Gagasan Cawapres Dinilai Belum Jangkau Hak Warga Daerah Tertinggal
Oleh
Hamzirwan Hamid
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Komisi Nasional Hak Asasi Manusia menganggap gagasan yang disampaikan calon wakil presiden dalam debat belum mampu menjangkau hak seluruh warga negara dalam semua bidang. Idealnya, hak kesehatan, pendidikan, ataupun sosial warga di daerah-daerah terpencil bisa menjadi prioritas.
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) kembali menyoroti gagasan Calon Wakil Presiden (Cawapres) nomor urut 01 Ma’ruf Amin dan Cawapres nomor urut 02 Sandiaga Salahuddin Uno dalam Debat Cawapres di Hotel Sultan, Jakarta, Minggu (17/3/2019) malam.
Mereka menghubungkan gagasan di bidang pendidikan, kesehatan, ketenagakerjaan, sosial dan budaya tersebut dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2005 tentang Ratifikasi Kovenan Internasional Tentang Hak-hak Ekonomi Sosial dan Budaya. Dalam Pasal 2 dijelaskan, bahwa hak-hak tersebut harus diberikan tanpa pembedaan apapun.
“Debat semalam terlalu Batavia sentris. Belum melihat bahwa ada banyak wilayah atau pulau yang berada di pedalaman,” kata Komisioner Komnas HAM Amiruddin Al Rahab di Jakarta, Senin (18/3/2019).
Menurut Aminuddin, masih banyak orang dari luar Jawa yang beranggapan harus bersekolah ke Jawa agar bisa menjadi orang sukses. Selain itu, jumlah guru atau dokter di daerah tertinggal juga masih belum merata.
Di bidang kebudayaan, Indonesia juga kaya dengan subetnis, namun relasinya belum terjalin dengan baik. “Jika relasi tersebut bisa terjalin baik, toleransi juga akan berkembang dari situ,” katanya.
Amiruddin menilai tema debat malam tadi amat penting untuk memajukan HAM lantaran menyangkut pelayanan negara kepada segenap warga negara. Belum ada janji 5 tahun ke depan yang mengarah pada konteks tersebut.
Tinjau ulang
Sementara itu, Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik menyatakan, konstruksi ratifikasi tersebut menjabarkan bahwa negara bertanggung jawab memenuhi hak-hak dasar seperti ekonomi, kesehatan, pendidikan dan lain-lain. Dalam konteks tersebut, ia menyarankan agar undang-undang pendidikan ditinjau ulang.
“Jika kita baca baik-baik, ada beberapa pasal yang mengatur siapa yang bertanggung jawab terhadap pendidikan. Di dalamnya dijelaskan bukan hanya pemerintah, tapi tanggung renteng,” ungkap Taufan.
Hal itu dinilai menjadi salah satu contoh ketidaksesuaian antara tanggung jawab negara dan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2005. Padahal, hal itu berkaitan erat dengan akses pendidikan bagi masyarakat di daerah tertinggal.
Akses tersebut akan sulit diwujudkan karena pemerintah merasa tidak bertanggung jawab penuh. Orang tua tetap harus mengeluarkan biaya besar untuk mengakses pendidikan yang tinggi. Menurutnya, masih banyak masyarakat di lapisan menengah ke bawah yang hanya bisa mengakses pendidikan hingga tingkat SMP.
“Di daerah-daerah pedesaan, selain aksesnya terbatas, kualitas pendidikannya juga terbatas. Jika ada kompetisi di tingkat nasional tentu tidak akan mengimbangi,” kata Taufan.
Imbasnya, ada kesenjangan yang tinggi antara masyarakat di perkotaan dan pedesaan. Masalah tersebut dinilai luput dari perdebatan antara kedua cawapres. “Tentu kami tidak berharap detail, tapi setidaknya ada peta jalan,” kata Taufan.
Prinsip HAM
Ketua Tim Pemantau Pemilu Komnas HAM Hairansyah menyimpulkan, baik Ma’ruf maupun Sandiaga dinilai belum mampu menyampaikan strategi yang berlandaskan prinsip-prinsip HAM secara spesifik. Prinsip tersebut antara lain meliputi ketersediaan fasilitas dan aksesibilitas yang tidak diskriminatif.
“Kami melihat kelompok rentan belum terlayani dengan baik. Misalnya kaum disabilitas yang belum bisa mandiri dalam mengakses fasilitas kesehatan. (FAJAR RAMADHAN)