”Food Start Up”, Peluang Pengusaha Kuliner Perluas Usaha
Program Food Startup Indonesia kembali digelar Badan Ekonomi Kreatif tahun ini. Pengusaha kuliner didorong untuk meningkatkan usahanya dengan memperluas akses pasar, bertemu distributor, hingga mendapat investor.
Oleh
Tatang Mulyana Sinaga
·3 menit baca
BANDUNG, KOMPAS — Keterbatasan akses pasar sering menjadi kendala pengusaha rintisan, termasuk usaha kuliner. Mereka kesulitan meningkatkan kapasitas usaha karena keterbatasan jaringan yang menghubungkan pengusaha, distributor, dan pembeli. Hal itu coba dijawab Badan Ekonomi Kreatif melalui program Food Startup Indonesia.
”Dalam kegiatan ini, Bekraf (Badan Ekonomi Kreatif) memfasilitasi pengusaha kuliner yang mempunyai prospek bagus untuk dikembangkan, bertemu dengan investor, distributor, dan pembeli,” ujar Direktur Akses Non-Perbankan Deputi Akses Permodalan Bekraf Syaifullah dalam sosialisasi Food Startup Indonesia (FSI) di Kota Bandung, Kamis (14/3/2019). Lebih dari 200 pengusaha kuliner di Jawa Barat menghadiri acara itu.
Syaifullah mengatakan, industri kuliner berpotensi besar untuk dikembangkan dan berpeluang menyerap banyak tenaga kerja. Apalagi, secara nasional, industri kreatif subsektor kuliner menjadi penyumbang terbesar produk domestik bruto (PDB) yang mencapai 43 persen dari Rp 922 triliun pada 2016. Oleh sebab itu, dibutuhkan ekosistem yang mendukung pelaku usaha.
Selain di Bandung, sosialisasi juga digelar di Kota Medan, Padang, Jakarta, Semarang, Balikpapan, Surabaya, dan Makassar. Sosialisasi diharapkan meningkatkan animo pengusaha untuk mengikuti FSI 2019.
Mereka yang bisa bergabung dalam FSI adalah pelaku usaha kuliner yang memproduksi makanan kemasan, minuman kemasan, teknologi pangan, bahan makanan dan tidak memiliki aplikasi digital untuk memasarkan produknya.
Dalam FSI, pengusaha diminta menjelaskan produk-produk unggulannya yang didaftarkan melalui situ web foodstartupindonesia.com. Pendaftaran dibuka hingga 30 April 2019.
Sebanyak 50 usaha rintisan terpilih akan mengikuti pameran kuliner Kreatifood di Surabaya pada Juli mendatang. Mereka akan bergabung dengan 150 usaha rintisan dari FSI pada edisi sebelumnya yang juga mengikuti pameran ini.
Dalam kegiatan itu, pengusaha rintisan kuliner akan bertemu dengan pembeli. Mereka juga mendapat pelatihan untuk meningkatkan kualitas produknya. Peserta juga akan diminta mempresentasikan produknya di hadapan investor yang terdiri dari masyarakat dan perbankan.
Dalam kegiatan itu, pengusaha rintisan kuliner akan bertemu dengan pembeli. Mereka juga mendapat pelatihan untuk meningkatkan kualitas produknya.
Syaifullah mengatakan, dalam FSI tahun sebelumnya, beberapa investor tertarik dan langsung menawarkan kerja sama saat presentasi.
Jadi, lanjut Syaifullah, selain memperluas pasar dengan cara mengenalkan produk, kegiatan ini juga menjadi peluang bagi pengusaha untuk menarik minat investor. Sebab, selain akses pasar, keterbatasan modal kerap menjadi kendala pengusaha meningkatkan kapasitas produksinya.
Bekraf juga menggulirkan dana bantuan insentif bagi pelaku usaha ekonomi kreatif. Dana hibah diberikan dengan jumlah maksimal Rp 100 juta. ”Akan tetapi, sifatnya kompetisi. Artinya, dari pendaftar dana bantuan insentif itu akan dikurasi dan diseleksi untuk menentukan penerimanya,” ujar Syaifullah.
Jumlah penerima dana bantuan insentif itu tidak menentu setiap tahun. ”Tahun 2017 terdapat 34 pengusaha dan 2018 ada 50 pengusaha. Untuk tahun ini jumlahnya belum dapat ditentukan karena bergantung pendaftar dan proses kurasinya,” lanjutnya.
Banyak manfaat
Peserta FSI 2017, Raka Bagus, mengatakan, banyak manfaat yang diperoleh dari kegiatan itu, mulai dari bimbingan teknis dari mentor, permodalan, hingga akses pasar sampai ke luar negeri.
Raka merupakan pendiri Ladang Lima, usaha kuliner olahan tepung singkong. Pada 2017, penjualan produknya mencapai Rp 3,5 miliar per tahun. Jumlah itu meningkat menjadi Rp 8,5 miliar pada 2018.
”Beberapa pembeli terkoneksi melalui FSI. Tetapi, yang tidak kalah penting, banyak ilmu bisa diperoleh dalam kegiatan ini, salah satunya terkait investasi,” ucapnya.
Hariani (42), peserta sosialisasi FSI asal Bandung, menilai kegiatan itu menjadi kesempatan bagi pengusaha rintisan mengembangkan usahanya. Selama ini, banyak pengusaha kecil dan menengah terkendala terhubung ke pembeli yang lebih luas. Pengusaha rempeyek dan kacang bawang itu juga berharap pemerintah semakin mempermudah akses mendapatkan modal. Menurut dia, ketiadaan agunan menjadi masalah utama pengusaha rintisan memperoleh pinjaman modal dari bank.