Saya Tak Ingin Dia Terjerumus dan Mencelakai Orang Lain
Oleh
VINA OKTAVIA
·3 menit baca
Penangkapan RS alias PS (23), terduga teroris di Bandar Lampung terjadi berkat peran aktif keluarga. Orangtuanya resah melihat perubahan sikap anaknya yang menjadi radikal bahkan mengaku tak takut hukum. Mereka khawatir RS mencelakakan dirinya sendiri dan orang lain.
Raut cemas masih tersisa di wajah Damini, Minggu (10/3/2019). Berkali-kali, perempuan paruh baya itu menatap ponselnya. Dia menanti kabar tentang RS (23) alias PS, anaknya yang ditangkap Tim Detasemen Khusus 88 Anti Teror Mabes Polri, Sabtu (9/3/2019) malam karena diduga terlibat jaringan terorisme.
Saat RS ditangkap, Damini pingsan. Dia kaget karena aparat menemukan benda yang diduga bom. Benda yang mengandung bahan peledak (potasium klorat) itu disembunyikan di atap rumah tetangganya. Benda itu diduga akan dipakai melakukan aksi teror di markas polisi di Lampung dan Jakarta.
Penangkapan RS oleh tim Densus 88 Anti Teror dilakukan berkat peran aktif keluarga. Damini dan Teguh, orangtua RS, awalnya melaporkan anaknya yang kerap menghilang dari rumah pada aparat Polsek Kedaton, Bandar Lampung.
Keluarga meminta polisi mengawasi gerak-gerik RS. Pasalnya, keluarga merasa sikap anaknya berubah usai menghilang dari rumah. Aparat Densus 88 Anti Teror yang telah melakukan pengintaian pun akhirnya menangkap RS, Sabtu malam.
Informasi penangkapan RS dibenarkan Direktur Reserse Kriminal Umum Kepolisian Daerah Lampung Komisaris Besar Bobby Marpaung. Meski begitu, dia mengatakan belum dapat memberikan informasi secara rinci.
Hingga kini, RS masih diperiksa aparat kepolisian. Barang bukti berupa benda yang diduga bahan peledak telah diamankan oleh tim penjinak bom.
Menurut Damini, sikap RS berubah sejak dua bulan terakhir. Selain sering pergi dari rumah selama satu minggu hingga satu bulan, RS sering marah. RS juga mudah mengatakan orang lain kafir. Dia juga tampak membenci pemerintah.
“Saya sempat curiga dengan perilaku dia (RS). Bahkan saya sudah pernah bilang jangan sampai melanggar hukum. Tapi dia malah bilang jangan takut sama hukum,” katanya saat ditemui di rumahnya.
Sehari-hari, RS berjualan tas dengan menyewa ruko di dekat rumahnya. Namun, usaha itu kerap RS tinggalkan begitu saja. Saat RS menghilang dari rumah, ayahnya yang menjaga toko itu.
Saya sempat curiga dengan perilaku dia (RS). Bahkan saya sudah pernah bilang jangan sampai melanggar hukum. Tapi dia malah bilang jangan takut sama hukum
Selama ini, RS dikenal sebagai pribadi yang tertutup. Dia juga tidak memiliki teman akrab di sekitar rumahnya. Keluarga kesulitan mengorek informasi dari RS. Keluarga tidak mengetahui darimana RS mempelajari paham radikal tersebut. Keluarga juga tidak tahu jika RS bisa merakit bom dan merencanakan teror.
“Dia tidak mau cerita sama orangtua. Saya yang menemaninya tidur dan membesarkannya saja tidak tahu kalau dia begini,” kata Damini.
Asmat, warga sekitar menuturkan, dia tidak menyangka RS terlibat dalam jaringan terorisme. Meski terutup dengan orang lain, selama ini, RS dikenal sebagai pemuda yang rajin beribadah.
Ketua Lingkungan II, Kelurahan Penengahan Raya, Kecamatan Kedaton Suparianto mengatakan, tidak pernah ada teman dekat atau orang asing yang terlihat berkunjung ke rumah RS. Pemuda itu lebih sering menghabiskan waktu di rumah atau di masjid. Tetangga hanya mengetahui jika RS membuka usaha toko online.
Saat ini, Damini hanya berharap yang terbaik bagi anaknya. Keluarga memilih melapor pada polisi karena tidak ingin RS terjerumus terlalu jauh, apalagi hingga mencelakakan dirinya dan orang lain. “Mungkin ini lebih baik. Siapa tahu bisa berubah,” ucap Damini penuh harap.