Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil berpotensi melegalkan perampasan ruang hidup masyarakat pesisir. Oleh karena itu, penyusunan peraturan daerahnya perlu dikawal.
Oleh
BM Lukita Grahadyarini
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil berpotensi melegalkan perampasan ruang hidup masyarakat pesisir. Oleh karena itu, penyusunan peraturan daerah terkait RZWP3K perlu dikawal untuk mencegah pelanggaran pengelolaan sumber daya pesisir dan laut.
Penyusunan RZWP3K merupakan mandat yang tertulis dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil.
Susan Herawati, Sekretaris Jenderal Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara), menyatakan, rencana zonasi yang ada di semua provinsi di Indonesia pada praktiknya melegalkan perampasan ruang hidup masyarakat pesisir.
Susan memberikan contoh perampasan ruang hidup yang dilegalkan oleh Perda Zonasi di Jawa Tengah. ”Perda Zonasi Jawa Tengah melegalkan proyek reklamasi di Semarang, PLTU di pantai utara dan pantai selatan, dan tambang di hampir seluruh pesisir kota dan kabupaten Jawa Tengah. Proses penyusunannya tidak melibatkan masyarakat secara aktif,” tuturnya.
Sebagai negara bahari, Indonesia memiliki kepentingan untuk melindungi masyarakat pesisir yang telah mengelola dan melestarikan sumber daya perikanan selama ini. ”Jika ruang hidup mereka terus dirampas, masa depan masyarakat pesisir berada dalam keterancaman serius,” kata Susan.
Berdasarkan data Kementerian Kelautan dan Perikanan, sampai Kamis (7/3/2019), baru 17 provinsi dari 34 provinsi yang sudah menyelesaikan Perda RZWP3K. Adapun 2 rancangan perda masih dalam pembahasan, 3 rancangan perda masih dalam tahap evaluasi Kementerian Dalam Negeri, sedangkan 11 rancangan perda masih dalam proses perbaikan dokumen.
Koordinator Nasional Destructive Fishing Watch Indonesia Mohammad Abdi Suhufan mengatakan, seharusnya semua perda tersebut sudah selesai disusun pada 2019 atau lima tahun sejak UU Nomor 1/2014 diundangkan. Dengan demikian, ada kepastian alokasi pemanfaatan ruang pesisir dan laut di daerah.
Di sisi lain, masih ditemukan potensi pelanggaran pada rencana pembangunan pesisir, seperti reklamasi dan penambangan pasir laut yang terindikasi melanggar ketentuan.
Keterlibatan Komisi Pemberantasan Korupsi dalam proses penyusunan Perda RZWP3K diharapkan dapat mencegah pelanggaran pengelolaan sumber daya pesisir dan laut yang selama ini sudah banyak terjadi dan merugikan negara.
Adapun provinsi yang sudah menerbitkan Perda RZWP3K antara lain Sulawesi Utara, Sulawesi Barat, Sulawesi Tengah, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Jawa Timur, Lampung, Sumatera Barat, Maluku, Maluku Utara, dan Kalimantan Utara. Selain itu, DI Yogyakarta, Kalimantan Selatan, Gorontalo, Jawa Tengah, Kalimantan Barat, dan Kalimantan Tengah juga sudah menerbitkan perda tersebut.
Keterlibatan KPK dalam proses penyusunan perda diharapkan mencegah pelanggaran pengelolaan sumber daya pesisir dan laut yang merugikan negara.
Kepala Satuan Tugas III Unit Koordinasi dan Supervisi Pencegahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Dian Patria menuturkan, KPK sudah mulai mengawal kajian KKP terkait pengelolaan sumber daya alam dan kelautan sejak 2015. Dalam pengelolaan tersebut banyak berkelindan konflik dan ada potensi atau tindak pidana korupsi karena kesengajaan, ketidaktahuan, pengawasan yang tidak baik, ataupun data tidak lengkap.
Dengan luas laut Indonesia yang sekitar 70 persen dari total wilayah RI, tarik-menarik kepentingan akan besar jika perda tersebut tidak disusun baik serta berpotensi memberi celah pada korupsi yang direncanakan. ”Kami mengawal penyusunan Perda RZWP3K untuk menekan potensi pelanggaran hingga tindak pidana korupsi,” katanya.