Pemilu Tinggal 29 Hari, Bawaslu Kekurangan Puluhan Ribu Pengawas
Oleh
DIONISIO DAMARA / NIKOLAUS HARBOWO
·3 menit baca
KOMPAS/DIONISIUS REYNALDO TRIWIBOWO
Petugas Panitia Pengawas Pemilu Kecamatan (Panwascam) menunjukkan lembaran C6-KWK atau surat undangan untuk para pemilih yang menjadi bukti pelanggaran di TPS 25 Kecamatan Pahandut, Kota Palangkaraya, Kalimantan Tengah, Kamis (28/6/2018). Lembaran itu diambil dari kotak suara yang dibuka kembali oleh petugas.
JAKARTA, KOMPAS - Tinggal 29 hari lagi menjelang Pemilu 2019, Badan Pengawas Pemilu masih kekurangan puluhan ribu pengawas tempat pemungutan suara. Hal ini terkendala oleh syarat rekrutmen pengawas yang harus berusia minimal 25 tahun. Demi tak melanggar undang-undang, Bawaslu akan tetap mengoptimalkan perekrutan hingga 25 Maret 2019.
Pada Pemilu 2019, Bawaslu harus merekrut 809.500 orang untuk mengawasi seluruh tempat pemungutan suara (TPS) yang tersebar di 83.730 desa/kelurahan di Indonesia. Satu pengawas di setiap TPS itu merupakan amanat Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.
Ketua Bawaslu Abhan mengatakan, saat ini pihaknya masih kekurangan sekitar 55.000 orang pengawas atau sekitar tujuh persen dari kuota rekrutmen pengawas TPS di 34 provinsi Indonesia.
"(Rekrutmen) di desa ini saling berkejaran. Bawaslu mencari pengawas TPS, KPU juga cari orang untuk KPPS, partai juga mencari saksi, sementara sumber daya di desa, kan, terbatas," ujar Abhan usai Rapat Dengar Pendapat (RDP) antara Komisi II DPR dengan Bawaslu, Komisi Pemilihan Umum dan Kementerian Dalam Negeri di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (18/3/2019).
KOMPAS/WAWAN H PRABOWO
Petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) menyiapkan pernak-pernik dalam Simulasi Pemungutan dan Penghitungan Suara Pemilu Serentak 2019 di halaman parkir Gedung Komisi Pemilihan Umum (KPU) Jalan Imam Bonjol, Jakarta Pusat, Selasa (12/3/2019). KPU berharap simulasi itu bisa merepresentasikan kejadian pemungutan suara sesungguhnya seperti yang ada di tempat pemungutan suara atau TPS.
Rapat yang dipimpin oleh Wakil Ketua Komisi II DPR dari fraksi Partai Kebangkitan Bangsa, Nihayatul Mafiroh, itu turut menghadirkan Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Arief Budiman, dan Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri Zudan Arif Fakrulloh.
Berdasarkan catatan Kompas, DKI Jakarta termasuk salah satu provinsi yang kekurangan jumlah pengawas. Dari total kebutuhan 29.010 pengawas TPS, masih ada kekurangan sebanyak 7.457 orang.
Selain DKI Jakarta, provinsi lain yang masih kekurangan pengawas adalah Kalimantan Utara, Kalimantan Selatan, Sulawesi Barat, Nusa Tenggara Barat, Jawa Barat, Papua Barat, Papua, Riau, Bengkulu, Kalimantan Barat, Maluku, dan Banten.
Kendala
Abhan menyatakan, salah satu kendala perekrutan pengawas ialah batas minimal usia yakni 25 tahun dan harus berpendidikan paling rendah sekolah menengah atas (SMA). Oleh karena itu, perekrutan pengawas TPS belum memenuhi kuota.
DIONISIO DAMARA UNTUK KOMPAS
Ketua Badan Pengawas Pemilu, Abhan, memberika keterangan seusai mengikuti Rapat Dengar Pendapat antar Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat, Komisi Pemilihan Umum, dan Kementerian dalam Negeri, di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (18/3/2019).
Adapun, perekrutan pengawas sudah berlangsung sejak 4 Februari lalu dan direncanakan usai pada 27 Februari 2019, kemudian diperpanjang hingga 10 Maret.
Sementara itu, sesuai Pasal 90 UU Pemilu, pengawas TPS di setiap TPS harus sudah tersedia 23 hari sebelum hari pemungutan suara Pemilu 2019 pada 17 April, tepatnya jatuh pada 26 Maret 2019.
"Kami akan optimalkan (perekrutan) sampai batas maksimal, yakni 25 Maret 2019," ujarnya.
Patuhi UU
Di sisi lain, berdasarkan hasil RDP sementara, Komisi II tetap meminta Bawaslu tetap melakukan rekrutmen sesuai UU Pemilu.
Nihayatul Mafiroh mengatakan, Komisi II memahami kesulitan Bawaslu dalam merekrut PTPS. Namun, DPR tetap meminta Bawaslu agar tetap berpedoman pada UU Pemilu.
"Ini tidak boleh melanggar UU agar hasil pemilu juga sah. Oleh karena itu, kami berharap Bawaslu tetap proaktif untuk mencari (pengawas)," ujarnya.
Selain itu, lanjut Nihayatul, pihaknya juga akan melaporkan kendala tersebut ke pimpinan DPR agar persoalan itu segera dikonsultasikan dengan Presiden Joko Widodo.