Debat Tak Sentuh Akar Permasalahan Secara Menyeluruh
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·3 menit baca
KOMPAS/WAWAN H PRABOWO
Calon wakil presiden (cawapres) nomor urut 01 Ma\'ruf Amin bersama cawapres nomor urut 02 Sandiaga Salahuddin Uno didampingi Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Arief Budiman saat tampil dalam Debat Cawapres pada Pilpres 2019 yang digelar oleh KPU di Hotel Sultan, Jakarta, Minggu (17/3/2019) malam.
JAKARTA, KOMPAS – Debat ketiga antara Calon Wakil Presiden nomor urut 01 Ma’ruf Amin dan Calon Wakil Presiden nomor urut 02 Sandiaga Uno dinilai belum menyentuh akar permasalahan bangsa secara menyeluruh, terutama pada tema yang diusung. Gagasan yang disampaikan tidak spesifik menyebutkan arah dan tujuan negara yang akan dibangun jika mereka terpilih.
Peneliti Pusat Penelitian Masyarakat dan Budaya Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Ibnu Nadzir Daraini, menyampaikan, kedua calon belum memiliki gagasan konkret terhadap program yang akan dijalankan di masa pemerintahan mendatang. Gagasan dinilai masih sporadis dan belum terarah.
“Tidak ada gagasan konkret. Keduanya masih sebatas membahas jargon masing-masing, sementara program yang ditawarkan cenderung tidak ada yang baru,” ujarnya dalam Diskusi Publik bertajuk “Membedah Debat Pilpres 2019 Seri ke-3” di Jakarta, Senin (18/3/2019).
KOMPAS/DEONISIA ARLINTA
Ibnu Nadzir Daraini
Debat calon wakil presiden yang berlangsung kemarin diselenggarakan oleh Komisi Pemilihan Umum. Tema yang dibahas adalah isu pendidikan, ketenagakerjaan, serta sosial dan budaya.
Kebinnekaan
Ibnu berpendapat, pada isu sosial dan budaya, keduanya belum mampu mengelaborasi isu mendasar di tengah masyarakat, seperti toleransi dan kebinnekaan. Cawapres nomor urut 02 Sandiaga sudah menyinggung terkait isu kebinnekaan, namun belum ada penjelasan komitmen seperti apa yang akan dijalankan untuk mendukung dan mewujudkan nilai-nilai tersebut.
Untuk Ma’ruf, ia mengatakan, isu kebudayaan yang diangkat adalah nilai kebudayaan lokal. Hal ini cukup baik karena budaya lokal memiliki sejarah panjang dalam kebudayaan bangsa yang bisa diusung sebagai kebudayaan nasional.
“Kedua capres minim pembahasan terkait konservatisme agama yang saat ini nyata mengancam kebinekaan. Saya kira keduanya miskin imajinasi mengenai apa gagasan kebudayaan kita ke depan,” katanya.
Terkait isu kesehatan, peneliti Pusat Penelitian Kependudukan LIPI, Puguh Prasetyoputra, menyampaikan, kedua capres tidak memiliki gagasan baru yang ditawarkan. Cawapres nomor urut 01, misalnya, berjanji akan meningkatkan sistem pelayanan yang sudah berjalan seperti Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dan Program Keluarga Harapan (PKH). Kedua program tersebut sudah berjalan di pemerintahan saat ini.
Sementara itu, Sandiaga cukup optimistis untuk menyelesaikan masalah program JKN dan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan dalam waktu 200 hari pertama pemerintahannya. Penyelesaian tersebut meliputi menghentikan defisit BPJS Kesehatan, antrean peserta yang panjang, juga pembayaran dana kapitasi ke fasilitas kesehatan dan tenaga kesehatan yang bisa tepat waktu.
KOMPAS/DEONISIA ARLINTA
Puguh Prasetyoputra
“Tetapi itu kontradiktif dengan pernyataannya yang sempat menyinggung salah satu pasien yang tidak mendapatkan layanan BPJS Kesehatan. Strategi yang dilakukan sekarang ini mengurangi manfaat JKN untuk mengurangi defisit, sementara kalau layanan diperbanyak, defisit sulit diselesaikan. Dua hal itu belum sinergi di program kerja Cawapres nomor urut 02,” ujarnya.
Puguh menambahkan, isu kesehatan lain yang mendasar yang belum dibahas pada debat kemarin adalah terkait fokus anggaran yang akan disediakan pada pemerintahan berikutnya. Komitmen ini dinilai tidak disentuh oleh keduanya. Selain itu, isu disabilitas juga sama sekali tidak terdengar dari kedua calon presiden.
Pertanyaan
Menurut Ibnu, pembenahan yang perlu dilakukan pada debat keempat yakni pada instumen pertanyaan yang disiapkan untuk kedua calon presiden dan wakil presiden. Pertanyaan yang dilontarkan dalam debat selama ini belum secara spesifik merujuk pada isu dan permasalahan mendasar yang terjadi di masyarakat.
“Seperti debat kemarin, pertanyaan yang keluar adalah pandangan calon presiden terhadap ketenagakerjaan di Indonesia. Pertanyaan itu sangat umum dan tidak bisa diukur. Untuk itu, tim penyusun pertanyaan bisa memberikan pertanyaan yang spesifik. Jadi gagasan kedua calon bisa terlihat dan tidak normatif,” katanya.