JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah diharapkan memprioritaskan penyelesaian peraturan daerah tentang rencana zonasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil. Perda itu diperlukan untuk mendorong kepastian investasi dan kegiatan pembangunan pemerintah.
Lima tahun sejak berlakunya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil, penerbitan Perda tentang Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (RZWP3K) berlangsung lamban.
Berdasarkan data Kementerian Kelautan dan Perikanan yang dikutip Kompas, Kamis (7/3/2019), baru 17 provinsi dari 34 provinsi yang sudah menyelesaikan Perda RZWP3K. Adapun dua rancangan perda masih dalam pembahasan, tiga rancangan perda masih dalam tahap evaluasi Kementerian Dalam Negeri, sedangkan 11 rancangan perda masih dalam proses perbaikan dokumen.
Koordinator Nasional Destructive Fishing Watch Indonesia Mohammad Abdi Suhufan mengatakan, seharusnya semua perda tersebut sudah selesai disusun pada 2019 atau lima tahun sejak UU No 1/2014 diundangkan. Dengan demikian, ada kepastian alokasi pemanfaatan ruang pesisir dan laut di daerah. Di sisi lain, daerah yang sudah menerbitkan perda tersebut diharapkan mampu melaksanakan perda tersebut agar tidak sekadar menjadi dokumen formal.
Adapun provinsi yang sudah menerbitkan Perda RZWP3K antara lain Sulawesi Utara, Sulawesi Barat, Sulawesi Tengah, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Jawa Timur, Lampung, Sumatera Barat, Maluku, Maluku Utara, dan Kalimantan Utara. Selain itu, DI Yogyakarta, Kalimantan Selatan, Gorontalo, Jawa Tengah, Kalimantan Barat, dan Kalimantan Tengah juga sudah menerbitkan perda tersebut.
Direktur Jenderal Pengelolaan Ruang Laut Kementerian Kelautan dan Perikanan Brahmantya Satyamurti Poerwadi menyebutkan, saat ini telah terbit 58 izin lokasi perairan dan izin pengelolaan perairan serta 80 rekomendasi izin yang dikeluarkan oleh provinsi sebagai implementasi dari Perda RZWP3K.
”Perda RZWP3K wajib menjadi acuan pemanfaatan ruang sehingga setiap daerah wajib menyelesaikan dan mengimplementasikan Perda RZWP3K,” ujar Brahmantya.
Penyelesaian penyusunan Perda RZWP3K dikawal oleh Komisi Pemberantasan Korupsi untuk mengawasi dan meminimalkan pelanggaran dalam proses penyusunan kebijakan yang melibatkan pemerintah pusat dan daerah.
Dikawal
Kepala Satgas III Unit Koordinasi dan Supervisi Pencegahan Komisi Pemberantasan Korupsi Dian Patria menuturkan, KPK sudah mulai mengawal kajian KKP terkait pengelolaan laut sumber daya alam dan kelautan sejak 2015. Dalam pengelolaan tersebut banyak berkelindan konflik dan ada potensi atau tindak pidana korupsi karena kesengajaan, ketidaktahuan, pengawasan yang tidak baik, ataupun data tidak lengkap.
Dengan luas laut Indonesia yang sekitar 70 persen dari total wilayah RI, tarik-menarik kepentingan akan besar jika perda tersebut tidak disusun baik serta berpotensi memberi celah pada korupsi yang direncanakan.
”Kami mengawal penyusunan Perda RZWP3K untuk menekan potensi pelanggaran hingga tindak pidana korupsi,” katanya.
Kondisi itu terlihat, antara lain, di sektor pertambangan. Pertambangan marak di pulau-pulau kecil berukuran di bawah 2.000 kilometer persegi, padahal pertambangan di pulau kecil telah dilarang. Dari data KKP, pulau yang luasnya di bawah 10 hektar sebanyak 11.816 pulau atau 73,59 persen dari total 17.508 pulau.