AirAsia Tunggu Penjelasan Traveloka
JAKARTA, KOMPAS — Maskapai penerbangan AirAsia masih menunggu penjelasan mengenai alasan hilangnya opsi pembelian tiket AirAsia dari laman agen perjalanan dalam jaringan Traveloka. Sejauh ini tidak ada pengaruh berarti terhadap penjualan tiket AirAsia akibat pembekuan kerja sama.
”Kami masih menunggu penjelasan Traveloka tentang hilangnya AirAsia (dari laman penjualannya) sejak pertengahan Februari lalu. Saat ini, keputusan kami masih sama, yaitu secara grup mencabut penjualan di Traveloka,” kata Direktur Utama AirAsia Indonesia Dendy Kurniawan ketika dihubungi dari Jakarta, Rabu (6/3/2019).
Penarikan penjualan tiket secara permanen dari Traveloka, salah satu dari 10 usaha rintisan unicorn di Asia Tenggara, dinilai tak merugikan AirAsia. Selama 2018, sekitar 20 persen tiket AirAsia terjual lewat agen perjalanan daring (online travel agent/OTA). Sekitar setengah dari persentase tersebut dibeli oleh para pelanggan Traveloka.
Menurut Dendy, tingkat penjualan masih cukup tinggi karena mayoritas pelanggan AirAsia lebih suka membeli tiket lewat situs resmi Airasia.com dan aplikasi ponsel AirAsia. ”Selama kami bisa menawarkan harga paling kompetitif, kami akan dicari. Pelanggan masih dapat jatah bagasi 15 kilogram untuk penerbangan domestik, bahkan juga ada promosi diskon hotel,” kata Dendy.
Menurut catatan AirAsia, tiketnya hilang dari laman penjualan Traveloka pertama kali pada 14-17 Februari 2019. Itu bertepatan dengan peningkatan taraf sistem (upgrade) pemesanan pada 16 Februari selama 13 jam.
Upgrade ini menjadi alasan Traveloka ketika pihak AirAsia meminta penjelasan. Namun, opsi AirAsia kembali hilang pada 2 Maret 2019. Hal ini juga disadari para pelanggan. Mereka menanyakan hal itu langsung ke akun Twitter @traveloka.
Pada Senin (4/3/2019), pengelola akun @traveloka menyatakan kepada seorang penanya, tiket AirAsia tidak dapat ditemukan karena ada pemeliharaan sistem. Pada hari yang sama, pelanggan lain disarankan untuk menunggu atau membeli tiket maskapai penerbangan lain.
Dendy mengatakan, saat ini regulasi dan pengawasan industri penerbangan sudah berlangsung dengan baik. Namun, ia mengingatkan agen-agen perjalanan daring untuk turut menjaga persaingan tetap sehat. ”Kompetisi seharusnya bebas dan adil sehingga konsumen dapat diuntungkan dengan adanya penawaran yang lebih baik,” katanya.
Per 30 September 2018, PT AirAsia Indonesia membukukan pendapatan Rp 2,903 triliun, turun dari Rp 2,944 triliun pada 2017 pada periode yang sama. Total kerugian meningkat menjadi Rp 635,3 miliar pada 30 September 2018 dari Rp 416 miliar pada 30 September 2017 (Kompas.id, 22 Februari 2019).
Menolak berkomentar
Public Relations Manager Traveloka Busyra Oryza menolak memberikan tanggapan lebih jauh mengenai perkembangan relasi dengan AirAsia. Ia kembali menekankan, kedua pihak tengah menempuh dialog untuk menemukan solusi terbaik.
”Traveloka terus bertekad untuk mengutamakan kenyamanan pengguna dengan memberikan alternatif pilihan maskapai yang lengkap dan beragam. Hanya itu yang bisa kami sampaikan saat ini,” kata Busyra.
Sebelumnya, Public Relations Director Traveloka Sufintri Rahayu menyatakan telah berupaya menjalin dialog dengan AirAsia sejak akhir pekan lalu (Kompas, 5 Maret 2019).
Sementara itu, Senior Public Relations Tiket.com Yosi Marhayati mengatakan, opsi penjualan tiket AirAsia juga sempat hilang dari laman perusahaannya. Namun, ia belum bisa memberikan penjelasan.
”Saya juga belum di-update apakah itu karena sistemnya atau alasan lain. Tetapi, saya memang diarahkan untuk tidak memberi komentar, apalagi isunya sensitif karena terkait dengan mitra maskapai,” kata Yosi.
Menurut dia, dari 12 maskapai berbiaya rendah (low-cost carrier/LCC) yang tiketnya tersedia di Tiket.com, penjualan didominasi secara berurutan oleh Lion Air, Citilink, AirAsia, Wings Air, dan Thai Lion Air. Besaran penjualannya pun berubah dari waktu ke waktu.
Tiket.com tidak memiliki kewenangan untuk mengatur harga tiket pesawat. Sistem maskapai dengan Tiket.com terintegrasi sehingga harga tiket yang muncul di laman penjualan sesuai dengan yang ditetapkan maskapai.
”Kalau terkait komisi, tiap maskapai beda-beda. Itu kami atur sendiri melalui perjanjian kerja sama,” lanjut Yosi.
Makin kompetitif
Bisnis penerbangan nasional lima tahun terakhir semakin kompetitif. Sektor yang awalnya diperebutkan oleh banyak perusahaan penerbangan lambat laun mengerucut pada beberapa grup perusahaan. Setidaknya terdapat tiga pemain besar, yaitu Grup Garuda, Grup Lion, dan Grup Sriwijaya.
Data CAPA Centre for Aviation 2013-2017, Grup Lion menguasai pasar penerbangan terbesar dengan 48 persen, disusul Garuda Grup dengan 33 persen, kemudian Sriwijaya Grup dengan 11 persen. AirAsia turut bersaing memperebutkan pasar penerbangan dengan pangsa pasar yang stabil, rata-rata 3 persen tiap tahun.
Menghadapi persaingan yang ketat, grup maskapai besar terus melakukan ekspansi dengan membuat maskapai baru, seperti Batik di bawah Lion Group dan Nam Air di bawah Sriwijaya. Perusahaan kompetitor yang sudah tidak mampu bersaing, seperti Batavia Air, pun akhirnya diakuisisi oleh Grup Sriwijaya pada 2010.
Selain efisiensi dan keamanan, faktor lain yang turut mendorong naiknya minat masyarakat dunia menggunakan sarana pesawat terbang adalah penerbangan berbiaya rendah (LCC). Saat ini terdapat 265 maskapai berbiaya rendah secara global.
Pada 2005, sebanyak 984 juta orang atau 28 persen penumpang pesawat dunia menggunakan tarif LCC. Angka ini akan terus meningkat pada kisaran minimal 10 persen setiap tahun. Tak heran, banyak perusahaan berlomba-lomba dalam menyediakan sarana LCC tersebut.
Berdasarkan data Kementerian Perhubungan, jumlah penumpang pesawat untuk penerbangan domestik pada 2018 sebanyak 102,05 juta orang atau tumbuh 5,83 persen secara tahunan. Pertumbuhan pada 2018 lebih lambat daripada 2017 yang sebesar 8,92 persen dan 2016 yang mencapai 16,99 persen.
Adanya moda transportasi lain memberikan alternatif bagi masyarakat untuk menggunakan moda selain pesawat. Inilah penyebab turunnya tingkat pertumbuhan jumlah penumpang pesawat. (KRISTIAN OKA PRASETYADI/RANGGA EKA SAKTI)