70 Tahun, Kebayoran Baru dari Kebun Buah Menjadi Hutan Beton
Awal Mula
Kesan pertama, apabila kita melawat dengan pesawat terbang dari Ibukota Indonesia kearah Selatan-Baratdaja, maka nampak oleh kita suatu dataran indah Kotabaru Kebajoran dengan kelompokan pentju2 atap perumahan serta gedung-gedung jang teratur rapi dan lintasan djaring-djaring djalanan jang indah menghias. Kesemuanja ini bagaikan djauhar manikam berkilau mesra ditengah luas padang hidjau dari wilajah Djakarta Raja. Kotabaru Kebajoran terletak dalam wilajah Kotapradja Djakarta Raja sebagai suatu daerah kota, jang letaknja 8 kilometer disebelah Selatan-Baratdaja dari pusat kota Djakarta. Sepuluh tahun berselang dataran tsb. masih sunji sepi dan merupakan belukar, kebun-kebun serta padang-hidjau. Kini, dataran seluas 730 ha. Itu telah mendjelma menjadi suatu panorama kota modern jang indah permai ditengah-tengah keindahan tanah air Indonesia. (Kata Pengantar Buku Pembangunan Kotabaru Kebajoran, 1953, halaman 4).
Ide pembangunan kotabaru ini timbul saat Jakarta dihadapkan pada masalah kekurangan perumahan. Pada tanggal 19 Juli 1948, usulan rencana ini dibahas dalam sidang Dewan Perumahan Pusat (Centrale Huisvestingsraad). Dirancang oleh M Soesilo, arsitek lokal, tahun 1948 dengan batas Kali Grogol di sebelah barat dan Kali Krukut di sebelah timur. Dari sini diajukan ke pemerintah dan disahkan pada 21 September 1948.
Pada tanggal 17 Januari 1949 dataran Kebayoran seluas 730 ha itu dengan pohon-pohon buah-buahan sebanyak 700.000 batang telah menjadi milik Negara. Untuk ini telah dikeluarkan sejumlah modal Rp 15 juta. Dengan perletakan batu pertama yang dilakukan tanggal 18 Maret 1949, dimulailah pekerjaan pembangunan Kotabaru Kebayoran.
Pada tanggal 1 Desember 1948, dimulailah pembayaran ganti rugi kepada penduduk. Ada 700.000 pohon terdiri dari 26 macam pohon buah-buahan, 1.668 rumah, kios dan kandang-kandang ternak harus disingkirkan. Januari 1949 ganti rugi kepada penduduk telah selesai dibayarkan, semuanya 15 juta gulden. Untuk masuk ke Kebayoran Baru, hanya ada dua jalan melalui Kebayoran Lama lewat ujung Jalan Kyai Maja atau lewat Manggarai lalu masuk ke Jalan Wolter Monginsidi yang becek.
Kala itu Jalan Sudirman belum ada. “Ketika baru dibangun menjadi kota satelit tahun 1954, rumah ini harganya Rp 45.000 dengan luas tanah 330 meter persegi,” kata Husni yang sejak dulu tinggal di Jalan Cikajang, Kebayoran Baru. (Kompas, Jumat, 22/6/2001, hlm 25).
Sebagai kota satelit bagi Jakarta, tahun 1949 Kebayoran Baru dirancang untuk tempat tinggal sekitar 100.000 penduduk. Jadilah, dari luas tanah sekitar 750 hektar (ha) yang disediakan, 118 ha di antaranya menjadi taman dan 181 ha untuk jalan. Bahkan masih disisakan sawah di kawasan pinggiran Kebayoran Baru seluas 33 ha.
Kebayoran Baru menyediakan rumah dengan berbagai tipe dan ukuran tanah. Untuk perumahan rakyat areal yang disediakan sekitar 152 ha. Sedangkan untuk perumahan sedang 69 ha, vila 55,1 ha, bangunan istimewa 75,2 ha, juga flat 6,6 ha, serta toko dan kios-kios 17 ha.
Tak hanya luas bangunan dan pekarangan yang dirancang sedari awal, tetapi tinggi pagar pekarangan setiap rumah pun ada aturannya. Pagar halaman dengan bahan permanen hanya diizinkan setinggi 60 sentimeter (cm). Warga boleh membuat pagar setinggi maksimal 1,5 meter (m), ini pun dengan syarat bukan dari bahan permanen. Pagar itu berupa tanaman atau semak-semak. Selain membangun rumah, dibangun pula ruang terbuka hijau seperti taman, lapangan olahraga, daerah tangkapan air berupa danau atau situ.
Pembangunannya ber konsep Kota Taman, dengan keteraturan yang jelas dalam sistem blok. Ada banyak tersedia ruang terbuka hijau dan kelengkapan fasilitas kota. Jalan lingkar yang membatasi Kebayoran Baru dengan ruang terbuka hijau disekelilingnya serta jalur-jalur utama di arah utara-selatan (Jalan Sisingamangaraja, Panglima Polim, Iskandarsyah) dan arah timur-barat (Jalan Wolter Monginsidi, Trunojoyo dan Kyai Maja). Kemudian di bagian tengah yang merupakan titik temu jalan-jalan utama kawasan terletak pusat kegiatan komersial (Blok M, Blok A, Pasar Mayestik dan Pasar Santa) dan selebihnya merupakan blok-blok hunian.
Sistem Blok
Pembangunan kotabaru Kebayoran diserahkan oleh perusahaan bernama Central Stichting Wederopbouw (CSW). Kantornya berada diseberang gedung Kejaksaan Agung. Pembangunan dilakukan dengan sistem blok, disesuaikan dengan peruntukan dan pengembangan ke depannya.
Masing-masing blok dinamai berdasarkan huruf abjad, A sampai S. Salah satunya adalah Blok M yang menjadi kawasan komersial dengan luas sekitar tiga kilometer persegi. Sebelah utaranya dibatasi Jalan Trunojoyo, sebelah timur dibatasi Jalan Iskandarsyah Raya, sebelah selatan dibatasi Jalan Melawai Raya, dan sebelah baratnya dibatasi Jalan Sisingamangaraja.
Sarana dan prasarana untuk melengkapi kawasan komersial di Blok M disiapkan. Presiden Soekarno, Jumat (10/12/1965) siang menyempatkan meninjau bangunan gereja baru St Johannes Pemandi di Paroki blok B, Kebayoran Baru. Presiden sempat beramah tamah dan bermain-main dengan murid-murid SD Tarakanita yang sekolahnya tidak jauh dari gereja.
Gubernur Ali Sadikin pada hari Senin, 17 Juni 1968 meresmikan penggunaan Pasar Blok M dan Terminal Bus di Blok M yang dibangun untuk mengantikan pemberhentian bus di Blok A. Luas terminal bus Blok M sepertiga dari stasiun bus Lapangan Banteng yang diresmikan pada Sabtu, 18 November 1967. Pembangunannya memakan waktu 1,5 bulan dengan biaya Rp 7,5 juta. Terdapat fasilitas sebuah kantor, tempat jualan makanan dan minuman dan dua ruang tunggu.
Dalam sambutannya, Gubernur mengatakan, “ Jadilah wargakota yang baik. Bantulah usaha-usaha pemerintah daerah dalam usahanya memperindah, memperbaiki serta memelihara kotanya, kota saudara sendiri. Sekarang ini kita sedang sangat membutuhkan pasar-pasar, sekolah-sekolah serta jalanan-jalanan yang untuk menampung kebutuhan kita sehari-hari.” Pada Januari 1971, pusat perdagangan yang baru di Blok A diresmikan penggunaanya oleh Pemerintah DKI menyusul pengembangan kawasan Blok M sebelumnya.
Sampai sekitar awal 1970-an di kawasan Kebayoran yang berbatasan dengan Jalan Gatot Subroto dan dipisahkan oleh aliran Kali Krukut, masih bisa dijumpai pekarangan luas yang tak berpagar. Di atas lahan itu tumbuh berbagai pohon buah-buahan seperti mangga, nangka, dan kecapi. Bahkan peternakan sapi perah pun masih memiliki areal di Kebayoran Baru.
Warga yang tinggal di sekitar Blok S misalnya, bisa mendapatkan susu sapi segar yang benar-benar baru diperas dari hewannya. Kotoran sapi dipergunakan sebagai pupuk, sehingga tanaman di sekitar peternakan sapi perah itu pun tumbuh subur. Selain menyediakan sarana transportasi, pemda DKI juga membangun berbagai sarana lain seperti sekolah, gelanggang remaja, bioskop, pasar, rumah sakit, perkantoran dan tempat pemakaman umum (TPU). Bioskop pun dibangun seperti New Garden Hall Theatre, Kebayoran Theatre, Benyamin Theatre dan Mayestik Theatre yang lokasinya tersebut berada di sekitar kawasan Blok M yang memang peruntukannya sebagai kawasan komersial.
Video Terkait : Bioskop Jadul Kebayoran Baru
Tahun 1980-an, kebun buah dan area terbuka hijau di Kebayoran pun berganti dengan bangunan masif. Ruang terbuka dan kebun buah di pinggir Kali Krukut, misalnya, berkembang menjadi kompleks perumahan pejabat tinggi negara. Bangunan rumah yang semula dibatasi hanya dua-tiga lantai, dibangun sampai empat lantai. Keterbatasan lahan menjadi alasan pemilik rumah, sementara kebutuhan keluarga akan ruangan terus meningkat.
Sekitar akhir 1973 saat Gubernur DKI Jakarta Ali Sadikin berkuasa, muncul kecenderungan pengusaha ataupun pemilik rumah yang tidak mengikuti peraturan dan tertib planologi kota. Misalnya, sebagian rumah tinggal di Kebayoran Baru diubah peruntukannya menjadi tempat usaha tanpa disertai lahan parkir yang memadai.
Diusianya yang ke 70 tahun, Kebayoran Baru sudah layak dikategorikan sebagai kawasan cagar budaya yang perlu dilindungi, dilestarikan dan dikembangkan secara hati-hati. Seperti yang diatur dalam Perda No 11/1988 tentang Ketertiban Umum di wilayah DKI Jakarta, Perda No 6/1999 tentang RTRW 2000-2010, dan Perda No 9/1999 tentang Perlindungan dan Pemanfaatan Lingkungan Kawasan Benda Cagar Budaya. Hal ini juga diperkuat oleh Undang-Undang (UU) Nomor 5 Tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya yang sekurang-kurangnya berumur 50 tahun. Selamat berhari jadi ke 70 tahun Kebayoran Baru...
Sumber:
- 1. Kompas, Senin, 12 Juni 1967, halaman 1.
- 2. Kompas, Senin, 5 Agustus 1968, halaman 2.
- 3. Kompas, Sabtu, 3 Oktober 1970, halaman 3.
- 4. Kompas, Sabtu, 5 Desember 1970, halaman 2.
- 5. Kompas, Jumat, 19 Maret 1971, halaman 1.
- 6. Buku Pembangunan Kotabaru Kebajoran, 1953.