Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Perbaiki Kinerja
Oleh
Andy Riza Hidayat
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Direktorat Jenderal Pemasyarakatan berupaya mencegah peredaran narkoba di lingkungan pemasyarakatan. Penerapan sanksi dan evaluasi, sejauh ini, dinilai efektif untuk memperbaiki kinerja petugas pemasyarakatan yang terindikasi memuluskan peredaran narkoba.
Kepala Bagian Humas Direktorat Jenderal (Ditjen) Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Ade Kusmanto berterima kasih atas kritik yang disampaikan Deputi Bidang Pemberantasan Badan Narkotika Nasional (BNN) RI Irjen Pol Arman Depari.
Arman menyampaikan kekecewaannya pada Ditjen Pemasyarakatan yang dinilai belum melakukan aksi signifikan dalam mencegah aktivitas pengendalian narkoba dari dalam pemasyarakatan. Pernyataan itu disampaikan dalam konferensi pers penemuan puluhan ribu butir ekstasi dari Jerman di Jakarta, Senin (4/3/2019). BNN menyebut, peredaran barang ilegal itu dikendalikan seorang narapidana di satu lembaga pemasyarakatan di Jakarta.
"Kami berterima kasih atas kritik yang membangun. Kami terus berbenah agar tata kelola lapas dan rumah tahanan di Indonesia sesuai dengan yang diharapkan masyarakat," ujarnya saat ditemui di Kantor Ditjen Pemasyarakatan di Jakarta, Jumat (8/3/2019).
Menurutnya, pembenahan semakin tegas dilakukan sejak adanya Permenkumham Nomor 35 Tahun 2018 tentang Revitalisasi Penyelenggaran Pemasyarakatan. Peraturan itu antara lain mengatur tujuan revitalisasi dalam penyelenggaraan pengamanan pada rutan dan lapas. Hal itu termaktub dalam Pasal 2 huruf d.
Adapun upaya spesifik yang diterapkan pada petugas untuk mencegah peredaran narkoba adalah dengan melakukan evaluasi kepada kepala rutan atau lapas, memutasi hingga memecat petugas, sampai memidanakan petugas yang terbukti terlibat tindak pidana narkoba.
"Pencopotan jabatan bisa menimbulkan efek jera, loh. Tapi, ini kembali lagi pada integritas petugas kami. Kami Ditjen Pemasyarakatan selalu mengawasi jajaran kami di wilayah dan unit pelaksana teknis agar terus berbenah," lanjut dia.
Banyak faktor
Kepala Pusat Riset Ilmu Kepolisian dan Kajian Terorisme Universitas Indonesia, Benny Mamoto, mengidentifikasi banyak faktor. Pertama, mengenai kewenangan anggaran dan sumber daya manusia yang membatasi optimalisasi kerja petugas.
Kedua, jumlah petugas pemasyarakatan yang timpang dibanding jumlah narapidana. Ketiga, daya tampung rutan atau lapas yang tidak memadai. Keempat, peralatan pengamanan yang belum memadai di seluruh rutan atau lapas.
"Kemudian, ada faktor kurangnya integritas petugas, ini yang paling dominan. Pewarisan nilai-nilai yang tidak baik terjadi sejak lama. Apa yang terjadi hari ini, sudah terjadi puluhan tahun yang lalu," ujarnya.
Menurutnya, evaluasi untuk memperbaiki integritas petugas adalah langkah yang perlu jadi perhatian. Adanya hubungan patron-klien antara petugas pemasyarakatan dengan tahanan atau narapidana menjadi faktor sulitnya menghentikan peredaran narkoba.
"Adanya dua kepentingan yang bertemu antara narapidana dan sipir. Narapidana ingin fasilitas dan sipir ingin tambahan materi. Hubungan yang akrab setiap hari akan rawan kolusi dan korupsi," pungkasnya.