JAKARTA, KOMPAS — Menjelang kurang dari satu bulan pengoperasiannya, DPRD DKI dan Pemprov DKI belum selesai membahas subsidi tarif moda raya terpadu (MRT) Jakarta. Meski pembahasan molor, DPRD mengupayakan agar MRT bisa beroperasi tepat waktu.
Berdasarkan jadwal yang ada, seharusnya pada Selasa (12/3/2019) diadakan rapat gabungan antara Komisi C DPRD, Komisi B DPRD, dan Pemprov DKI. Namun, rapat gabungan tersebut dibatalkan karena ada pembahasan yang belum selesai di tiap komisi.
Sekretaris Komisi C DPRD James Arifin mengatakan, pembahasan teknis pemberian subsidi tarif MRT masih menjadi perdebatan di komisi masing-masing yang menangani. Selain itu, lanjutnya, Pemprov DKI belum memaparkan secara rinci berapa jumlah penumpang yang harus disubsidi tiap hari.
”Masih ada perdebatan terkait apakah subsidi ini akan diberikan kepada warga Jakarta saja atau kepada seluruh penumpang. Karena, kan, pengguna MRT nantinya bukan hanya warga Jakarta,” ujarnya di Kantor DPRD DKI, Jakarta.
Selain itu, James mengatakan, subsidi ini merupakan piutang yang harus dikembalikan lagi oleh pemprov jika MRT telah beroperasi. Ia mempertanyakan terkait skema pengembalian subsidi tersebut.
”Kami juga tidak ingin ada pembengkakan subsidi seperti ketika pembahasan Transjakarta waktu itu karena subsidinya mencapai Rp 3,2 triliun ketika itu,” ucapnya.
Oleh karena itu, James ingin agar pembahasan subsidi tarif ini bisa diselesaikan dahulu di komisi masing-masing. Ia juga menjamin agar pengoperasian MRT tidak terhambat karena molornya pembahasan tarif ini. Berdasarkan jadwal, pada akhir Maret, MRT akan diresmikan dan mulai dioperasikan secara komersial.
”Sebenarnya rapat tiap komisi bisa diselesaikan dalam waktu 1-2 hari saja. Akan kami usahakan secepatnya agar tidak mengganggu jadwal pengoperasian,” ujarnya.
Sementara itu, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan masih enggan untuk membahas kelanjutan tarif MRT. Sebelumnya Pemprov DKI mengusulkan tarif MRT sebesar Rp 10.000. Jika belum disubsidi, tarifnya di kisaran Rp 18.000-Rp 20.000. ”Nanti kami tunggu hasil finalnya dengan anggota Dewan,” katanya di Balai Kota Jakarta.
Ketua Dewan Transportasi Kota Jakarta (DTKJ) Iskandar Abubakar menjelaskan, dengan memperhatikan kemampuan membayar masyarakat, penentuan tarif sebesar 12 persen dari UMR. Dengan demikian, usulan tarif dari DTKJ untuk kereta ringan (LRT) adalah Rp 10.800 dan untuk MRT sebesar Rp 12.000.
Menurut Iskandar, jika tarif MRT semakin murah, pelayanannya bisa jadi tidak optimal. Padahal, MRT dibangun agar bisa digunakan masyarakat kalangan bawah, menengah, hingga atas.
”Target awal MRT ini dibangun agar masyarakat bisa beralih dari transportasi pribadi ke transportasi umum. Apabila pelayanannya terkesan kumuh, apakah mau masyarakat kalangan atas menggunakan MRT?” ujarnya.
Iskandar menambahkan, sejumlah pertimbangan tarif memang harus diperhatikan agar MRT bisa digunakan semua kalangan dan mencapai target jumlah penumpang.
Ia berharap, dari tarif Rp 10.000, masyarakat hanya perlu membayar satu kali dengan moda transportasi yang terintegrasi.