Asosiasi Berperan Menjaga Kredibilitas Lembaga Survei
Oleh
Khaerudin
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Asosiasi profesi lembaga survei memegang peranan penting dalam mengontrol kredibilitas lembaga survei yang telah menjadi bagian penting dalam demokratisasi di Indonesia. Masalahnya, tidak semua lembaga survei berafiliasi kepada asosiasi tertentu sehingga pengawasan sulit dilakukan.
Anggota Komisi Pemilihan Umum, Hasyim Asy’ari, mengatakan, sebagai lembaga ahli, lembaga survei tidak bisa dikontrol oleh sembarang institusi lain, termasuk KPU. Maka, asosiasi lembaga survei seperti Perhimpunan Survei Opini Publik Indonesia (Persepi) yang paling bisa memegang peranan tersebut.
”Yang paling penting adalah lembaga ini mengungkapkan metode ilmiahnya, bersedia memublikasikan profil lembaganya dan sumber pendanaannya. Itu penting untuk menjaga kredibilitas lembaga survei tersebut,” kata Hasyim dalam diskusi ”Survei dan Demokrasi” yang diselenggarakan Populi Center dan Smart FM di Jakarta, Sabtu (9/3/2019).
Narasumber lain dalam diskusi tersebut adalah anggota Dewan Etik Persepi Hamdi Muluk, Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Abdul Manan, dan Peneliti Senior Populi Center Afrimadona.
Bagi penyelenggara pemilu seperti KPU, keberadaan lembaga survei dinilai cukup penting. Hasil survei yang dikeluarkan bisa menjadi rujukan bagi KPU dalam beberapa hal, misalnya mengidentifikasi sebaran partisipasi masyarakat dalam pemilu dan kepercayaan publik kepada KPU.
”Saat survei menunjukkan hasil partisipasi tertentu, kami akan melihat sebaran provinsinya di mana saja yang kurang, usianya berapa sehingga KPU bisa menyusun sosialisasi,” katanya.
Selain itu, survei juga membantu publik mengetahui lebih awal perhitungan pemilu ketimbang harus menunggu hasil perhitungan akhir selama berminggu-minggu. Menurut Hasyim, hasil antara keduanya tidak akan jauh berbeda asal menggunakan metode yang telah disepakati oleh asosiasi.
Tidak bisa diaudit
Menanggapi hal tersebut, Hamdi mengatakan, tidak sulit mengontrol lembaga survei yang telah tergabung dalam Persepi atau asosiasi lain, seperti Asosiasi Riset Opini Publik (Aropi). Masalahnya, saat ini ada lembaga survei yang berada di luar asosiasi tersebut. Sesuai dengan aturan dasar anggaran rumah tangga (AD/ART), Persepi tidak bisa mengaudit lembaga survei di luar asosiasi.
”Seruan moral mungkin bisa kami berikan, bahwa lembaga ini sudah berkali-kali kita panggil, berarti ada niat tidak baik, termasuk juga menyampaikan bahwa metodologinya tidak terverifikasi,” kata Hamdi.
Selama ini, Persepi rutin menggelar diskusi untuk mengembangkan metodologi sehingga didapatkan hasil yang standar. Jika ada anggota yang memiliki metodologi berbeda, dewan etik akan mengevaluasi dan mengaudit proses ilmiahnya. Salah satunya terjadi pada hitung cepat di Pemilu 2014.
”Kita audit seluruh anggota yang melakukan hitung cepat, akhirnya diketahui ada perbedaan metodologi itu. Akhirnya kami mengeluarkan Puskaptis dan Jaringan Suara Indonesia,” ujar Hamdi.
Survei juga membantu publik mengetahui lebih awal perhitungan pemilu ketimbang harus menunggu hasil perhitungan akhir selama berminggu-minggu.
Selama ini ada tiga hal yang lazim dirilis oleh lembaga survei, yaitu hitung cepat, exit poll, dan jajak pendapat pra-pemilu. Menurut Hamdi, sebuah lembaga survei seharusnya tidak akan salah dalam menentukan hitung cepat karena sampelnya sudah dipastikan.
”Harusnya hasilnya akurat. Jika ada kesalahan, hanya nol koma sekian persen. Itu kenapa ada kekisruhan pada 2014 tersebut,” ujar Hamdi.
Membuka profil
Manan menilai, media juga berperan dalam menyaring munculnya lembaga survei yang belum diakui kredibilitasnya. Pendekatannya adalah dengan membuka profil dan metodologi dari lembaga survei tersebut ke publik.
”Kami tidak bisa melarang. Kewajiban kami hanyalah menunjukkannya kepada publik,” kata Manan.
Apalagi, menurut Afrimadona, lembaga survei adalah sebuah bisnis kepercayaan. Oleh karena itu, kontrol diperlukan demi menjaga kepercayaan publik. Asosiasi memiliki legitimasi untuk melakukan hal tersebut melalui proses audit. Selai itu, media juga dapat berperan dalam menunjukkan kepada publik tentang rekam jejak lembaga survei. (FAJAR RAMADHAN)