Perguruan Tinggi Harus Berani Dobrak Kebiasaan Lama
Guna mendukung pengembangan kompetensi di era revolusi industri 4.0, Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi membebaskan nomenklatur program studi. Namun, sejumlah perguruan tinggi negeri dianggap resisten. Regulasi untuk mengantisipasi hal itu tengah disiapkan.
Oleh
ADITYA PUTRA PERDANA
·3 menit baca
SEMARANG, KOMPAS - Guna mendukung pengembangan kompetensi di era revolusi industri 4.0, Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi membebaskan nomenklatur program studi. Namun, sejumlah perguruan tinggi negeri dianggap resisten. Regulasi untuk mengantisipasi hal itu tengah disiapkan.
Menristekdikti Mohamad Nasir mengatakan, kini sudah ada sekitar 100 program studi (prodi) baru yang sesuai dengan kebutuhan industri saat ini. Di antaranya, supply chain management, manajemen logistik, dan smart technology. Sebagian besar ada di perguruan tinggi swasta. Prodi baru dari perguruan tinggi negeri masih minim.
"Biasanya, PTN resisten terhadap perubahan. Segera saya akan bertemu sejumlah rektor untuk membahas regulasinya," kata Nasir di sela-sela kuliah umum "Dampak Revolusi Industri 4.0" di kampus Fakultas Ekonomika dan Bisnis (FEB) Universitas Diponegoro Semarang, Jawa Tengah, Rabu (13/3/2019).
Nasir menjelaskan, pertemuan dengan rektor itu sekaligus membicarakan apa yang diinginkan dan dihadapi PTN. Diharapkan, nantinya dapat menemui titik temu yang sesuai dengan harapan pemerintah, yakni melakukan perubahan guna menyesuaikan kebutuhan industri di era saat ini.
Bahkan, menurut Nasir, sejumlah rektor PTN meminta disiapkan regulasi untuk menata prodi baru. "Karena (PTN) ini aset pemerintah, ada ketakutan untuk melakukan perubahan atau takut hilang kesempatan. Pada pertemuan nanti, akan dibicarakan regulasi seperti apa yang diperlukan," katanya.
Nasir menambahkan, perguruan tinggi harus berani melakukan terobosan dan mendobrak kebiasaan-kebiasaan lama. Itulah jalan untuk menyesuaikan diri dengan revolusi industri 4.0.
Apabila tak mengikuti perkembangan, maka akan digilas teknologi. "Itu sudah hukum alam. Sebab, negara pemenang bukan karena jumlah penduduknya, tetapi karena memiliki inovasi dan teknologi. Menghadapi semua itu, perguruan tinggi dituntut untuk berubah," kata Nasir.
Hal itu, kata Nasir, juga upaya untuk meningkatkan angka partisipasi kasar (APK) PT di Indonesia. Saat ini, APK PT di Indonesia hanya 34,58 persen dengan jumlah total sekitar 7,5 juta mahasiswa (15 persen vokasi) di 4.700 PT. Di Malaysia, APK PT sudah mencapai lebih dari 38 persen, Singapura (78 persen), dan Korea Selatan bahkan 92 persen.
Wakil Rektor II Undip, Darsono mengemukakan, terobosan dan inovasi penting dan terus dilakukan, termasuk FEB yang telah berusia 59 tahun. FEB kini telah memiliki laboratorium keuangan Bloomberg, yang menunjang proses belajar mengajar dan penelitian bagi mahasiswa dan dosen.
Hal tersebut, menurut Darsono, dilakukan melalui upaya keras, demi peningkatan daya saing di tingkat global. "FEB salah satu pendorong kemajuan universitas, baik dari akreditasi internasional maupun nasional yang nantinya diharapkan akan menjadi kampus kelas dunia” ucap Darsono.
Sementara itu, Wakil Rektor Bidang Akademik Universitas Nasional, Iskandar Fitri, menuturkan, dalam menghadapi revolusi industri 4.0, pembentukan karakter menjadi tugas utama. "Apabila itu sudah terlaksana, transfer pengetahuan akan lebih mudah," ucap Iskandar.