Kesadaran inklusi perlu ditingkatkan lagi lewat gerakan masyarakat. Selama ini hak-hak para penyandang disabilitas masih belum terpenuhi sejak dari tingkat desa. Pemerintah desa perlu melibatkan penyandang disabilitas dalam perencanaan pembangunan desa.
Oleh
NINO CITRA ANUGRAHANTO
·3 menit baca
SLEMAN, KOMPAS—Kesadaran inklusi perlu ditingkatkan lagi lewat gerakan masyarakat. Selama ini hak-hak para penyandang disabilitas masih belum terpenuhi sejak dari tingkat desa. Pemerintah desa perlu melibatkan penyandang disabilitas dalam perencanaan pembangunan desa.
Pusat Rehabilitasi Yayasan Kristen untuk Kesehatan Umum (Yakkum) bersama The Asia Foundation mencoba melibatkan para penyandang disabilitas lewat program “Poros Belajar Inklusi Disabilitas”. Sebanyak 24 orang dari sepuluh kabupaten dan kota di seluruh Indonesia dikumpulkan untuk dilatih menjadi kader inklusi.
“Para kader belajar bersama para pemikir dan aktivis disabilitas untuk menangkap sari pati apa yang ingin diperjuangkan bersama. Selama dua minggu, mereka berproses dan belajar membuat rencana aksi yang memungkinkan dikerjakan di daerahnya masing-masing,” kata Direktur Pusat Rehabilitasi Yakkum Arshinta, di Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, Senin (11/3/2019).
Para kader tersebut, yaitu Kota Yogyakarta, Kota Banjarmasin, Situbondo, Sukoharjo, Sumba Barat, Klaten, Kulonprogo, Sleman, Gowa, dan Bone. Mereka merupakan penyandang disabilitas dan orang tua, atau keluarga dari penyandang disabilitas. Mereka diminta memperjuangkan hak-hak penyandang disabilitas yang selama ini terabaikan mulai dari tingkat pemerintah desa.
Para kader belajar bersama para pemikir dan aktivis disabilitas untuk menangkap sari pati apa yang ingin diperjuangkan bersama. Selama dua minggu, mereka berproses dan belajar membuat rencana aksi yang memungkinkan dikerjakan di daerahnya masing-masing
“Kita tahu perubahan itu dimulai dari desa. Semangatnya, menyadarkan kepedulian terhadap penyandang disabilitas dari akar rumput. Lalu, mereka menyebarkan pengetahuan kepada para pihak supaya tahu tentang isu inklusi dan membawanya dalam perencanaan pembangunan desa,” kata Arshinta.
Kepala Sub-Direktur Pelayanan Sosial Dasar, Direktorat Jendral Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa, Ibrahim Bouty menyampaikan, saat ini, penggunaan dana desa terhadap layanan sosial dasar, khususnya bagi penyandang disabilitas, masih sedikit. Ia mengakui, belum semua desa memasukkan unsur pemenuhan hak penyandang disabilitas dalam rencana pembangunannya.
“Kami perlu mengedukasi kembali pemerintah desa dengan proses perencanaan pembangunan yang masih kurang ini. Ada 74.000 desa sehingga ini perlu waktu,” kata Ibrahim.
Namun, Ibrahim mengatakan, secara regulasi, penyandang disabilitas itu bisa mendapat alokasi anggaran berupa layanan sosial dasar atau pemberdayaan sesuai dengan Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Nomor 6 Tahun 2018. Ia berencana untuk meningkatkan kapasitas aparat pemerintah desa dalam memberdayakan kelompok tersebut.
“Prioritas kami menguatkan kapasitas kader dalam memberdayakan masyarakat yang ada di desa. Selain itu, dalam musyawarah perencanaan pembangunan desa ke depan, memungkinkan untuk melibatkan para penyandang disabilitas,” kata Ibrahim.
Ketua Kelompok Kerja (Pokja) Menuju Kota Inklusi Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia Heroe Poerwadi mengungkapkan, sejauh ini, baru ada delapan kota dari 97 kota di Indonesia yang melibatkan penyandang disabilitas dalam perencanaan pembangunannya. Hal itu menjadi catatan tersendiri bagi pembentukan ruang publik maupun kebijakan inklusif yang mewadahi semua warga yang tinggal dalam satu kota.
“Strateginya bagaimana mengarusutamakan program disabilitas melalui peraturan daerah maupun peraturan wali kota. Kebijakan tersebut harus melibatkan penyandang disabilitas sebagai bagian dari obyek maupun subyek pada proses pembangunan,” kata Heroe.
Heroe menambahkan, belum semua pemerintah kota memberdayakan penyandang disabilitas dengan bentuk pelatihan agar mereka bisa mandiri. Akses lain berupa pekerjaan pun belum terbuka karena tidak ada dalam kebijakan pemerintah kota.
“Target utama kami adalah membangun kesadaran dan mengadvokasi pemerintah untuk membangun kebijakan yang berpihak pada disabilitas. Ini sesuatu yang perlu kita lakukan bersama. Bagaimana pemerintah kota memberikan kesempatan bagi para penyandang disabilitas sebagai bagian dari kota itu sendiri,” kata Heroe.