Dugaan Penebangan Ilegal di Perbatasan Sumsel-Jambi Segera Diselidiki
Oleh
Rhama Purna Jati
·4 menit baca
KOMPAS/RHAMA PURNA JATI
Kepala Kepolisian Daerah Sumatera Selatan Inspektur Jenderal Zulkarnain Adinegara.
PALEMBANG,KOMPAS—Kepolisian Daerah Sumatera Selatan akan menyelidiki dugaan praktik penebangan hutan ilegal di perbatasan Sumatera Selatan-Jambi. Kesatuan Pengelolaan Hutan Meranti I juga akan memanggil PT Restorasi Ekosistem Indonesia untuk berkoordinasi terkait adanya dugaan praktik tersebut dan meningkatkan pengamanan di kawasan tersebut.
Kepala Kepolisian Daerah Sumatera Selatan Inspektur Jenderal Zulkarnain Adinegara, Selasa (12/3/2019) di Palembang mengatakan pihaknya belum mengetahui adanya penebangan liar di perbatasan Sumsel-Jambi. Pengungkapan kasus penebangan liar dan pendistribusian kayu dari kawasan hutan terakhir kali terjadi pada April 2018 lalu.
Saat itu, sekitar 1.848 batang kayu ditemukan mengambang di perairan Desa Mendis Jaya Dusun I, Kecamatan Bayung Lencir, Kabupaten Musi Banyuasin. Setelah pengungkapan itu, tidak ada lagi kasus besar yang diungkap. “Saya akan menginstruksikan Polair Polda Sumsel, dan Polres Musi Banyuasin untuk menyelidiki kasus ini,” tegas Zulkarnain.
Zulkarnain menegaskan, pihaknya tidak akan main-main dalam menyelidiki kasus itu, pasalnya penebangan hutan akan berdampak pada kerusakan lingkungan. “Saya sangat alergi dengan kejahatan seperti ini. Saya akan selidiki kasus itu,”kata Zulkarnain.
Seperti diketahui, pembalakan ribuan meter kubik kayu dari hutan-hutan alam di perbatasan Jambi dan Sumsel kembali tak terkendali. Minimnya pengawasan dan penegakan hukum membuat para cukong leluasa mengalirkan kayu sepanjang sungai-sungai yang melintasi hutan. Sebagian besar kayu dicuri dari kawasan Hutan Harapan di Jambi yang keragaman vegetasinya masih kaya. Pembalakan pun merambah ke hutan-hutan di sekitarnya, Kompas, (11/3/2019).
Zulkarnain menegaskan pihaknya akan membangun pola khusus untuk menyelidiki kasus itu agar pelaku dapat segera ditangkap. “Saat pengungkapan 1.848 batang kayu illegal, kami tidak berhasil menangkap pelakunya. Kami akan melakukan patroli secara khusus sehingga pelaku dapat segera ditangkap,” ucapnya.
Dalam waktu dekat, pihaknya juga akan memeriksa operasional pengolahan kayu (sawmill) di sekitar kawasan hutan dan memeriksa legalitasnya. “Apabila tidak ditemukan dokumen resmi tentu akan saya tindak. Tidak hanya pelakunya diproses hukum, tetapi juga industrinya akan saya tutup,” tegas Zulkarnain. Pihaknya akan melibatkan saksi ahli dari Dinas Kehutanan dan Lingkungan Hidup untuk mengungkap kasus ini.
Kepala Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) Wilayah I Meranti, Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Selatan, Wan Kamil mengatakan pihaknya akan mengundang PT Restorasi Ekosistem Indonesia (Reki) untuk mengetahui sejauh mana upaya mereka mengamankan kawasan hutan yang mereka kelola. Oleh karena perusahaan telah mendapat izin pengelolaan, otomatis pengamanan hutan menjadi tanggung jawab pemegang izin.
Oleh karena perusahaan telah mendapat izin pengelolaan, otomatis pengamanan hutan menjadi tanggung jawab pemegang izin. (Wan Kamil)
Kalaupun ada kendala dalam hal pengamanan, pemerintah pasti akan membantu. “Kalau kayu itu berasal dari PT Reki, itu merupakan tanggung jawab mereka, pemerintah hanya boleh mendukung, bukan mengambil alih,” kata Kamil.
Kamil mengatakan, dari total luas KPH Wilayah I Meranti yang mencapai 244.000 hektar, sekitar 185.000 hektar telah dikelola oleh enam perusahaan. Sisanya dikelola oleh masyarakat walau pengelolaannya belum optimal.
Untuk itu, lanjut Kamil, pihaknya tengah mendorong agar kelompok masyarakat mendapatkan legalitas sehingga pengelolaannya bisa lebih optimal.
Kamil mengakui, sampai saat ini memang masih ada sekitar enam industri pengolahah kayu di kawasan Meranti. Namun lokasi industri tidak berada di pinggir sungai tetapi di darat. Dirinya pun belum mengetahui keterkaitan antara kayu yang ada dengan keenam industri pengolahan kayu tersebut.
KOMPAS/IRMA TAMBUNAN
Ribuan batang kayu hasil curian dari sejumlah hutan alam tersisa di perbatasan Jambi dan Sumatera Selatan dialirkan lewat jalur air. Kayu selanjutnya dipasok ke usaha-usaha penampungan dan pengolahan kayu di bagian hilir sungai. Aliran kayu di Sungai Meranti, Jumat (8/3/2019).KOMPAS/IRMA TAMBUNAN (ITA)08-03-2019
Adapun Kepala KPH Lalan Mendis Salim Jundan menyangkal kayu tersebut berasal dari kawasan Hutan Lalan Mendis di Musi Banyuasin. Menurut dia, sejak tahun 2017, penyelundupan kayu illegal sudah jauh menurun. “Memang sebelumya masih ada praktik tersebut, biasanya kayu dialirkan melalui sungai karena jalur itumerupakan satu-satunya jalur pengiriman kayu,” kata dia.
Namun, saat ini, sebagian besar kawasan KPH Lalan Mendis seluas 320.000 hektar sudah dikelola oleh perusahaan. Ada enam perusahaan yang memegang izin pengelolaan di kawasan ini. “Jadi, penyelundupan kecil kemungkinan terjadi,” ucap Salim.
Salim mengatakan dengan luas itu, pengamanan tidak akan mencukupi jika dilakukan sendiri. “Saat ini, personel pengamanan hanya 11 orang, sulit untuk mengamankan area seluas itu sendiri. Belum lagi peralatan dan dana operasional yang terbatas,” ungkapnya.
Pada tahun 2017, tim gabungan dari TNI/Polri, Petugas Penegakan Hukum Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), dan Polisi Kehutanan telah bekerjasama melakukan penindakan terhadap sawmill yang masih beroperasi. “Saat ini tidak ada lagi sawmill yang beroperasi,” kata Salim.