Gunung Anak Krakatau, Gunung Agung, dan Gunung Bromo erupsi. Namun, intensitasnya relatif rendah. Masyarakat diminta tenang dan tidak ke zona bahaya.
SERANG, KOMPAS Erupsi Gunung Anak Krakatau di Selat Sunda kembali terjadi disertai tremor terus-menerus. Masyarakat diminta tidak mendekati Anak Krakatau dalam radius 5 kilometer dari kawah. Kondisi Banten dan Lampung aman. Gunung Agung di Bali dan Bromo di Jawa Timur juga erupsi.
Kepala Bidang Mitigasi Gunung Api Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Hendra Gunawan saat dihubungi dari Serang, Banten, Minggu (17/8/2019), mengatakan, erupsi Anak Krakatau diiringi gempa vulkanik.
Erupsi terjadi pada Sabtu (16/3) pukul 09.53 sekitar 4 menit. Menurut Hendra, asap kawah bertekanan kuat teramati berwarna putih dengan intensitas tebal. Asap membubung dengan ketinggian sekitar 1.000 meter dari kawah Anak Krakatau.
Selain itu, tremor juga terus-menerus terjadi dan tiga kali gempa vulkanik dangkal berdurasi 5-6 detik. Minggu pukul 06.00-12.00, erupsi tak terjadi lagi, tetapi pihaknya mencatat satu kali gempa vulkanik dangkal berdurasi 5 detik.
Hendra mengatakan, status gunung setinggi 157 meter di atas permukaan laut itu tetap siaga. ”Aktivitas Anak Krakatau masih berfluktuasi. Potensi erupsi masih ada, tetapi intensitas menurun dibandingkan dengan periode erupsi Desember 2018,” ujar Hendra.
Jumono, petugas Pos Pengamatan Gunung Anak Krakatau di Desa Pasauran, Kecamatan Cinangka, Kabupaten Serang, Banten, mengatakan, hari Minggu tidak ada erupsi Anak Krakatau hingga pukul 18.00.
Warga diimbau tetap tenang. Tidak mudah percaya informasi dari sumber tidak jelas dan diminta mencek kebenarannya.
”Jika terjadi erupsi, dampaknya hanya di sekitar gunung,” ujar Jumono. Anak Krakatau kadang tidak terlihat dari pos pengamatan di Desa Pasauran karena tertutup kabut.
Dari data PVMBG Badan Geologi Kementerian ESDM, erupsi Anak Krakatau sebelum Sabtu terjadi pada pertengahan Februari 2019.
Menurut Hendra, Anak Krakatau mengalami letusan intensif berupa letusan strombolian (semburan) diselingi letusan surtseyan (interaksi magma dengan air) pada Juni-Desember 2018. Peningkatan aktivitas tersebut membuat status gunung itu dinaikkan dari Waspada ke Siaga.
Hendra mengatakan, sejumlah alat baru telah dipasang di tubuh Anak Krakatau. Alat tersebut adalah seismometer untuk mendeteksi gempa dan tiltmeter untuk mengukur deformasi.
Anak Krakatau mengalami beberapa kali gempa dengan frekuensi rendah dan tremor. Gempa yang terekam mengindikasikan aktivitas vulkanik bersumber dari kedalaman dangkal.
Potensi yang paling memungkinkan adalah letusan strombolian. Letusan jenis ini dapat menghasilkan abu dan lontaran material pijar.
Gunung Agung
Gunung Agung di Kabupaten Karangasem, Bali, juga dua kali erupsi, Minggu pukul 08.03 dan 10.30 Wita. Kolom abu teramati berwarna kelabu dengan ketinggian 500-600 meter.
Aktivitas Gunung Agung masih didominasi gempa dengan frekuensi rendah di kedalaman dangkal. Gunung ini masih berpotensi mengalami erupsi secara eksplosif skala kecil dan secara efusif. Namun, belum teramati indikasi terjadi erupsi besar.
Hendra mengatakan, aktivitas Gunung Agung belum stabil. Status aktivitasnya masih siaga. Pihaknya merekomendasikan masyarakat dan pengunjung tidak beraktivitas di zona bahaya, yakni radius 4 km dari kawah.
Erupsi Gunung Bromo, teramati pada Sabtu. Tinggi kolom embusan mencapai 1.500 meter dengan warna kelabu, berintensitas tebal.
Hendra mengatakan, potensi ancaman Gunung Bromo saat ini berupa hujan abu lebat ke arah timur dan lontaran material pijar di sekitar kawah. Gunung ini masih berstatus Waspada dengan rekomendasi tidak beraktivitas pada radius 1 km dari kawah aktif. ”Di luar radius itu, masyarakat dan wisatawan silakan beraktivitas seperti biasa,” ujarnya.
Kepala Subbidang Mitigasi Gunung Api Wilayah Barat PVMBG Nia Haerani mengatakan, aktivitas kegempaan Gunung Bromo terjadi sejak 10 Maret 2019. Namun, intensitas saat ini lebih rendah dibandingkan kondisi pada 2015.(BAY/TAM)