Suasana di halaman Wisma Duta, gedung milik Kedutaan Besar Indonesia di Abu Dhabi, Uni Emirat Arab, bertambah riuh ketika Muhammad Febredy Andrieyanto (28) mulai menari, Rabu (13/3/2019) malam. Atlet bocce asal Kalimantan Selatan itu bergerak lincah bak pesilat. Ia bertambah semangat ketika sorakan dari rekan-rekannya bertambah kencang.
Febredy yang kerap dipanggil Redy itu tampil mengiringi tiga atlet lainnya yang menari menggunakan kuda lumping. Tarian tersebut merupakan persembahan dari para atlet kepada Duta Besar RI untuk UEA Husin Bagis yang malam itu mengundang kontingen Indonesia yang akan bertanding pada Olimpiade Khusus 2019, 14-21 Maret. Ini merupakan olimpiade bagi para penyandang disabilitas intelektual atau tuna grahita.
Dalam kesempatan itu, Husin bersama stafnya dan beberapa masyarakat Indonesia di UEA mengajak kontingen Indonesia untuk makan malam, berdialog, dan menyampaikan dukungan. Para atlet yang sudah tiba di Abu Dhabi sejak Jumat (8/3/2019) itu sangat antusias ketika Husin menyuguhkan makanan khas Tanah Air seperti soto dan sate.
Begitu sudah kenyang, para atlet seperti Redy mendapat energi tambahan. Mereka pun bisa bersemangat maju ke depan untuk berjoget ketika musik sudah mengalun. Ketua Delegasi Special Olympic Indonesia Ferry Yuniarto Kono mengatakan bahwa para atlet ini sangat suka aktivitas dengan musik. Disentil sedikit saja dengan musik, tubuh mereka tidak bisa diam.
“Kontingen-kontingen dari negara lain sampai mudah mengingat kontingen Indonesia karena selalu heboh. Bahkan, kalau kontingen Indonesia belum muncul, mereka akan bertanya-tanya,” kata Ferry. Kesan tersebut muncul ketika para atlet dari seluruh negara berkumpul bersama dalam program Host Town pada 8-11 Maret lalu. Ini merupakan program yang bertujuan untuk memberi ruang bagi semua atlet untuk saling mengenal.
Bagi Ferry, kesan tentang kontingen Indonesia yang menancap di benak para atlet dari negara lain itu sudah menjadi “kemenangan” pertama di ajang Olimpiade Khusus ini. Kontingen Indonesia sudah “menang” dengan merebut simpati atlet-atlet lain sebelum pertandingan-pertandingan resmi bergulir. Pencapaian ini tidak kalah berharga jika dibandingkan dengan kemenangan atlet di atas lapangan.
Lagipula medali bukan tujuan utama para atlet yang tampil di Olimpiade Khusus melainkan partisipasi atlet dan keberanian mereka untuk tampil. Proses seorang atlet untuk mau berlatih dari nol hingga bisa tampil di olimpiade jauh lebih dihargai. Dalam Olimpiade Khusus, olahraga merupakan sarana untuk meningkatkan martabat para penyadang disabilitas intelektual.
Kemenangan pribadi
Berkat olahraga, kehidupan para atlet seperti Redy pun jauh lebih baik dari segi fisik maupun mental. Ini menjadi kemenangan juga buat Redy yang mengalami down syndrome. “Kedisiplinan dalam latihan membuat tubuh Redy lebih sehat dan ia mampu mengerjakan tugas-tugas harian dengan baik,” kata Pelatih Bocce Suci Noor Rahmawaty.
Menurut Suci, tanpa olahraga dan kedisiplinan, tubuh Redy bisa saja lebih gemuk karena pola makannya tidak terjaga dengan baik. Kemampuan motoriknya juga semakin terlatih sehingga berguna untuk mengerjakan tugas-tugas harian seperti mencuci piring atau membereskan barang-barangnya.
Kedisiplinan dalam berlatih mulai dirasakan para atlet sejak awal Februari 2019 ketika mereka menjalani pemusatan latihan di Jakarta. Mereka tinggal bersama selama satu bulan sebelum bertanding di UEA.
Para atlet Bocce, seperti kata Suci, memulai aktivitas setiap hari mulai pukul 04.00 WIB. Selain berlatih pada pagi dan sore hari, para atlet juga dilatih mandiri untuk mengerjakan semua tugas harian mereka. “Biasanya, ketika atlet pulang ke rumah, keluarga mereka kemudian merasa tidak tega melihat anak mereka mencuci piring atau membersihkan rumah. Itu salah sebenarnya,” katanya.
Melalui ajang Olimpiade Khusus ini, para atlet secara tidak langsung membangun kemandirian agar bisa hidup dan bersaing di tengah masyarakat. Mereka rata-rata memiliki cita-cita setelah mengikuti olimpiade. “Saya ingin buka warung (makan),” kata Redy.
Oleh karena itu, Wakil Ketua Delegasi Special Olympic Indonesia Mustara Musa mengatakan Olimpiade Khusus merupakan kesempatan bagi masyarakat untuk tidak meremehkan para penyandang disabilitas intelektual. “Jangan meremehkan. Di dalam diri mereka, ada emas-emasnya Indonesia,” katanya.
Husin juga menyadari pentingnya Olimpiade Khusus ini dan ia sudah menyebarkan imbauan kepada WNI di UEA untuk turun langsung mendukung para atlet yang sedang berlaga. Ajakan itu ia sampaikan melalui media sosial. Saat ini ada sekitar 100.000 WNI yang tinggal di UEA. “Setelah olimpiade ini selesai, saya pun akan memberi laporan ke pemerintah supaya pemberdayaan para penyandang disabilitas intelektual semakin baik,” ujarnya.