ABU DHABI, KOMPAS - Tangan Heri Septiawan (22) yang memegang bola tampak gemetar ketika akan melakukan servis. Namun, ia berusaha keras untuk tetap tenang. Bola yang ia pukul kemudian tidak dapat dikembalikan lagi oleh Petrisor Theis asal Luxembourg. Heri pun berteriak sambil mengepalkan tangan kirinya.
Jumat (15/3/2019) sore itu, di gedung Pusat Ekshibisi Nasional Abu Dhabi, Uni Emirat Arab, Heri menjalani laga pertamanya di cabang tenis meja perorangan dalam ajang Olimpiade Khusus 2019. Heri tergabung dalam Divisi 3 dan Theis merupakan lawan asing pertamanya, sehingga rasa grogi mempengaruhi permainannya.
Pada awal pertandingan, setelah pemanasan, Heri masih tampak tidak percaya diri. Ia beberapa kali menengok ke belakang untuk melihat pelatihnya, Tiyas Vegariani. “Ayo kamu bisa Heri,” ucap Tiyas dari belakang.
Lalu Heri beberapa kali berteriak. Pada pertengahan set pertama, Heri sudah tampak tenang dan justru Theis yang kerap melakukan kesalahan. Heri pun memenangi set pertama itu 11-4. Pada set kedua ia menang 11-9, dan menang lagi pada set ketiga 11-8. Senyum lebar terlihat di wajah Heri ketika ia akhirnya menang telak 3-0.
“Saya grogi sekali. Biar tidak grogi saya teriak,” kata Heri. Teknik berteriak itulah yang juga diajarkan oleh Tiyas. Selain itu, ia bersama Tiyas dan rekannya, Yunika Pujiastika (22), berdoa bersama sebelum bertanding. Hanya Heri dan Yunika yang mewakili Indonesia di cabang tenis meja.
Satu jam kemudian, Yunika berlaga melawan atlet Yunani, Dimitra-Konstantina Driva. Sama seperti Heri, Yunika menerapkan teknik serupa, berteriak. Yunika terlihat lebih tenang dan juga berhasil menang telak, 3-0.
Yunika pun jauh merasa lebih baik ketika tahu bisa menang. Sebelum bertanding, Yunika sempat tidak fokus dan keliru memakai kostum. “Ternyata saya bisa menang. Semoga besok sudah tidak grogi lagi,” katanya.
Pada Sabtu (16/3/2019), Heri akan bertanding lagi melawan Giorgi Didia dari Georgia dan Nik Jerkovic dari Slovenia. Sementara Yunika akan menghadapi Hanan Al-Sarkhi dari Irak dan Jawaher Isa dari Bahrain. Pada hari kedua akan lebih berat karena mereka menjalani dua pertandingan.
Menurut Tiyas, kemampuan Heri dan Yunika mengatasi rasa grogi sehingga bisa menang telak sudah sangat membanggakan. Ia hanya perlu terus mendukung agar kepercayaan diri kedua atletnya itu semakin tinggi pada pertandingan berikutnya. “Mereka tinggal didorong lagi untuk bermain lebih sabar,” ujarnya.
Pelatihan khusus
Grogi merupakan salah satu kendala yang dialami atlet, terutama mereka yang pengalamannya masih minim. Namun, dalam ajang Olimpiade Khusus ini, para atlet sebenarnya mendapat fasilitas berupa pelatihan untuk memperkuat pikiran termasuk untuk mengatasi rasa grogi. Pelatihan itu diadakan panitia melalui program Healthy Athlete.
Program itu juga diadakan di dalam gedung ADNEC. “Pelatihan itu sangat bagus karena atlet diajari mengatasi stres yang membuat badan mereka kaku sebelum pertandingan. Sayangnya, Heri dan Yunika belum sempat ikut karena antrean sangat panjang dan kami juga punya jadwal padat,” kata Direktur Nasional Special Olympic Indonesia Marianne Samosir.
Pelatihan seperti inilah yang membuat Olimpiade Khusus menjadi ajang yang istimewa. Tidak hanya pelatihan untuk menguatkan pikiran, atlet juga bisa memeriksa kesehatan mereka. Yunika sempat mengikuti pemeriksaan telinga yang juga menjadi bagian dari progam Healthy Athlete.
Program kesehatan seperti ini menjadi penting karena Olimpiade Khusus memiliki tujuan utama untuk meningkatkan kualitas kehidupan para penyandang disabilitas intelektual seperti atlet-atlet tersebut. Dengan demikian, mereka dapat hidup lebih baik dan mandiri di tengah masyarakat.