/QR) milik lembaga masing-masing. Uang elektronik akan ditransfer langsung ke rekening bank lembaga.
Enny mengapresiasi inisiatif Go-Jek dan Go-Pay. Menurut dia, masyarakat semakin selektif dalam bederma. Kerja sama dengan lembaga penyalur bantuan dapat meningkatkan kepercayaan dan keinginan masyarakat untuk berkontribusi dalam pembangunan.
Kemitraan
Senior Vice President Go-Pay Galuh Chandra Kirana mengatakan, Go-Pay for Good berlangsung sejak 2018. Sebanyak 77 organisasi dan 105 masjid di Nusantara telah dijadikan mitra dan diberi kode QR sebagai sarana penerimaan zakat, infak, dan sedekah (ZIS).
Saat ini, pengguna Go-Jek dan Go-Pay sekitar 130 juta orang. Hingga Februari 2019, sekitar 131.000 orang telah mendermakan Rp 13 miliar melalui lembaga-lembaga mitra Go-Pay tersebut.
”Sedekah digital memberikan kemudahan dan kenyamanan bagi siapa saja yang mau menyumbang. Selain itu, jumlah uang sumbangan yang diterima dan penggunaannya bisa dilihat secara real time (waktu nyata) di laman mitra kami, misalnya LazisMu,” tutur Galuh.
LazisMu memiliki 500 kantor pusat dan cabang di seluruh Indonesia. Galuh mengatakan, tiap cabang akan memiliki kode QR yang berbeda-beda sehingga sumbangan bisa langsung masuk ke rekening tiap cabang.
Direktur Utama LazisMu Hilman Latief mengatakan, pemberian sumbangan secara digital melalui Go-Pay sangat membantu dalam pengumpulan dana zakat, infak, dan sedekah. Tiap cabang LazisMu pun lebih cepat dalam mengeksekusi program-programnya sesuai sasaran.
”Lembaga swadaya masyarakat seperti LazisMu hadir untuk mengisi ruang yang tidak diisi pemerintah dalam pencapaian SDGs pada 2030. Kami masuk dalam TNP2K (Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan) sehingga program-program kami terkoordinasi dengan pemerintah,” ucapnya.
Program-program LazisMu didasarkan pada beberapa pilar, yaitu sosial, pendidikan, kesehatan, dan kemanusiaan. Selama 2019, upaya mengatasi stunting atau tengkes menjadi fokus. (KRISTIAN OKA PRASETYADI)