NAIROBI, KOMPAS -- Sidang Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Lingkungan ke-4 di Nairobi, Kenya, ditutup pada Jumat (15/3/2019), dengan sejumlah resolusi penting. Namun demikian, sebagian resolusi dinilai belum progresif untuk menghadapi degradasi lingkungan dan dampak buruknya bagi kehidupan.
Salah satu resolusi yang ditunggu-tunggu adalah upaya mengatasi persoalan sampah plastik di lautan dan penggunaan plsastik sekali pakai. Usulan India untuk mendorong penghentian produksi plastik sekali pakai yang awalnya didukung banyak negara akhirnya gagal disetujui. Sejumlah negara penghasil plastik, yang dipelopori Amerika Serikat menentang usulan ini.
"Resolusi yang dipilih akhirnya lebih lunak, tanpa menyinggung penghentian produksi plastik. Hanya pada pembatasan penggunaan plastik sekali pakai dan mencegah sampahnya masuk ke laut,” kata anggota delegasi Indonesia, Mohammad Noor Andi Kusumah.
David Sutasurya dari Indonesian Zero Waste Alliance, saat ditemui di Nairobi, mengatakan, upaya untuk mengatasi sampah plastik harus dimulai sejak dari produksinya di tingkat hulu. Masalahnya, hal ini kerap berbenturan dengan kepentingan industri. “Masalahnya Amerika saat ini sedang investasi besar-besaran di industri plastiknya,” kata dia.
Negara berkembang seperti Indonesia, menurut dia, paling terdampak dari sampah plastik yang diproduksi industri. David berharap, Indonesia lebih progresif dalam mengatasi persoalan limbah plastik ini dari hulu hingga hilir.
“Menganggap pencemaran plastik di laut hanya karena soal pengelolaan sampah adalah kekeliruan. Ini juga menunjukkan industri menolak turut bertanggungjawab pada krisis polusi plastik,” kata David.
Anggota delegasi Indonesia lainnya, Noer Adi Wardojo mengatakan, dalam pertemuan multilateral seperti ini lazimnya sulit mencari kesepakatan yang progresif karena perbedaan kepentingan antar negara. "Namun, faktor yang lebih menentukan sebenarnya bagaimana komitmen tiap negara menjalankan resolusi yang ada. Jika melebihi target dari resolusi tentu akan lebih baik, tetapi minimal sesuai kesepakatan," kata dia.
Menurut Noer, sekalipun mendukung upaya mengatasi sampah plastik di laut dan mengurangi penggunaan plastik sekali pakai, namun hal ini harus dilakukan hati-hati. “Kita harus menyiapkan alternatif pengganti plastik,” kata dia.
Peran Indonesia
Sementara itu, saat menyampaikan pernyataan nasional, Duta Besar Indonesia untuk Kenya, Soehardjono Sastromihardjo mengatakan, mengingat sebagian besar sampah laut berbasis darat, Indonesia telah mengeluarkan Peraturan Presiden tahun 2018 untuk meminimalkan limbah padat sebesar 30 persen dan mengurangi limbah plastik laut hingga 70 persen pada tahun 2025. Indonesia juga memainkan peran di tingkat regional dan global di ASEAN, negara-negara Asia Timur dan forum lainnya untuk memiliki rencana aksi untuk memerangi sampah plastik laut.
Dalam konteks ini, Indonesia telah mendirikan Pusat Kapasitas Regional untuk Laut Bersih (Regional Capacity Center for Clean Seas) di Bali. “Kami mengundang negara-negara anggota dan pemangku kepentingan lainnya untuk berkolaborasi dengan Pusat ini untuk memperluas dukungan mereka untuk kerja sama teknis, narasumber, transfer teknologi, pengembangan kapasitas dan pertukaran praktik terbaik,” kata Soehardjono.
Soehardjono menambahkan, Deklarasi Rio telah mengamanatkan implementasi pembangunan berkelanjutan melalui mengubah pola produksi dan konsumsi. “Kita butuh mempercepat perubahan paradigma seluruh masyarakat ini dengan dulungan seluruh pihak di bawah kepemimpinan pemerintah,” kata Soehardjono.
Indonesia telah menyampaikan lima usulan dan telah disetujui untuk diadopsi menjadi resolusi UNEA-4. Selain pola konsumsi dan produksi berkelanjutan, juga pengelolaan berkelanjutan untuk kesehatan mangrove dunia, perlindungan lingkungan pantai dari aktivitas di darat, pengelolaan koral yang berkelanjutan, dan pengelolaan lahan gambut berkelanjutan.
Untuk pengelolaan mangrove, Indonesia tengah menyiapkan pendirian Pusat Mangrove Dunia. Hal ini mengingat Indonesia memiliki 20 persen mangrove dunia. Selain berfungsi ekologis dan menunjang sektor perikanan, mangrove juga berperan penting bagi perlindungan kawasan pesisir Indonesia yang rentan tsunami.