Korut Diduga Bersiap Uji Roket
Presiden Amerika Serikat Donald Trump kecewa jika Pyongyang sungguh melanjutkan pengujian roketnya. Meski demikian, ia percaya hubungannya dengan Kim Jong Un tetap akan baik.
WASHINGTON, JUMAT —Citra satelit dari sebuah fasilitas di dekat Pyongyang memperlihatkan Korea Utara kemungkinan sedang mempersiapkan peluncuran rudal atau satelit. Citra satelit itu memicu ketidakpastian suasana di Semenanjung Korea pasca-gagalnya pertemuan tingkat tinggi antara Donald Trump dan Kim Jong Un di Hanoi, Vietnam.
Dugaan tentang persiapan peluncuran roket itu antara lain disiarkan Radio Umum Nasional AS, Jumat (8/3/2019). Menurut NPR, citra satelit itu menunjukkan aktivitas di situs Sanumdong, salah satu fasilitas yang digunakan Pyongyang untuk memproduksi rudal balistik antarbenua dan roket antariksa. Citra itu diambil beberapa hari sebelum Presiden Trump dan Kim Jong Un bertemu di Hanoi pada 27 Februari 2019.
Menurut NPR, foto-foto yang diambil perusahaan DigitalGlobe menunjukkan keberadaan sejumlah mobil dan truk di Sanumdong pada 22 Februari. Menurut NPR, yang memiliki akses eksklusif ke citra satelit itu, mobil rel (rail car) dan derek juga dapat dilihat di halaman situs itu.
Namun, merujuk pada citra satelit terbaru yang diambil pada Jumat, aktivitas di tempat itu diduga telah dihentikan. Salah satu derek kemungkinan telah dicopot.
”Namun, ketika anda melihatnya secara utuh, hal-hal itu benar-benar terlihat sebagai upaya Korut yang sedang dalam proses pembuatan sebuah roket,” kata Jeffrey Lewis, seorang peneliti di Institut Studi Internasional Middlebury di Monterey, sebagaimana dikutip NPR.
Pemberitaan NPR itu pun langsung ditanggapi Trump. Ia mengaku bakal kecewa jika Pyongyang melanjutkan pengujian senjata. Meski demikian, Trump kembali menegaskan kepercayaannya pada hubungannya yang baik dengan Kim Jong Un. Trump tetap percaya terhadap Kim Jong Un walau pertemuannya di Hanoi dengan pemimpin Korut itu gagal menghasilkan kesepakatan.
”Saya akan terkejut dalam arti yang negatif jika dia melakukan sesuatu yang tidak sesuai dengan pemahaman kami. Tetapi, kami akan lihat apa yang terjadi,” kata Trump kepada wartawan. ”Saya akan sangat kecewa jika benar ada sebuah aktivitas pengujian (roket),” ujarnya.
Media BBC mengatakan, para analis lebih memercayai dugaan bahwa kemungkinan besar Pyongyang sedang bersiap meluncurkan satelit daripada menguji coba rudal.
Akan tetapi, AS mengatakan pada awal pekan lalu bahwa aktivitas apa pun terkait dengan hal-hal seperti itu akan tetap dinilai tidak konsisten terhadap komitmen yang telah dibuat Kim Jong Un kepada Trump.
Korut diketahui telah membekukan uji coba nuklir dan rudal sejak 2017. Trump sendiri telah menilai hal itu sebagai hasil positif dari hampir setahun keterlibatan tingkat tinggi Washington dengan Pyongyang.
Aktivitas lain
Analisis tentang adanya aktivitas di situs Sanumdong datang beberapa hari setelah situs web khusus 38 North dan Pusat Studi Strategis dan Internasional mengatakan, Pyongyang mungkin telah memulai kembali operasi di situs peluncuran roket jarak jauhnya di Stasiun Peluncuran Satelit Sohae, di wilayah Cholsan, utara Pyongyang. Hal itu berdasarkan studi mereka tentang citra satelit mulai 6 Maret lalu.
Perkembangan itu kemungkinan semakin menambah frustrasi Washington atas lambatnya langkah maju dalam upayanya membuat Korut melucuti seluruh aktivitas persenjataan nuklir mereka. Alih-alih mencapai kesepakatan bersama tentang perlucutan itu, AS-Korut telah gagal menghasilkan pernyataan bersama, sebuah kemunduran dibandingkan dengan pertemuan pertama Trump-Kim Jong Un di Singapura, pertengahan 2018.
Menurut pejabat senior AS, seminggu menjelang pertemuan tingkat tinggi di Hanoi, pihak Korut telah menuntut pencabutan semua sanksi ekonomi Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa. Sanksi itu diberlakukan terhadap Pyongyang sejak Maret 2016. Sebagai imbalannya, Pyongyang hanya menawarkan diri menutup sebagian dari kompleks Yongbyon, sebuah situs nuklir dan pengayaan uranium yang mencakup berbagai fasilitas.
Padahal, Korut juga dipercaya memiliki fasilitas pengayaan uranium lainnya. Namun, pernyataan itu dibantah Menteri Luar Negeri Korut Ri Yong Ho. Ia mengatakan bahwa Pyongyang menawarkan untuk membongkar seluruh fasilitas produksi nuklir di daerah Yongbyon dengan imbalan pencabutan sanksi ekonomi terhadap Korut secara parsial.
Pejabat senior Kementerian Luar Negeri AS yang memberikan pengarahan singkat kepada wartawan di Washington pada Kamis (7/3) mengatakan, dia ”tidak akan serta-merta berbagi kesimpulan” sebagaimana disebut lembaga-lembaga think tank bahwa situs Sohae telah beroperasi kembali. Akan tetapi, ia mengatakan, setiap penggunaan situs itu akan dilihat sebagai ”kemunduran” pada komitmen terhadap Trump.
Pyongyang diketahui telah menggunakan Sohae untuk meluncurkan satelit ke ruang angkasa sejak 2011. Salah satu peluncuran satelit—pada April 2012—telah mengingkari kesepakatan Pyongyang dengan pemerintahan AS di bawah pemerintahan Presiden Barack Obama terkait kesepakatan pembekuan uji coba nuklir dan rudal dengan imbalan bantuan pangan untuk warga Korut.
Kesalahan AS
Dari Pyongyang dilaporkan, pada Jumat lalu, untuk pertama kalinya, media Pemerintah Korut mengakui pertemuan puncak Hanoi sia-sia belaka. Dikatakan bahwa orang-orang menyalahkan AS karena pertemuan kedua pemimpin itu tidak menghasilkan sebuah kesepakatan.
”Publik di dalam dan luar negeri yang mengharapkan keberhasilan dan hasil yang baik dari pertemuan kedua di Hanoi merasa menyesal, menyalahkan AS untuk sebuah pertemuan yang berakhir tanpa kesepakatan,” kata surat kabar Rodong Sinmun.
Trump sendiri diketahui sangat menginginkan sebuah raihan kemenangan dalam kebijakan luar negeri secara besar-besaran atas Korut. Hingga akhir tahun lalu Trump antara lain menyatakan bahwa dirinya dan Kim Jong Un saling menghormati. Namun, nyatanya jurang kesenjangan antara Washington dan Pyongyang tidak mampu terjembatani, minimal hingga saat ini.
(AP/AFP/REUTERS/BEN)