Ombudsman RI Minta Unnes Benahi Prosedur Pembuktian Plagiasi
Oleh
Laraswati Ariadne Anwar
·3 menit baca
Upaya Universitas Negeri Semarang membuktikan dugaan plagiasi oleh Rektor Unnes dinilai tak sesuai standar administrasi negara.
JAKARTA, KOMPAS — Ombudsman RI meminta Senat Universitas Negeri Semarang membenahi prosedur pembuktian bahwa Rektor Unnes Fathur Rokhman tidak melakukan plagiasi. Prosedur pembuktian oleh Senat Unnes yang menghasilkan pernyataan bahwa tuduhan plagiasi atas Rektor Unnes tersebut adalah tidak benar, dinilai tidak sesuai dengan standar administrasi negara.
Prosedur pembuktian tersebut secara administratif tidak sesuai dengan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintah. Beberapa bentuk maladministrasi tersebut adalah adanya pendelegasian oleh wakil rektor untuk pembentukan tim investigasi tanpa menggunakan surat perintah yang jelas, tidak transparan dalam menjelaskan alasan pemilihan empat guru besar sebagai anggota tim, dan tidak ada berita acara yang lengkap.
Demikian dikatakan Komisioner Ombudsman RI Ahmad Su\'aidi seusai menyerahkan laporan hasil akhir pemeriksaan kepada Ketua Senat Universitas Unnes Soesanto dan Rektor Unnes Fathur Rokhman di Jakarta, Jumat (8/3/2019).
Ahmad mengatakan, pihak Unnes sangat kooperatif selama pemeriksaan dan bersedia melakukan pembenahan prosedur administrasi. Ombudsman juga memberi masukan kepada Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi bahwa jika yang dilaporkan adalah pejabat struktural selain rektor, anggota tim investigasi sebaiknya tidak hanya guru besar, tetapi juga pejabat kementerian dan perwakilan dari masyarakat.
Soesanto mengakui tidak memahami adanya prosedur tersebut karena selama ini tata kelola administrasi berlangsung seperti tahun-tahun sebelumnya. "Ini masukan positif sehingga kami bisa memastikan setiap tahap ketatausahaan berdasar kepada undang-undang dan peraturan menteri terkait," katanya.
Laporan
Dalam kasus ini, Ombudsman RI menerima laporan bahwa makalah Fathur yang terbit pada tahun 2004 di jurnal Litera milik Universitas Negeri Yogyakarta yang berjudul "Kode Bahasa dalam Interaksi Sosial Santri: Kajian Sosiolinguistik di Pesantren Banyumas" adalah tiruan.
Menurut laporan itu, tulisan aslinya berjudul "Pemakaian Kode Bahasa dalam Interaksi Sosial Santri dan Implikasinya bagi Rekayasa Bahasa Indonesia: Kajian Sosiolinguistik di Pesantren Banyumas" karya Anif Rida. Makalah itu terbit dalam katalog Konferensi Linguistik Tahunan (Kolita) I Universitas Atma Jaya Jakarta bulan Februari 2003.
Soesanto mengatakan, temuan tim investigasi menyatakan bahwa Fathur Rokhman tidak melakukan plagiasi sebagaimana yang dituduhkan tersebut. Menurut Fathur, makalah itu adalah karyanya. "Berdasarkan penelitian saya di Pondok Pesantren Sokaraja Kulon milik kerabat saya di Banyumas pada tahun 2000," ujarnya.
Fathur mengungkapkan, berkas penelitian dan berbagai tulisan lain memang dibeberkan kepada para mahasiswa bimbingannya di program studi Bahasa Indonesia. Alasannya karena pada masa itu koleksi perpustakaan minim sehingga dosen lumrah menggunakan tulisan sendiri, baik yang belum diterbitkan, untuk menjadi bahan perkuliahan.
"Perihal bahwa makalah tersebut dimasukkan ke Kolita baru diketahui pada tahun 2014," tuturnya. Fathur mengatakan, sebelum terbitnya Peraturan Menteri Pendidikan Nasional 17/2010 tentang Pencegahan dan Penanggulangan Plagiat di Perguruan Tinggi, pengawasan peniruan makalah karya orang lain memang masih longgar.
Merusak kredibilitas
Kepala Pusat Kajian Bahasa dan Budaya (PKBB) Universitas Atma Jaya Jakarta, Yanti, mengakui menerima surat dari Anif Rida pada 6 Juli 2018 yang meminta lembaga penyelenggara Kolita itu menghapus makalah tersebut dari arsip daring mereka. Akan tetapi, PKBB menolak permintaan itu.
"Kaidah akademik tidak mengizinkan lembaga penerbit makalah seenaknya menghapus arsip. Isi katalog daring harus persis dengan yang versi cetak. Kalau ada perbedaan, justru akan merusak kredibilitas PKBB, Kolita, dan makalah-makalah lain yang terbit bersamaan dengan karya bermasalah itu," papar Yanti.
Ia mengutarakan, kasus plagiasi mencederai reputasi Kolita. Dunia akademik bekerja berlandaskan etika profesional. Semestinya, sivitas akademika sudah memiliki pemahaman ini di dalam melaksanakan profesi mereka.
"Penyelenggara konferensi tidak akan bisa memeriksa keaslian makalah kecuali ada rujukan bahwa makalah tersebut sudah terbit dan bisa diakses secara umum. Jika makalahnya ternyata ditiru dari tulisan yang belum terbit, tidak akan ada yang bisa memverifikasi. Makanya semua bergantung kepada integritas sivitas akademika," ucapnya.