Penggunaan Energi Terbarukan Dinilai Mendesak bagi PLN
Oleh
Maria Clara Wresti
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) dinilai perlu segera beralih dari bahan bakar fosil ke sumber energi baru terbarukan. Apabila tidak, perusahaan berpotensi kesulitan akibat semakin mahalnya bahan bakar.
Demikian benang merah dari diskusi Kebijakan dan Tantangan Bisnis di Bidang Ketenagalistrikan 2019-2024 yang diselenggarakan oleh Majelis Nasional Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (KAHMI) dan Badan Pengurus Pusat Himpunan Pengusaha Korp Alumni (Hipka) di Jakarta, Selasa (12/3/2019).
Ketua Umum Masyarakat Energi Terbarukan Indonesia Surya Darma berpendapat, selama ini energi terbarukan belum banyak digunakan sebagai sumber pembangkit. Kesan yang ditampilkan adalah energi terbarukan lebih mahal daripada energi fosil.
Padahal, jika energi fosil habis, industri tidak akan jalan. ”Selama ini kita lebih memanfaatkan bahan bakar fosil karena lebih murah. Padahal, energi fosil bisa murah karena disubsidi. Jika energi terbarukan disubsidi, tentu juga bisa sama murah. Jadi ada ketidakadilan di sini,” kata Surya.
Selain itu, penggunaan batubara saat ini terlalu berlebihan. Pemerintah merencanakan produksi batubara sebesar 400 juta ton per tahun. Dengan perencanaan itu, batubara kita akan habis pada 2047.
”Namun, kenyataannya produksi batubara tahun 2018 mencapai 460 juta ton. Jika pemerintah tidak disiplin pada perencanaannya dan membiarkan batubara diproduksi secara besar-besaran, sebelum tahun 2047 kita akan mengimpor batubara. Itu artinya beban PLN akan semakin mahal,” kata Surya.
Seperti diketahui, pada 2018 utang PLN mencapai Rp 543 triliun pada triwulan III-2018. Padahal, tahun 2017 jumlah utang PLN hanya Rp 465 triliun. Ekuitas yang dimiliki pun mengalami penurunan. Jika tahun 2017 jumlah ekuitas mencapai Rp 869 triliun, pada triwulan III-2018 jumlah ekuitasnya mencapai Rp 843 triliun.
Direktur Pembinaan Program Ketenagalistrikan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Laode Sulaeman mengakui, saat ini PLN masih menggunakan batubara sebagai sumber energi utamanya. Jumlahnya mencapai 50 persen. Sementara penggunaan energi terbarukan belum besar, yakni baru 12 persen tahun 2017. PLN menargetkan, pada 2025 pemakaian sumber energi terbarukan mencapai 23 persen.
Selain meningkatkan penggunaan energi terbarukan, PLN juga menghadapi tantangan untuk meningkatkan konsumsi listrik di rumah tangga dan industri. Selain itu, PLN juga mempunyai tugas untuk menjaga ketahanan energi, akses mendapatkan energi, dan energi yang berkelanjutan.
”Saat ini konsumsi listrik per kapita baru mencapai 1.100 kWh per kapita per tahun. Sementara di Singapura, konsumsi listriknya sudah mencapai 8.000 kWh per kapita,” kata Laode.
Regulasi mengenai harga listrik harus diubah agar menarik bagi swasta.
Sementara Direktur Utama PT Geo Dipa Energi (Persero) Riki Firmandha Ibrahim mengatakan, bisnis penyediaan listrik di kalangan swasta masih belum terlalu menarik karena harga listrik ditentukan oleh pemerintah. Pihaknya sebagai perusahaan milik negara bisa menyediakan listrik karena mendapat jaminan dari pemerintah sehingga memudahkan untuk berbisnis.
”Kami mendapatkan fasilitas bunga hanya 1 persen. Kalau swasta tidak mendapat jaminan seperti itu, jadi mereka akan menjerit untuk berbisnis listrik,” kata Riki.
Menurut Riki, regulasi mengenai harga listrik harus diubah agar menarik bagi swasta. ”Biar lebih banyak pemain di bidang listrik, tidak hanya BUMN. Dengan demikian, elektrifikasi ke seluruh negeri akan bisa dicapai dan lebih ketahanan energi lebih kuat,” tegas Riki.