Izin Usaha Pertambangan di Konawe Kepulauan Dicabut
Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara memastikan bakal mencabut 15 izin usaha pertambangan di Kabupaten Konawe Kepulauan dalam 10 hari ke depan. Pencabutan itu menyusul gelombang protes dari warga dalam seminggu terakhir. Kabupaten itu akan difokuskan untuk pengembangan sektor perkebunan, pertanian, dan perikanan.
Oleh
Videlis Jemali
·3 menit baca
KENDARI, KOMPAS — Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara memastikan bakal mencabut 15 izin usaha pertambangan di Kabupaten Konawe Kepulauan dalam 10 hari ke depan. Pencabutan itu menyusul gelombang protes dari warga dalam seminggu terakhir. Kabupaten itu akan difokuskan untuk pengembangan sektor perkebunan, pertanian, dan perikanan.
Rencana pencabutan 15 izin usaha pertambangan (IUP) itu ditegaskan Wakil Gubernur Sulawesi Tenggara Lukman Abunawas kepada sekitar 1.500 peserta unjuk rasa di gerbang Kantor Gubernur Sultra, Kendari, Kamis (14/3/2019). Tak hanya berkata-kata, Lukman menandatangani surat pernyataan sebagai komitmen pencabutan IUP.
”Saya mewakili Gubernur Sultra Ali Mazi menerima surat pernyataan ini dan siap melaksanakan. Hidup rakyat. Hidup Wawonii,” kata Lukman disambut tepuk tangan dan teriakan girang peserta demonstrasi yang tergabung dalam Front Rakyat Sultra Bela Wawonii.
Wawonii adalah pulau tempat Kabupaten Konawe Kepulauan berada. Pulau Wawonii ditempuh selama 4 jam dengan kapal dari Kendari. Permukiman warga di pulau itu berada di pesisir mengelilingi pegunungan yang berada di tengah pulau. Kebun dan lahan pertanian warga umumnya berada di kaki dan sekitar gunung.
Lukman menegaskan, IUP yang telah diterbitkan tersebut tak mutlak dilaksanakan. Pemegang mutlak IUP adalah rakyat. ”Kalau rakyat menolak pertambangan, IUP dicabut,” kata Lukman.
Ia meyakinkan warga Konawe Kepulauan dan mahasiswa agar tidak meragukan komitmen Pemerintah Provinsi Sultra terkait pencabutan IUP. Bersama Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral serta Kepala Biro Hukum Sekretariat Daerah Sultra, ia mempertaruhkan jabatannya untuk mengawal pencabutan IUP tersebut. Proses itu dipastikan akan melibatkan warga dan mahasiswa.
Lukman menyatakan, Konawe Kepulauan memiliki potensi sumber daya alam nontambang yang bisa dikembangkan, yakni sektor perkebunan, pertanian, dan perikanan. Ketiga sektor tersebut selama ini telah menyejahterakan warga.
Surat pernyataan yang ditandatangani Lukman disiapkan Front Rakyat Sultra Bela Wawonii. Surat pernyataan berisi tiga poin, yakni meminta Gubernur Sultra mencabut semua IUP di Pulau Wawonii dalam 14 hari terhitung dari 14 Maret 2019. Kedua, Gubernur diminta membuat surat keputusan untuk mencabut semua IUP di Pulau Wawonii. Poin terakhir menyebutkan, apabila dua poin awal tak diindahkan, Gubernur mengizinkan demonstrasi dan massa menduduki kantornya.
”Hidup rakyat. Hidup mahasiswa. Hidup Wawonii,” kata para peserta aksi. Mereka lalu bubar dengan tertib pada pukul 14.20 Wita setelah 3,5 jam berunjuk rasa pada hari itu.
Pernyataan yang disampaikan Lukman merupakan langkah maju dari pernyataan Ali Mazi, Senin lalu. Saat itu, ia menyampaikan operasi 15 IUP di Pulau Wawonii dihentikan sementara sembari dievaluasi terkait kelayakan kegiatan pertambangan.
Pencabutan 15 IUP di Konawe Kepulauan merupakan tuntutan warga dan mahasiswa yang terhitung dengan aksi kemarin sudah tiga kali menggelar demonstrasi di Kendari. Saat ini, baru satu perusahaan pemegang IUP yang mau memulai operasi produksi di Desa Roko-roko Raya, Kecamatan Wawonii Tenggara. Sementara pemegang IUP lainnya belum beraktivitas.
Pengembangan sektor perkebunan dan pertanian juga disampaikan Bupati Konawe Kepulauan Amrullah. Secara tata ruang, kabupaten satu pulau itu termasuk pulau kecil yang prioritas pengembangannya untuk pertanian, perikanan, konservasi, dan kepentingan penelitian.
Abaruddin (46), perwakilan warga Kabupaten Konawe Kepulauan yang menyaksikan penandatanganan surat pernyataan itu, senang dengan komitmen pemerintah mencabut IUP. Tujuan perjuangan mereka tercapai.
”Kami tidak butuh tambang. Kami sudah hidup sejahtera dari perkebunan. Kami bisa sekolahkan anak dari hasil perkebunan, seperti kacang mete, cengkih, pala, dan kopra,” ujarnya.