JAKARTA, KOMPAS -- Pelaku film tidak boleh terlena dengan dunia perfilman Indonesia yang sangat bergairah dalam tiga tahun terakhir. Keterbatasan penulis skenario menjadi salah satu kendala yang mesti dibenahi agar industri film nasional terus bertumbuh.
Produser film Mira Lesmana, Jumat (8/3/2019) di Jakarta, mengatakan, pertumbuhan penonton pada industri film nasional sangat signifikan. Kondisi ini dimulai sejak 2016 melalui beberapa film laris, antara lain "Ada Apa dengan Cinta 2", "My Stupid Boss", dan "Warkop DKI Reborn: Jangkrik Boss!"
"Film\'Warkop DKI\' bahkan bisa sampai 7 juta penonton. Ini membuat banyak orang yang bergairah. Investor bahkan datang berbondong-bondong untuk membiayai film Indonesia," kata Mira di sela-sela pembukaan Festival Sinema Australia Indonesia (FSAI).
Namun, pada saat yang sama, ada satu hal yang masih menjadi kendala bagi industri film Indonesia, yakni dalam hal penulisan skenario. Mira menilai, Indonesia belum memiliki banyak penulis skenario yang baik. Selain kegiatan pascaproduksi atau pun teknologi, penulisan skenario salah satu faktor penting agar industri film Indonesia bisa bersaing.
"Kalau dulu, bikin film susah sekali mencari dana. Sekarang, mungkin dananya lebih mudah, tetapi mencari orang-orang yang kompeten untuk melakukannya menjadi semakin sulit. Terutama penulis skenario yang baik," ujarnya.
Oleh sebab itu, kerja sama internasional, misalnya dengan Australia, menjadi sangat penting untuk menumbuhkan para penulis skenario di Indonesia. Mira yakin, para penulis skenario Indonesia berbakat dan hanya butuh tempat untuk belajar.
Menurut Mira, dengan terus belajar, kualitas dunia perfilman Indonesia akan terus meningkat. Jumlah penonton yang terus bertumbuh, jika tidak diiringi dengan peningkatan kualitas, akan menurunkan kembali gairah perfilman Indonesia, terutama para penonton. "Penonton kita semakin cerdas," ujarnya.
Jumlah penonton di Indonesia meningkat signifikan (Kompas, 19/9/2018). Pada 2014 dan 2015 jumlah tiket bioskop yang terjual hanya 76 juta dan 80 juta tiket. Sementara itu, pada 2018, jumlahnya melonjak menjadi 105 juta tiket sampai Agustus 2019. Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) mengestimasikan, jumlahnya mencapai 157 juta tiket hingga akhir tahun 2018.
Sejalan dengan itu, jumlah layar bioskop juga terus meningkat dari 1.100 layar pada 2015 menjadi 1.681 layar pada 2018. Kepala Bekraf Triawan Munaf pernah menyebut 40 persen film yang diputar di bioskop adalah film nasional. Dia optimistis jumlahnya meningkat menjadi 50 persen pada akhir 2018.
Festival film
Kedutaan Besar Australia untuk Indonesia Gary Quinlan pada kesempatan yang sama mengatakan, selain dukungan modal dari pemerintah, keberadaan festival film juga bisa meningkatkan kualitas perfilman. Festival film internasional membuka kesempatan bagi pelaku film untuk berkembang.
Gary melanjutkan, FSAI yang memasuki tahun keempat tidak hanya menjadi wadah untuk saling bertukar pengalaman dan keterampilan, tetapi juga membuka peluang untuk membuat film bersama (ko-produksi). "Ko-produksi bisa menguatkan kita untuk bersaing di tingkat internasional," ujarnya.
Festival Sinema Australia Indonesia tahun ini dilangsungkan di lima kota di Indonesia. Selain Jakarta, Surabaya, dan Makassar, ada dua kota baru yang masuk daftar kali ini, yaitu Bandung dan Mataram. Gary berharap, festival ini semakin banyak menjangkau penonton Indonesia.
Dalam festival, berbagai genre film ditampilkan secara gratis. Film "Ladies in Black" asal Australia menjadi pembuka festival. Beberapa film Australia lain yang akan ditampilkan, yaitu "GURRUMUL", "Storm Boy", "Occupation", dan "The Song Keepers".
Sementara itu, film Indonesia yang akan tampil, antara lain karya alumni Australia asal Indonesia, termasuk film klasik modern "Ada Apa dengan Cinta?" Ada Apa dengan Cinta 2" dari produser Mira Lesmana, yang juga merupakan Sahabat FSAI tahun ini. Penonton juga berkesempatan menonton film pemenang penghargaan karya Kamila Andini, "The Seen an Unseen".
Di Jakarta, FSAI berlangsung 14-17 Maret 2019. Sementara itu, di Mataram 15-17 Maret 2019 dan Makassar 22-24 Maret 2019. Adapun di Bandung 23-24 Maret 2019 dan Surabaya 29-31 Maret 2019. (YOLA SASTRA)