Aplikator Memerangi Kecurangan Angkutan dalam Jaringan
Oleh
Pascal S Bin Saju
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kecurangan (fraud) dalam bisnis angkutan dalam jaringan menyebabkan perusahaan merugi hingga jutaan dollar Amerika Serikat. Perusahaan pun terus memerangi kecurangan dengan memaksimalkan penggunaan basis data, pembelajaran mesin, dan kecerdasan buatan.
”Di bidang transportasi daring, pelaku kejahatan ini menggunakan berbagai teknik, mulai dari menyalahgunakan insentif, memakai GPS (global positioning system) palsu, sampai menggunakan aplikasi palsu,” kata Head of Trust, Identity, and Safety Grab Wui Ngiap Foo, Rabu (13/3/2019), di Jakarta.
Studi bertajuk ”Southeast Asia Fraud Benchmark Report 2018” oleh perusahaan teknologi Cybersource menyatakan, bisnis digital di Asia Tenggara rata-rata kehilangan 1,6 persen dari pendapatan mereka selama 2018 karena kecurangan digital. Di Indonesia, tingkat kecurangan dua kali lebih tinggi, yakni mencapai 3,2 persen.
Mengutip studi Grab, 61 persen mitra pengemudi ojek dan taksi daring di Indonesia mengetahui mitra pengemudi lain yang pernah melakukan tiga kecurangan tersebut. Sekitar 80 persen mitra pengemudi menyatakan pernah memalsukan perjalanan setidaknya sekali dalam seminggu. ”Kerugian akibat kecurangan mencapai jutaan dollar AS,” kata Wui Ngiap.
Sekitar 80 persen mitra pengemudi menyatakan pernah memalsukan perjalanan setidaknya sekali dalam seminggu.
Dengan ketiga teknik tersebut, mitra pengemudi berlaku curang dengan memalsukan perilakunya untuk terlihat menyelesaikan banyak pesanan demi mendapatkan insentif.
Pada Februari 2019, misalnya, Polda Metro Jaya menangkap empat pelaku ”order fiktif” yang bisa memproses 24 pesanan dengan keuntungan Rp 10 juta per hari. Tiap pelaku yang adalah mitra Go-Jek itu memiliki 30 akun penumpang palsu (Kompas.id, 13 Februari 2019).
Presiden Grab Indonesia Ridzki Kramadibrata mengatakan, kepercayaan terhadap sistem Grab jauh lebih mahal daripada kerugian perusahaan. Grab telah diunduh 138 juta pengguna yang dilayani 9 juta mitra pengemudi. Jumlah perjalanan telah mencapai 3 miliar sejak perusahaan itu didirikan pada 2012.
”Grab juga sudah menjadi super app untuk segala keperluan sehari-hari pengguna. Sekarang, Grab juga sudah jadi decacorn pertama di Asia Tenggara. Karena itu, kepercayaan dan keamanan bagi pengguna, mitra, dan perusahaan mitra strategis kami sangat penting,” kata Ridzki.
Selama beberapa tahun terakhir, Grab berinvestasi pada infrastruktur pencegahan kecurangan dengan bekerja sama dengan beberapa perusahaan, seperti Google, Facebook, dan Microsoft. Di samping itu, Grab membangun sistem waktu nyata (real time) dengan berbagai tolok ukur untuk mendeteksi pengguna akun yang baik dan curang melalui pembelajaran mesin (machine learning) dan kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI).
Mengutip studi Spire Research and Consulting, kata Ridzki, sistem tersebut membantu menurunkan tingkat kecurangan pada Grab hingga kurang dari 1 persen. Kecurangan lebih tinggi di pihak kompetitor, sekitar 30 persen.
Wui Ngiap menambahkan, jutaan transaksi setiap hari yang diproses Grab dapat dipelajari sistem anti-kecurangan tersebut. Dari basis data yang diproses setiap hari, Grab menciptakan sistem pencegahan dan pendeteksi tindak kecurangan, yaitu Grab Defence. Grab Defence telah digunakan oleh OVO dan Kudo sebagai mitra Grab, serta akan ditawarkan pula kepada mitra-mitra lainnya.
”Kami sudah berhasil membangun basis data siapa saja pengguna yang baik dan curang. Karena itu, kami bisa membantu perusahaan-perusahaan mitra strategis kami untuk tidak merugi,” katanya.
Sementara itu, Vice President Corporate Affairs Go-Jek Michael Reza Say mengatakan, akan selalu ada oknum di kalangan mitra pengemudi yang berusaha mengambil keuntungan melalui fraud. Karena itu, pihaknya melaksanakan berbagai kampanye di kalangan mitra pengemudi dan membuka ruang pelaporan praktik pemesanan palsu. Kerja sama dengan kepolisian juga dijalin.
Akan selalu ada oknum di kalangan mitra pengemudi yang berusaha mengambil keuntungan melalui fraud.
Michael tidak dapat mengungkap jumlah pelanggaran ataupun kerugian Go-Jek akibat kecurangan. Namun, ia menilai, mitra pengemudi yang jujur dan pelangganlah yang paling dirugikan. Untuk mengatasinya, Go-Jek menyiapkan tim anti-kecurangan dan sistem algoritma AI yang dibangun sendiri.
”Sistem ini akan mendeteksi dan mencegah order fiktif dan penggunaan GPS palsu dengan cepat, bahkan sebelum order tersebut diterima akun mitra pengemudi. Sistem kami juga bisa membekukan secara otomatis akun driver dan pelanggan yang terlihat sering membuat order yang sama berulang-ulang,” kata Michael.
Kolaborasi
Kepala Subdirektorat Penyidikan Kementerian Komunikasi dan Informatika Teguh Arifiyadi mengatakan mengatakan, kecurangan dan penipuan akan selalu ada dalam platform yang melayani transaksi elektronik. Karena itu, dibutuhkan kolaborasi antarplatform untuk mengatasi kecurangan.
Teguh mengingatkan, kerugian dari transaksi di aplikasi angkutan daring memang tidak seberapa. Namun, kepercayaan konsumen terhadap transaksi digital menjadi taruhan.
”Tidak ada istilah zero fraud dalam transaksi elektronik. Kita harus terus khawatir. Dalam bisnis, perusahaan boleh bersaing. Namun, kalau masalah fraud, semua harus bekerja sama. Kita harus berbagi pengetahuan untuk menemukan solusi yang bisa diterapkan secara multiplatform,” kata Teguh. (KRISTIAN OKA PRASETYADI)