Waktu Terbaik Pasukan Amsterdam
Skuad Ajax Amsterdam lolos ke perempat final untuk pertama kali sejak 2002/2003 setelah menyingkirkan "Raja Eropa", Real Madrid, dari babak 16 besar Liga Champions. Dengan skuad dan pelatih berbakat, musim ini merupakan waktu yang sempurna bagi pasukan Amsterdam untuk berjaya di Eropa setelah terakhir kali pada 24 tahun silam.
Ajax tanpa diduga menumbangkan Madrid, 4-1, di kandangnya, Stadion Santiago Bernabeu, pada leg kedua babak 16 besar Liga Champions, Rabu (6/3/2019) dini hari WIB. Kemenangan itu mengantarkan tim ibu kota Belanda itu lolos ke perempat final dengan agregat 5-3.
Hasil manis didapatkan tim asuhan Erik Ten Hag berkat keberanian menyerang sejak menit pertama. Dengan formasi 4-3-3, Dusan Tadic menjadi penyerang palsu atau false nine, Ajax langsung unggul cepat 2-0 pada menit ke-18 lewat Hakim Ziyech dan David Neres. Tadic adalah kreator dua gol tersebut.
Pemain terbaik dalam laga ini, Tadic, kembali beraksi pada babak kedua. Kali ini Tadic yang menambah gol lewat tendangan indah ke sudut kiri gawang Madrid pada menit ke-62. Gol itu seperti menutup peluang tim tuan rumah.
Madrid sempat membuka harapan lewal gol balasan Marco Asensio serta percobaan Raphaël Varane and Gareth Bale yang membentur tiang gawang. Namun, gol terakhir dari gelandang Ajax Lasse Schone menutup hujan gol dengan keunggulan tiga gol tim tandang.
Hasil ini mengantarkan Ajax lolos ke perempat final untuk pertama kali setelah terakhir pada musim 2002/2003. Hal paling fantastis, mereka menumbangkan tim tersukses di Liga Champions, 13 gelar, yang juga juara bertahan di tiga edisi terakhir.
Kloningan juara
Kemenangan ini merupakan pertanda bagi Ajax bahwa mereka mampu dan layak menjuarai Liga Champions musim ini. Dengan perpaduan skuad muda dan senior, rerata usia skuad 24,1 tahun, mereka berpotensi mengulangi kejayaan skuad Ajax pada 1994/1995 saat berjaya di Eropa.
Komposisi skuad Ajax pada 2018/2019 dan 1994/1995 nyaris sama. Dua puluh empat tahun yang lalu, pondasi skuad mereka mayoritas dihuni pemain muda berbakat. Kala itu, Edwin Van Der Sar, Patrick Kluivert, Clarence Seedorf, Edgard Davids, dan Marc Overmars, serta de Boer bersaudara, Frank dan Ronald, masih berusia di bawah 25 tahun. Mereka ditopang dua pemain senior, penyerang Frank Rijkaard, dan bek tengah, Danny Blind, yang berusia lebih dari 30 tahun.
Musim ini, Ajax begitu moncer karena berhasil memadukan pemain muda dan senior. Skuad utama bermayoritaskan pemain muda, antara lain sang kapten, Matthijs de Ligt (19), kiper Andre Onana (22), bek sayap Noussair Mazraoui (21), gelandang tengah, Frenkie de Jong (21) dan Donny van de Beek (21), serta pemain depan David Neres (21), Hakim Ziyech (25), dan Kasper Dolberg (21).
Pemain muda itu dibantu oleh dua pemain senior, bek tengah Daley Blind (28) dan Tadic (30). Kedua pemain ini didatangkan Ajax pada awal musim. Blind dari Manchester United dan Tadic dari Southampton.
Mike Verweij, pengamat sepak bola dari koran Belanda, De Telegraaf, meyakini kombinasi pemain muda dan senior itulah yang membuat Ajax sukses musim ini. "Keberanian mendatangkan Tadic dan Blind yang berpengalaman merupakan alasan utama mereka bisa mengalahkan Madrid," kata Verweij.
Karena, menurut Verweij, pemain muda di Belanda selalu bermasalah pada konsistensi. "Pemain muda di sini bisa bermain bagus dan menang dalam tiga pertandingan. Namun, mereka akan kalah pada pertandingan keempat. Tetapi dengan Tadic dan Blind, pemain muda sadar tentang profesionalisme untuk selalu menang dalam sepak bola," lanjutnya kepada Bleacher Report.
Dari sisi pelatih, Ajax saat ini berada di tangan yang tepat. Erik ten Hag merupakan pelatih yang menerapkan filosofi total football, dengan bermain menyerang dan menekan, ala legenda Ajax, Johan Cruyff. Meskipun tidak pernah berguru langsung dari sang legenda, Erik ten Hag mendapatkan ilmu itu dari murid Cryuff, Josep Guardiola.
Erik berguru dari Guardiola saat dia masih menjadi manajer tim Bayern Munchen II (2013-2015). Pada saat bersamaan, Guardiola merupakan manajer utama skuad utama raksasa Jerman tersebut.
Terbukti, pada musim ini, juga saat melawan Madrid, Ajax tidak takut menyerang baik bermain di kandang ataupun tandang.
Harus sekarang
Tim asal ibu kota Belanda itu wajib juara musim ini. Mengapa musim ini? Bukan musim depan atau setelahnya. Mengingat, skuad muda itu akan lebih matang di musim depan. Apalagi, mayoritas skuad belum mencapai umur emasnya.
Alasan pertama, pemain senior, Tadic, tampil luar biasa musim ini. Dia mencatatkan 22 gol dan 13 asis di seluruh kompetisi. Namun, pada tahun ini, usianya sudah mencapai 31 tahun. Musim depan, dengan usia 32 tahun, belum tentu pemain asal Serbia itu masih berada di puncak performanya.
Sementara itu, musim ini adalah sebuah anomali yang jarang terjadi. Sebab, pemain muda berbakat Ajax mencapai performa puncak pada waktu bersamaan. Mereka sudah memperlihatkan konsistensi penampilan sebelum dijual ke klub lain.
Hal itu anomali karena kebijakan transfer Ajax yang suka menjual pemain bintang muda dengan harga tinggi. Biasanya, pemain-pemain dengan potensi besar sudah berada di klub lain sebelum bersinar bersama Ajax.
Dengan kebijakan yang masih sama, Ajax berpotensi besar kehilangan pemain muda berbakat pada musim berikutnya. Jika itu terjadi, Ajax akan kembali memulai pembinaan pemain muda dari nol lagi sehingga sulit bersaing di level tertinggi bersama klub Eropa.
Salah satunya terjadi pada de Jong. Gelandang tengah berbakat itu telah resmi pindah ke FC Barcelona pada awal musim depan. De Jong merupakan jenderal lapangan tengah yang mengatur ritme serangan Ajax saat berhadapan dengan Madrid yang diperkuat gelandang terbaik dunia, Toni Kroos dan Luka Modric.
Selain de Jong, Ajax juga berpotensi kehilangan sang kapten. De Ligt menjadi buruan utama klub-klub Eropa. Barcelona mulai mendekatinya walaupun belum ada tanda-tanda ketertarikan dari pemain yang masih remaja tersebut.
Peluang kehilangan pemain bisa lebih banyak mengingat penampilan luar biasa Ajax musim ini.
Untuk itu, kesempatan terbaik membuka puasa gelar selama 24 tahun adalah musim ini. Apalagi, momentum berada di tangan mereka setelah mengalahkan "Raja Eropa", Madrid, dengan membalikkan keadaan di Santiago Bernabeu.
"Ini adalah kemenangan bersejarah yang sangat penting. Kemenangan ini hampir tak pernah terpikirkan. Kami sudah memasang standar tinggi dengan hasil ini. Ke depannya kami harus terus melaju dan meningkatkan target," kata Erik ten Hag.
Manajer Ajax pada 1994/1995, Louis Van Gaal, meyakini musim ini adalah saat tepat kembali berjaya di Liga Champions.
"Saya masih percaya mereka bisa menjuarainya musim ini. Musim ini, mereka bermain dengan kualitas tim tinggi untuk mengembalikan kejayaan sepak bola Belanda. Terbukti mereka mengeliminasi Madrid," ucapnya.