TANGERANG, KOMPAS — Penataan kawasan di Kampung Baru Dadap, Kelurahan Dadap, Kecamatan Kosambi, Kabupaten Tangerang, Banten, sudah mangkrak tiga tahun. Masyarakat setempat tetap tidak mau pindah. Mereka hanya ingin mendapatkan legalitas atas tanah yang ditempati.
Ketua Forum Masyarakat Nelayan Kampung Baru Dadap Waisul Kurnia, Jumat (8/3/2019) saat ditemui di Kampung Dadap, menyatakan, sampai sekarang belum ada kabar terbaru tentang penataan kampung mereka. Menurut Waisul, konsep penataan yang ditawarkan pemerintah kabupaten pada 2016 tidak sesuai aspirasi masyarakat.
Pada tahun 2016, melalui program Gerakan Bersama Rakyat Atasi Kawasan Padat Kumuh dan Miskin (Gebrak Pakumis), pemkab berencana menata lima kawasan pesisir pantai di Tangerang, salah satunya Dadap. Menurut rencana, tempat ini akan dijadikan ruang terbuka hijau. Sementara warga terdampak akan dipindahkan ke rumah susun sewa (rusunawa) dan kampung deret nelayan.
Tiga tahun berlalu. Di kampung ini belum terlihat adanya rusunawa ataupun kampung deret. Warga pun, kata Waisul, menolak tawaran pemerintah ini. ”Kalau penataan tidak jelas seperti itu, tetap akan kami tolak,” katanya.
Waisul menerangkan, RW 001, 002, dan 003 termasuk dalam rencana penataan kawasan. Jumlah warga yang terdampak diperkirakan 6.000 orang. Sebagian besar berprofesi sebagai nelayan.
”Logika aja, nelayan tinggal di rumah susun. Ya kan, nelayan harus bawa jaring, mungkin bobotnya tidak terlalu besar. Tetapi, kalau jaring itu sudah nyemplung ke laut, terus dibopong ke lantai lima misalnya, aduh… aduh... aduh…,” katanya.
Dia melanjutkan, dari tiga RW yang akan ditata, kebanyakan warga belum mempunyai sertifikat tanah. Tanah yang tidak bersertifikat ini merupakan tanah garapan dari warga yang bermukim berpuluh tahun lalu. ”Kami hanya ingin legalitas atas tanah yang kini kami tempati,” lanjutnya.
Logika saja, nelayan tinggal di rumah susun. Ya kan, nelayan harus bawa jaring, mungkin bobotnya tidak terlalu besar. Tetapi, kalau jaring itu sudah nyemplung ke laut, terus dibopong ke lantai lima misalnya
Tokoh masyarakat Kampung Baru Dadap Sujai menambahkan, warga sudah pernah mengurus sertifikat tanah dua tahun lalu. Namun, berkas warga ditolak oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN). Jawaban tertulis dari BPN menyebutkan, tanah ini milik PT Angkasa Pura II.
”Ini perlu dibuktikan agar semua pihak merasa adil. Kalau memang bukan haknya (PT Angkasa Pura II) jangan diklaim, kalau emang ada tanahnya, batasnya di sebelah mana,” kata Sujai.
Kini, polemik ini terus bergulir. Terbaru, warga baru saja bertemu dengan Ombudsman RI Provinsi Banten. Pada pertemuan minggu lalu, Sujai menjelaskan saran Ombudsman agar ada peninjauan lokasi oleh BPN. Segenap pemangku kepentingan, seperti pemkab, PT Angkasa Pura II hendaknya juga hadir. Namun, peninjauan itu belum dilakukan hingga sekarang.
Sujai membedah kondisi kampungnya dengan meminjam program pemkab yang bernama ”Pakumis”: Padat, kumuh, miskin. Jika kampungnya dianggap padat, kehadiran rusunawa relevan untuk warga yang belum mempunyai rumah atau yang masih numpang bersama keluarga. ”Tetapi, kalau semua pindah ke rusun berarti judulnya penggusuran,” katanya.
Selanjutnya, tentang kondisi Kampung Baru yang kumuh. Hal ini sesuai dengan pantauan di lapangan. Rumah-rumah non-permanen berdiri di atas rawa. Di beberapa titik, sampah dibiarkan terserak di ruang kosong di tengah pemukiman. Pada Jumat siang, sisa banjir dari naiknya air pasang masih menggenangi sebagian rumah.
Sujai mengatakan, pemerintah seharusnya memperbaiki saluran air, menata jalan gang, dan menyediakan bak sampah. Kalau ditambahkan dengan kamar mandi umum, menjadi lebih mantap. ”Itu baru yang kami sebut penataan,” katanya.
Dadap Cheng In
Meski demikian, penataan kawasan ini tidak sepenuhnya gagal. Tempat hiburan malam, seperti kafe, tempat karaoke, dan pub di Jalan Dadap Raya Indah sudah tidak ada lagi. Sebelum ditertibkan tiga tahun lalu, lokalisasi bernama Dadap Cheng In ini merupakan tempat bisnis hiburan malam terbesar di Kabupaten Tangerang.
Pemilik salon di Jalan Dadap Raya Indah, Diana, mengatakan, saat ini sudah tidak ada perempuan penghibur berkeliaran. Sementara para pemilik kafe dan pub sudah hijrah ke tempat lain. (INSAN ALFAJRI)