JAKARTA, KOMPAS — Kerja sama dengan investor asing yang memiliki keunggulan di pasar global dapat dimanfaatkan untuk membangun daya saing industri dalam negeri. Akan tetapi, Indonesia harus memiliki daya tarik agar investor berminat menanamkan modal.
Tahun lalu, berdasarkan data Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), realisasi penanaman modal asing (PMA) di Indonesia Rp 392,7 triliun. Nilai ini turun 8,8 persen dibandingkan dengan realisasi pada 2017.
Berdasarkan data yang dirilis Bank Dunia, Indonesia ada di peringkat ke-73 dalam Kemudahan Berinvestasi 2019. Khusus untuk memulai bisnis, Indonesia ada di peringkat ke-134.
”Vietnam, misalnya, membuka peluang bagi investor luar ke negeri untuk berinvestasi dengan segala kemudahan,” kata Ketua Umum Himpunan Industri Mebel dan Kerajinan Indonesia (HIMKI) Soenoto di Jakarta, Rabu (13/3/2019).
Soenoto menambahkan, HIMKI mengusulkan penyederhanaan regulasi agar investor tertarik berinvestasi di Indonesia. Kerja sama harus dijalin agar investasi asing yang masuk ke Tanah Air tidak mematikan usaha lokal.
”Harus ada pembagian pekerjaan. Misalnya, ada yang membuat rangka, menganyam, hingga mengampelas. Ada yang memproses akhir produk sesuai permintaan pasar,” ujarnya.
Kementerian Perindustrian mencatat, industri mebel menyumbang 1,36 persen terhadap produk domestik bruto (PDB) industri nonmigas pada 2018. Kinerja ekspor industri mebel Indonesia cenderung naik dalam tiga tahun terakhir.
Nilai ekspor mebel yang pada 2016 sebesar 1,6 miliar dolar AS naik menjadi 1,63 miliar dolar AS pada 2017. Ekspor mebel pada 2018 sebesar 1,69 miliar dollar AS.
Menurut Soenoto, pengenaan sistem verifikasi legalitas kayu (SVLK) ganda, yakni di hulu dan hilir, menggerus daya saing industri mebel Indonesia. ”Hambatan lain adalah regulasi yang menumpuk dan kekurangan bahan baku, contohnya rotan,” ujarnya.
Soenoto meminta pemerintah lebih peduli dalam membendung penyelundupan rotan ke luar negeri. ”Sebuah ironi ketika Indonesia yang memiliki 85 persen rotan dunia justru pelaku industrinya kekurangan bahan baku rotan,” katanya.
Kalah menarik
Sekretaris Jenderal HIMKI Abdul Sobur mengatakan, sejumlah regulasi di Vietnam lebih menarik dibandingkan dengan Indonesia. Akibatnya, banyak investor China yang melirik Vietnam sebagai lokasi baru investasi.
”Secara teknis, perbatasan Vietnam dan China memang berdekatan. Hal ini tentu berkaitan dengan faktor biaya logistik dan lainnya,” katanya.
Abdul Sobur menambahkan, Vietnam juga memiliki upah minimum lebih rendah dan stabil. Keunggulan Vietnam yang juga menarik investor adalah memiliki perjanjian perdagangan bebas dengan salah satu negara tujuan utama pasar mebel dunia, yakni Amerika Serikat.
Keluhan
Saat mengunjungi pameran Indonesia International Furniture Expo (IFEX) di JIExpo Kemayoran, Presiden Joko Widodo mengatakan, ada keluhan pasokan bahan baku yang seret di industri rotan. ”Terutama pascagempa di Sulawesi Tengah. Hal itu ikut mempengaruhi suplai rotan ke industri rotan di Cirebon, Solo, dan tempat lain,” katanya.
Presiden Joko Widodo berharap industri mebel di Indonesia dapat terus tumbuh.
Sehari sebelumnya, saat memberi sambutan di Rapat Koordinasi Nasional Investasi 2019, Presiden menyampaikan, perang dagang China dan AS dapat dimanfaatkan sebab investasi di China mulai goyang dan mencari lokasi baru.
”Saya ngerti, yang berbondong-bondong ingin keluar dari China itu industri mebel. Saya lihat industri produk-produk kayu dari Dongguan, dekat Guangzhou. Tetapi, kenapa berbondong-bondong datangnya ke Vietnam?” tanya Presiden.
Padahal, bahan mentah mebel, mulai dari kayu, bambu, hingga rotan, ada di Indonesia. Menurut Presiden, hal tersebut menunjukkan ada kesalahan yang harus dievaluasi, dikoreksi, dan diperbaiki di Indonesia.
Dalam kesempatan itu, Presiden Joko Widodo mengakui, kualitas desain mebel di Indonesia semakin baik. Namun, peningkatan ekspor mebel masih terhambat sejumlah hal, antara lain regulasi dan ketersediaan bahan baku.
Presiden memastikan akan mengajak pelaku usaha di industri mebel untuk berdiskusi lebih lanjut. Dengan demikian, masalah yang dihadapi dapat diketahui sehingga bisa dicari solusinya. (CAS/INA)