122 Remaja di Jakarta Barat Terlibat Kejahatan Jalanan
Oleh
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Selama tahun 2018 hingga Februari 2019, tercatat sebanyak 122 pemuda berstatus pelajar terlibat dalam aksi kejahatan jalanan di Jakarta Barat. Hal ini dinilai memprihatinkan karena berkaitan dengan adanya konsumsi narkoba di kalangan remaja.
Kepala Kepolisian Resor Metro Jakarta Barat Komisaris Besar Hengki Haryadi, Kamis (14/3/2019) di Jakarta mengatakan, ada 131 kasus kejahatan yang melibatkan pelajar selama tahun 2018 hingga Februari 2019. Dari ratusan kasus, sebagian besar aksi kejahatan mereka lakukan saat dalam pengaruh narkoba.
"Kami menyelidiki alasan kenapa para pemuda tega melukai korban. Dari hasil tes urine, rupanya sebagian besar dari mereka positif (mengonsumsi) narkoba," kata Hengki.
Ia mencontohkan, kasus penusukan di Jalan Daan Mogot, Kebon Jeruk, pekan lalu, yang melibatkan tiga pelaku di bawah umur yang positif mengonsumsi narkoba. Setiap akan beraksi, mereka ternyata mengonsumsi narkoba untuk menghilangkan rasa empati kepada korban.
Pertemuan Kepolisian Resor Metro Jakarta Barat, Komandan Distrik Militer Kota Jakarta Barat, dengan pihak Pemerintah Kota dalam kegiatan Forum Komunikasi Pimpinan Kota, di Kantor Wali Kota Jakarta Barat, Kamis (14/3/2019).Begitu juga saat penangkapan pada 20 Januari dan 5 Februari 2019, ada 16 pemuda yang diketahui mengonsumsi narkoba sebelum beraksi. Ketika dalam pengaruh obat, mereka secara impulsif mengajak anak muda lain untuk tawuran di media sosial.
"Penangkapan polisi tidak membuat mereka jera. Dalam penangkapan bulan lalu, misalnya, ada pemuda yang tergolong sebagai residivis dan masih kembali tawuran ke jalan," tutur Hengki.
Kepala Suku Dinas Pendidikan Kota Jakarta Barat Urip Asih mengatakan, hal ini diantisipasi dengan menjadwalkan jam belajar malam pada pukul 18.00 WIB hingga pukul 20.00 WIB di 144 lokasi. Walau sudah dilakukan, ia akui hal ini belum cukup efektif untuk menangani pemuda yang kerap melakukan kejahatan jalanan.
Pendekatan keluarga
Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia Putu Levina mengatakan, pendekatan kepada pemuda ini mestinya dilakukan dengan melihat latar belakang keluarga terlebih dulu. Dalam sejumlah kasus, mereka yang terlibat tawuran ternyata kurang kasih sayang dari keluarga.
Hal itu dibenarkan oleh Wakil Ketua Bidang Kurikulum SMK 29 PGRI Kebon Jeruk, Rachel Ratu. Di sekolah, ia menemukan tiga siswa yang terlibat tawuran karena minim perhatian keluarga.
"Mereka menyadari kalau tawuran itu salah. Lalu saya dekati secara kekeluargaan, dengan niat agar sekolah bisa menjadi rumah kedua mereka," kata Rachel.
Untuk mengantisipasi siswa yang terlibat kejahatan jalanan, Urip merencanakan adanya kelompok kerja (pokja) bagian keamanan siswa. Pokja ini akan dipimpin seorang guru yang didedikasikan khusus untuk urusan kejahatan jalanan.
"Pokja ini akan berkoordinasi langsung dengan polisi untuk mendekati siswa yang bermasalah dengan tawuran atau narkoba. Pendekatan tetap dilakukan seramah mungkin agar siswa tidak merasa ditekan," kata Urip.