Prasasti bersejarah Curug Dago di Kelurahan Dago, Kecamatan Coblong, Kota Bandung, Jawa Barat, terancam rusak terdesak degradasi lingkungan. Butuh perhatian semua pihak guna menyelamatkan keberadaan prasasti yang menjadi simbol hubungan baik Indonesia-Thailand sejak ratusan tahun lalu.
Oleh
Samuel Oktora
·2 menit baca
BANDUNG, KOMPAS-Prasasti Curug Dago di Kelurahan Dago, Kecamatan Coblong, Kota Bandung, Jawa Barat, terancam rusak terdesak degradasi lingkungan. Butuh perhatian semua pihak guna menyelamatkan keberadaan prasasti yang menjadi simbol hubungan baik Indonesia-Thailand sejak ratusan tahun lalu.
Hal itu terungkap dalam diskusi kelompok terarah bertajuk "Penyelamatan Prasasti Curug Dago". Acara ini digelar Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Banten di Bandung, Kamis (14/3/2019).
Tampil sebagai pembicara adalah Ketua Umum Perkumpulan Ahli Arkeologi Indonesia Wiwin Djuwita S Ramelan dan Kepala Seksi Pelindungan, Pengembangan dan Pemanfaatan BPCB Banten Juliadi. Selain itu, ada juga Kepala Balai Taman Hutan Rakyat (Tahura) Djuanda Lianda Lubis serta Kepala Bidang Pengkajian Budaya Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Bandung Tjep Dahyat.
Prasasti Curug Dago berada di kawasan Tahura Djuanda. Berada di pinggir Sungai Cikapundung, bentuknya batu besar dengan guratan aksara Raja Rama V dari Siam (Thailand). Raja Rama V pernah singgah di Kota Bandung pada tahun 1896 dan 1901.
Kunjungan itu tertuang dalam buku "Journeys to Java by a Siamese King" yang ditulis Imtip Pattajoti Suharto tahun 2001. Dalam buku itu dikisahkan perjalanan Raja Siam ke Pulau Jawa sebanyak 3 kali, yakni tahun 1871, 1896, dan tahun 1901. Dalam dua kunjungan di tahun 1896 dan 1901, dia singgah di Bandung karena terpukau keindahan Curug Dago.
Akan tetapi, ancaman kerusakan prasasti itu kian nyata. Lianda mengatakan, dari hasil sejumlah penelitian, air Sungai Cikapundung mengandung tingkat keasaman tinggi akibat pencemaran. Penyebabnya. kotoran sapi yang langsung dibuang ke sungai di kawasan hulu. Tingkat keasaman air yang tinggi rentan memicu pelapukan prasasti. Untuk mencegah hal ini, alasan pemindahan bisa dilakukan untuk mencegahnya dari kerusakan.
"Kami mengusulkan bila dipindahkan, prasasti itu ditempatkan di museum yang akan didirikan di kawasan Tahura Djuanda tahun ini,” kata Lianda.
Wiwin menuturkan, pemindahan prasasti bisa menjadi solusi baik mencegah kerusakan. Langkah itu sudah diutarakan kepada Direktorat Jenderal Kebudayaan di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. “Prasasti Curug Dago adalah lambang hubungan budaya yang erat antara Indonesia dan Thailand yang masih terbuka terus didalami lebih jauh,” ujarnya.
Menurut Juliadi, perlindungan lain yang bisa dilakukan adalah perhatian pemerintah. Saat ini, Prasasti Curug Dago masih berstatus diduga cagar budaya. Hal ini membuat pemerintah daerah atau pusat belum memiliki keterikatan hukum menjaga keberadaannya.
"Bisa dimulai dengan penetapan surat keputusan Walikota Bandung. Surat itu memberikan keleluasan pada Pemkot Bandung memerhatikan kelestarian prasasti," katanya.
Menanggapi ini, Tjep Dahyat mengatakan, surat keputusan itu akan ditetapkan tahun ini. Dia yakin, surat keputusan itu akan menjamin masa depan prasasti itu tetap terjaga.