JAKARTA, KOMPAS — Produksi bijih tambang PT Freeport Indonesia selama empat tahun mendatang diprediksi menurun dari potensi yang bisa diperoleh. Penurunan tersebut terjadi karena ini terjadi selama masa peralihan dari tambang terbuka ke bawah tanah. Direksi PT Freeport Indonesia memprediksi produksi batuan yang mengandung mineral itu baru kembali optimal tahun 2023.
Presiden Direktur PT Freeport Indonesia Clayton Allen Wenas mengatakan, produksi bijih tambang diperkirakan 41 juta ton pada 2019. Produksi itu berasal dari 14 juta ton cadangan bijih di permukaan tambang terbuka dan 28 juta ton cadangan bijih di tambang bawah tanah Grasberg, Papua, yang mulai beroperasi.
”Pada 2020, cadangan bijih di permukaan sudah habis. Produksi sepenuhnya akan berasal dari tambang bawah tanah sebesar 38 juta ton,” kata Clayton saat berkunjung ke Redaksi Harian Kompas di Jakarta, Selasa (12/3/2019).
Sejalan dengan aktivitas penambangan bawah tanah, produksi tambang bawah tanah Grasberg akan meningkat secara bertahap. Pada tahun 2021, direksi memproyeksikan produksi bijih hingga 58 juta ton. Pada tahap berikutnya, produksi akan mulai mencapai jumlah normal sebesar 78 juta ton pada 2022.
Adapun produksi tambang bawah tanah Grasberg akan mencapai puncak hingga 80 juta ton per tahun selama 2023-2041. Sementara izin usaha pertambangan khusus (IUPK) Freeport berakhir pada 2041.
Produksi tambang bawah tanah Grasberg akan mencapai puncak hingga 80 juta ton per tahun selama 2023-2041.
Sejak ditambang pada 1991, Grasberg telah menghasilkan 1,3 miliar ton bijih yang mengandung tembaga, emas, dan perak. Jumlah ini belum memasukkan volume tanah lapisan penutup dan batuan ikutan yang bisa mencapai tiga kali lipat dari bijih yang diproduksi (Kompas, 12/3/2019).
Clayton melanjutkan, Freeport Indonesia akan memperoleh laba bersih sebesar 35 miliar-40 miliar dollar AS atau setara Rp 498,7 triliun-Rp 570 triliun. Besaran laba itu bergantung pada kestabilan harga komoditas tembaga.
”Dengan kepemilikan saham Inalum, pemerintah dapat memperoleh sekitar 20 miliar dollar AS dari laba bersih yang diterima hingga 2041,” katanya.
PT Indonesia Asahan Aluminium (Persero) atau Inalum merupakan perusahaan milik negara yang bergerak di bidang peleburan aluminium. Inalum memegang 51,23 persen saham di Freeport Indonesia sejak 21 Desember 2018. Sementara Freeport McMoran Inc memegang 48,77 persen saham di PT Freeport Indonesia.
Secara terpisah, Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Piter Abdullah Redjalam menyampaikan, penurunan produksi selama masa peralihan dapat berdampak terhadap penerimaan negara.
”Namun, penerimaan negara akan jauh lebih besar setelah masa peralihan dibandingkan sebelum Freeport diakuisisi Inalum,” ucapnya.
Tambang bawah tanah
Clayton menyebutkan, Freeport telah berinvestasi sebesar 6 miliar dollar AS untuk membangun tambang bawah tanah Grasberg. Selanjutnya, Freeport akan menambah investasi sebesar 20 miliar dollar AS secara bertahap.
Freeport akan menambah investasi sebesar 20 miliar dollar AS secara bertahap.
”Kami akan investasi lebih dari 1 miliar dollar AS pada 2020. Setelah itu, rata-rata investasi sebesar 1 miliar dollar AS per tahun hingga 2041. Jadi, total akan mencapai 20 miliar,” katanya.
Juru bicara Freeport Indonesia, Riza Pratama, menambahkan, pengembangan tambang bawah tanah tidak memengaruhi jumlah tenaga kerja di perusahaan. Karyawan diberi keterampilan tambahan terkait penambangan bawah tanah yang lebih kompleks daripada penambangan di area terbuka.