MADIUN, KOMPAS-Banjir akibat luapan Sungai Bengawan Solo dan anak sungainya di Kabupaten Ngawi, Madiun, dan Kabupaten Ponorogo, mulai surut. Dalam masa tanggap darurat kali ini, selain fokus pada penanganan penyintas juga dilakukan beragam kegiatan guna mempercepat pemulihan situasi pascabencana.
Dari tiga kabupaten itu, Ngawi merupakan daerah terakhir yang banjirnya masih tinggi. Ada enam desa di Kecamatan Geneng yang warganya masih mengungsi karena banjir masih tinggi. Hingga Jumat (8/3/2019) malam, dua desa masih terisolir karena ketinggian banjir mencapai 1-1,5 meter.
Data Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Ngawi menyebutkan total ada enam kecamatan dengan 26 desa terdampak banjir. Akibatnya, 4.150 rumah terendam. Sebanyak 4.607 rumah tangga harus dievakuasi ke sejumlah lokasi pengungsian.
“Kondisi air saat ini sudah surut. Warga terdampak mulai kembali ke rumah masing-masing. Mereka membersihkan rumah dan lingkungan sekitarnya,” ujar Pelaksana Tugas Kepala Pelaksana BPBD Ngawi Eko Heru Djahjono, Sabtu (9/3).
Banjir di Madiun, yang mengalami dampak terparah, juga mulai surut. Genangan yang masih tinggi tinggal di area persawahan. Hampir seluruh penyintas sudah kembali ke rumah. Mereka mulai membersihkan ruangan di dalam dan luar rumah. Sementara itu, para relawan membantu masyarakat membersihkan fasilitas umum seperti sekolah dan tempat ibadah. Ketersediaan air bersih yang terbatas masih menjadi kendala dan keluhan warga.
"Pembersihan rumah perlu waktu lama. Banjir sudah merendam seluruh isinya selama tiga hari. Seluruh barang harus dipilah satu persatu dan dibersihkan. Sementara kondisi air bersih masih terbatas," kata Afif (34) warga Desa Garon, Kecamatan Balerejo, Madiun.
Gerak Aktif
Kondisi serupa terjadi di Ponorogo. Setelah banjir surut, para pengungsi kembali ke rumah. Personel BPBD dibantu para relawan mengirimkan air bersih untuk membersihkan jalan dan sejumlah fasilitas umum seperti sekolah dan tempat ibadah.
Kepala Bidang Kedaruratan dan Logistik BPBD Ponorogo Setyo Budiono mengatakan, total terdapat tujuh kecamatan dan 12 desa yang terdampak banjir. Sebanyak 455 rumah tangga mengungsi. Ketinggian air mencapai 50 sentimeter hingga 1 meter.
“Kami masih siaga karena hujan dengan intensitas tinggi masih berpotensi mengguyur. Selain banjir, Ponorogo juga sempat dilanda longsor di Kecamatan Ngrayun,” kata Budi.
Gubernur Jatim Khofifah Indar Pawansa menginstruksikan semua organisasi perangkat daerah (OPD) Pemprov Jatim menangani daerah terdampak banjir untuk mempercepat pemulihan. Fokusnya di 15 kabupaten yang dilanda bencana. Daerah itu adalah Madiun, Magetan, Pacitan, Ngawi, Trenggalek, Nganjuk, Tulungagung, dan Kediri. Selain itu, ada juga Blitar, Bojonegoro, Gresik, Sidoarjo, Probolinggo, Bojonegoro, dan Tuban.
“OPD harus aktif berkoordinasi berkoordinasi dengan pemda untuk mempercepat pemulihan dan pemenuhan kebutuhan masyarakat yang mendesak,” ucap Khofifah.
Fokus Penyintas
Mantan Menteri Sosial itu meminta agar distribusi bantuan, terutama kebutuhan pangan, benar-benar sampai kepada masyarakat yang paling terpencil. Beragam sarana transportasi bisa digunakan untuk memastikan distribusi sampai pada penyintas sehingga kebutuhan dasar mereka tetap bisa dipenuhi.
Selain itu, pendataan terus dilakukan untuk memastikan akurasi penyaluran bantuan tidak ada yang terlewati. Solusi penanganan terhadap kegiatan usaha masyarakat juga harus dipikirkan supaya aktivitas ekonomi segera bangkit.
Di sisi lain, masa tanggap darurat selain fokus pada kegiatan penanganan penyintas juga diisi perbaikan kerusakan infrastruktur. Tanggul-tanggul sungai yang jebol dan kritis diperbaiki secara darurat dengan memasang karung pasir (sandbag). Perbaikan permanen menunggu situasinya memungkinkan.
Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Kabupaten Madiun Arnowo Widjaja mengatakan, untuk mengantisipasi banjir akibat cuaca ekstrem diperlukan upaya memperbesar tempat-tempat tampungan air. Kebijakan lainnya menormalisasi anak-anak Kali Madiun seperti Kali Jeroan.
“Dimensi awal sungai harus dikembalikan karena banyak penyempitan dan pendangkalan,” ujar Arnowo.
Kementerian Pekerjaan Umum Perumahan Rakyat telah merencanakan normalisasi sungai-sungai tahun 2020. Selain itu, ada rencana pembangunan embung-embung di lereng Gunung Wilis, seperti Embung Tugu dan Embung Ngetos, untuk memperbesar tampungan air sekaligus menjadi cadangan pengairan saat musim kemarau.