Petugas Kesehatan Berbagi Peran dengan Pengobatan Tradisional
Di desa-desa pedalaman Kalimantan Tengah pengobatan modern harus berbagi peran dengan pengobatan tradisional. Hal itu terjadi karena ketergantungan dengan tanaman-tanaman obat masih tinggi.
Oleh
DIONISIUS REYNALDO TRIWIBOWO
·4 menit baca
PALANGKARAYA, KOMPAS — Di desa-desa pedalaman Kalimantan Tengah, pengobatan modern harus berbagi peran dengan pengobatan tradisional. Hal itu terjadi karena ketergantungan terhadap tanaman obat masih tinggi.
Hal itu diungkapkan Muhamad Abdul Hamid, dokter umum yang bertugas di Tumbang Olong, Kecamatan Uut Murung, Kabupaten Murung Raya, Kalimantan Tengah. Hamid sudah lima tahun berada di desa yang jaraknya 114 kilometer dari ibu kota Murung Raya, Puruk Cahu, dan berjarak 493 kilometer dari Kota Palangkaraya, ibu kota Provinsi Kalteng, itu.
Hamid mengungkapkan, jalan yang rusak menyebabkan akses masuk dan keluar desa itu sangat sulit dilalui. Banyak cerita pasien yang meninggal di jalan saat hendak dibawa ke rumah sakit. Selain itu, selama bertahun-tahun tak ada petugas kesehatan yang bertugas di desa tersebut.
”Di tempat itu kepercayaan terhadap alam tinggi. Awal bekerja di sana, saya tidak sepenuhnya diterima, tetapi sebenarnya cara pengobatannya yang belum diterima,” kata Hamid saat ditemui di kantor Dinas Kesehatan Provinsi Kalteng, Palangkaraya, Rabu (13/3/2019).
Hamid menceritakan pengalamannya mengobati warga yang tinggal di desa tersebut saat menemui seorang pasien yang ia duga terkena stroke.
”Menurut penduduk, itu diguna-guna. Kalau pengamatan saya, itu stroke. Namun, saat datang ke rumahnya, saya persilakan damang atau mantir adat untuk memeriksanya terlebih dahulu,” ungkap Hamid.
Hamid khawatir, kalau terlalu bersikeras bahwa penyakit tersebut tak ada hubungannya dengan hal gaib, ia akan ditolak penduduk. Pengalaman seperti itu sudah dialami petugas kesehatan yang pernah bertugas di desa tersebut sebelumnya.
”Setelah diperiksa damang atau mantir, baru kami masuk dan memeriksa pasien. Memberikan obat seperti biasa, meskipun saya tahu ia juga diberi ramuan yang sudah dibuat para damang, sebagian malah menggunakan ritual tertentu,” tutur Hamid.
Salah seorang peneliti tanaman obat dari Borneo Nature Foundation asal India, Siddarth Badri, dalam jurnalnya, ”Protecting Dayak Medicinal Knowledge in the Midst of Modernization”, menuliskan, zaman dahulu orang Dayak hanya memercayai damang untuk melakukan pengobatan tradisional. Kemampuan ini jarang dimiliki oleh orang Dayak lain selain damang.
Kemampuan spiritual orang Dayak juga diukur melalui seberapa besar keahlian mereka meracik tanaman obat. Dengan begitu, ada kepercayaan tingkat jiwa mereka, atau yang biasa disebut gana, meningkat (Siddarth Badri, 2018).
Empat fungsi
Badri juga menuliskan, pada dasarnya semua jenis tanaman di hutan hujan tropis Kalteng memiliki empat fungsi, yakni fungsi spiritual, obat-obatan, makanan, dan kegiatan perkakas atau infrastruktur. Hal itu yang membuat hutan sangat berarti dalam kehidupan masyarakat Dayak.
Kepala Bidang Sumber Daya Kesehatan Dinas Kesehatan Provinsi Kalteng Ayonni Rizal mengungkapkan, tanaman obat selalu menjadi perhatian pemerintah di bawah dinas kesehatan. Meskipun demikian, penelitian terhadap tanaman obat belum optimal.
”Proses panjangnya itu terjadi karena saat diteliti, fasilitas di Palangkaraya belum lengkap. Bahan penelitian selalu dikirim ke Jakarta atau kota besar lainnya di luar Kalimantan,” ungkap Ayonni.
Kami bangun gudangnya, itu juga untuk pengembangan ekonomi masyarakat karena konsumsi masyarakat terhadap tanaman obat tinggi.
Saat ini, tambah Ayonni, pihaknya sudah mengeluarkan beberapa kebijakan untuk mengembangkan tanaman obat. Salah satunya dengan membentuk tim lintas sektor untuk mengembangkan dan menyosialisasikan tanaman obat.
”Kami bangun gudangnya, itu juga untuk pengembangan ekonomi masyarakat karena konsumsi masyarakat terhadap tanaman obat tinggi,” kata Ayonni.
Berdasarkan penelitian Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia pada tahun 2007 di 11 desa yang berada di sekeliling Taman Nasional Sebangau, meliputi Kabupaten Pulang Pisau dan Kapuas, terdapat 147 jenis tanaman obat yang digunakan warga desa. Dari paparan penelitian itu, di setiap desa, jenis tanaman yang sama memiliki cara pengolahan dan pemahaman khasiat yang berbeda.
Contohnya bawang Dayak. Warga di Desa Tumbang Runen, Kabupaten Katingan, memiliki pemahaman bawang ini digunakan utntuk menyembuhkan luka dengan cara menumbuk dan mencampurnya dengan gula pasir lalu dioleskan di luka. Sementara di Pulang Pisau, bawang dijadikan teh dengan diseduh untuk menurunkan kolesterol.
Ketua Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Universitas Palangka Raya, Aswin Usup, menjelaskan, sudah banyak upaya yang dilakukan untuk meneliti tanaman obat. Sedikitnya terdapat 75 jenis yang sudah diidentifikasi dan efektif digunakan untuk obat tradisional.
”Butuh keseriusan dan komitmen semua pihak, khususnya anggaran,” kata Aswin di Palangkaraya, Minggu (3/3/2019).