Atlet tenis meja Indonesia di ajang Olimpiade Khusus 2019, Heri Septiawan (22), berjalan santai di gedung Pusat Ekshibisi Nasional Abu Dhabi (ADNEC), Abu Dhabi, Uni Emirat Arab, Minggu (17/3/2019) siang. Saat itu ia belum tahu telah menjadi juara dan akan naik ke podium untuk dikalungi medali emas.
Padahal, kemenangan yang berbuah medali emas pertama untuk Indonesia itu terjadi sehari sebelumnya. Heri berlaga dua kali pada nomor tunggal putra divisi tiga usia 22-28 tahun dan selalu menang telak. Ia mengalahkan atlet Georgia, Giorgi Dida, 3-0, dan menang atas atlet Slovenia, Nik Jerkovic, juga dengan 3-0.
Heri tak terkalahkan di divisinya setelah pada Jumat (15/3) mengalahkan atlet Luxembourg, Petrisor Theis, 3-0. ”Kemenangan ini di luar ekspektasi karena saya mengira lawannya bakal susah, ternyata justru bisa menang,” kata pelatih tenis meja Indonesia Tiyas Vegariani.
Tiyas mengaku baru tahu pada Minggu jika Heri dinyatakan juara. Dalam Olimpiade Khusus ini, seorang atlet tidak selalu langsung dipastikan juara meski menang. Juri perlu mengevaluasi hasil pertandingan untuk memastikan kemenangan itu sah atau tidak. Itu sebabnya, kepastian perolehan medali itu baru diketahui satu hari setelah pertandingan.
Heri juga tidak menyangka bisa menang karena Olimpiade Khusus ini menjadi ajang pertama bertanding di luar negeri melawan atlet asing. Pada pertandingan pertamanya pun ia sangat grogi. Saat hendak melakukan servis, tangannya yang memegang bola selalu gemetar.
Di sisi lain, Heri merasa sangat bersalah. ”Saya kasihan sama dia (lawan-lawannya) karena nangis,” kata atlet yang bercita-cita ingin membuka warung nasi ini. Dida dan Jerkovic sama-sama menangis setelah kalah dan Heri hanya bisa diam melihat mereka. Lalu Heri sempat memeluk keduanya dan ia sempat mengucapkan,”sorry (maaf)”. Hanya itu yang bisa ia katakan kepada lawan-lawannya.
Heri ternyata juga mendekati Tiyas dan mengajukan permintaan yang mengejutkan. ”Karena merasa kasihan, Heri mau kasih poinnya ke lawan-lawannya biar tidak menangis. Saya bilang tidak bisa. Ini pertandingan,” kata Tiyas.
Dua emas melayang
Indonesia seharusnya bisa mendapat tiga medali emas. Namun, dua emas lain dari cabang tenis meja dan renang batal dibawa pulang karena atlet didiskualifikasi. Atlet tenis meja Yunika Pujiastika (22) dan atlet renang Refel Andre (28) didiskualifikasi karena dianggap bermain di luar batas kemampuan, atau dianggap selama ini menyimpan kemampuan yang sebenarnya.
Sama seperti Heri, Yunika juga mengalahkan ketiga lawannya dengan skor telak 3-0. Namun, dalam evaluasi, juri menganggap kemampuan Yunika jauh lebih baik daripada saat tahap divisioning.
Dalam Olimpiade Khusus, semua atlet menjalani tahap divisioning untuk menentukan tingkat kemampuan atlet. Dengan demikian, panitia bisa mengelompokkan atlet sesuai divisi atau lawan sepadan.
Yunika pun dimasukkan ke divisi empat. Artinya Yunika bertarung melawan atlet dengan tingkat disabilitas intelektual lebih tinggi. Divisi satu dihuni atlet dengan tingkat disabilitas intelektual terendah. ”Menurut saya, Yunika seharusnya masuk ke divisi tiga. Tapi saya tidak tahu, itu semua keputusan panitia,” kata Tiyas.
Adapun Refel seharusnya mendapat emas ketika bertarung di nomor 50 meter gaya bebas di Hamdan Sport Complex, Dubai, Sabtu kemarin. Ia mencatat waktu tercepat, yaitu 29 detik. Namun, pada tahap divisioning, ia mencatat waktu 36,86 detik. Refel pun melanggar batas kemampuan maksimal sebesar 15 persen seperti yang sudah ditetapkan dalam aturan.
Ketua Kontingen Indonesia Ferry Kono menduga Refel bisa tampil jauh lebih baik karena kebetulan didukung lebih banyak suporter pada saat bertanding. Sorakan suporter secara tidak langsung menambah rasa percaya diri Refel. ”Namun, saya tidak tahu pasti. Yang jelas ini menjadi pelajaran penting bagi kami,” katanya.
Hingga Minggu, kontingen Indonesia sudah meraih satu emas, satu perak dari Kadek Firma Kharisma Yanti (atletik), dan dua perunggu dari Muhammad Febredy Andrieyanto (bocce), dan Falma Thifal Fikriah (renang).
Herpin Dewanto Putro dari Abu Dhabi, Uni Emirat Arab