Butuh Upaya Komprehensif untuk Turunkan Kasus Tuberkulosis
Butuh upaya komprehensif untuk menurunkan jumlah kasus tuberkulosis secara signifikan. Upaya itu mencakup pencarian orang yang diduga tertular tuberkulosis, pengobatan pasien hingga sembuh, serta pencegahan penularan. Upaya komprehensif itulah yang kini sedang dilakukan.
Oleh
HARIS FIRDAUS
·4 menit baca
SLEMAN, KOMPAS –Butuh upaya komprehensif untuk menurunkan jumlah kasus tuberkulosis secara signifikan. Upaya itu mencakup pencarian orang yang diduga tertular tuberkulosis, pengobatan pasien hingga sembuh, serta pencegahan penularan. Selain itu, dibutuhkan juga kerja sama lintas sektor karena penularan tuberkulosis juga berkait dengan aspek di luar kesehatan, misalnya sosial, ekonomi, dan pendidikan.
Upaya komprehensif itulah yang saat ini diinisiasi Pusat Kedokteran Tropis Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan (FKKMK) Universitas Gadjah Mada (UGM) melalui program Zero Tuberculosis Yogyakarta. Program itu dijalankan di dua kabupaten/kota di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), yakni Kota Yogyakarta dan Kabupaten Kulon Progo.
“Kita akan melakukan upaya yang komprehensif untuk menemukan (pasien tuberkulosis), mengobati, dan mencegah penularan tuberkulosis,” kata Koordinator Zero Tuberculosis Yogyakarta, Rina Triasih, dalam soft launching Zero Tuberculosis Yogyakarta, Selasa (12/3/2019), di kampus FKKMK UGM, Kabupaten Sleman, DIY.
Berdasarkan laporan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) tahun 2018, jumlah penderita tuberkulosis di Indonesia diperkirakan mencapai 842.000 orang. Pada tahun 2030, Indonesia menargetkan kasus tuberkulosis bisa turun sebesar 80 persen dan kematian akibat tuberkulosis turun 90 persen bila dibandingkan kondisi tahun 2014.
Menurut Rina, sejumlah pihak telah melakukan berbagai upaya untuk menurunkan kasus tuberkulosis. Namun, upaya-upaya tersebut belum mencapai hasil maksimal. Kondisi itu dinilai terjadi karena upaya penanggulangan tuberkulosis belum dilakukan secara komprehensif, masif, dan intensif.
Kondisi itulah yang membuat Pusat Kedokteran Tropis FKKMK UGM menginisiasi program Zero Tuberculosis Yogyakarta. Rina menuturkan, program itu akan mencakup upaya untuk menemukan penderita tuberkulosis, melakukan pengobatan kepada pasien hingga sembuh, serta memberikan pengobatan pencegahan kepada mereka yang rentan tertular tuberkulosis. “Saat ini, pengobatan pencegahan sering diabaikan,” katanya.
Padahal, pengobatan pencegahan penting diberikan kepada orang-orang yang berisiko tinggi tertular tuberkulosis. Salah satu kelompok yang berisiko tertular tuberkulosis adalah orang-orang yang memiliki anggota keluarga dengan penyakit tuberkulosis.
Rina menyebut, dalam program Zero Tuberculosis Yogyakarta, pencarian kasus tuberkulosis baru akan difokuskan pada wilayah-wilayah yang padat penduduk dan institusi pendidikan dengan sistem asrama yang memiliki banyak peserta didik. Hal ini karena tempat-tempat itu dinilai berisiko tinggi menjadi lokasi penularan tuberkulosis.
Rina menyatakan, program Zero Tuberculosis Yogyakarta akan dijalankan selama 5 tahun. Setelah dilaksanakan selama 5 tahun, program itu ditargetkan bisa menurunkan kasus tuberkulosis di Kota Yogyakarta dan Kulon Progo hingga 50 persen. Berdasar data dinas kesehatan setempat, pada tahun 2017, jumlah kasus tuberkulosis di Kota Yogyakarta sebanyak 943 kasus, sementara di Kulon Progo ada 112 kasus.
Lintas sektor
Rina menambahkan, program Zero Tuberculosis Yogyakarta telah mendapat dukungan dari Pemerintah Kota Yogyakarta dan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kulon Progo. Dukungan itu penting karena penanggulangan tuberkulosis harus melibatkan instansi dari berbagai sektor. “TB ini kompleks karena berkaitan dengan masalah sosial ekonomi, kemiskinan, pemukiman, dan pendidikan,” katanya.
Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Dinas Kesehatan Kulon Progo Baning Rahayujati mengatakan, pihaknya sudah menjalankan berbagai upaya untuk menanggulangi tuberkulosis di Kulon Progo. Salah satunya dengan memberikan peralatan, obat-obatan, dan sumber daya manusia yang memadai ke puskesmas sehingga seluruh puskesmas di Kulon Progo mampu melakukan diagnosis dan pengobatan tuberkulosis.
Pemkab Kulon Progo juga menjalin kerja sama dengan rumah sakit swasta serta organisasi kemasyarakatan Aisyiyah dalam penangguangan tuberkulosis. Meski begitu, penanggulangan tuberkulosis di Kulon Progo masih menemukan sejumlah kendala. “Semua upaya itu belum bisa menyelesaikan masalah tuberkulosis di Kulon Progo,” ujar Baning.
Semua upaya itu belum bisa menyelesaikan masalah tuberkulosis di Kulon Progo
Salah satu masalah yang terjadi di Kulon Progo adalah masih sulitnya penemuan orang yang diduga menderita tuberkulosis. Selain itu, sejumlah pasien tuberkulosis di Kulon Progo juga tidak konsisten melakukan pengobatan sehingga mereka tidak sembuh. Pengobatan yang tak konsisten itu juga menyebabkan meningkatnya jumlah kasus tuberkulosis yang resisten obat.
“Jadi, masalahnya cukup besar sehingga kami sangat mendukung program Zero Tuberculosis Yogyakarta ini,” kata Baning.
Staf Ahli Wali Kota Yogyakarta Bidang Kesejahteraan Rakyat Wirawan Hario Yudho mengatakan, Pemkot Yogyakarta siap mendukung penyelenggaraan program Zero Tuberculosis Yogyakarta. Dia menambahkan, dalam pelaksanaan program itu, Pemkot Yogyakarta siap melibatkan instansi lintas sektor dan berbagai elemen masyarakat. “Masalah ini tidak bisa diselesaikan bidang kesehatan saja, tapi harus bekerja sama dengan seluruh komponen,” katanya.
Baca juga Separuh Penduduk Indonesia Terjangkit TBC