Ulumuddin (37) tidak pernah kepikiran untuk membangun rumah baru. Penghasilan sebagai buruh tani hanya Rp 50.000 per hari. Jangankan membangun rumah, untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari saja ia harus berhutang di warung sebelah.
Selama sekitar 15 tahun, Ulumuddin tinggal di ruangan 4x7 meter yang dibangun persis di samping rumah orangtuanya, di Kampung Dadap, Desa Gunung Sari, Kecamatan Mauk, Kabupaten Tangerang, Banten. Ruangan yang ia sebut rumah itu dibingkai dinding bilik reyot, memanjang tujuh meter ke belakang.
Ada satu ruang tamu. Satu televisi 14 inci rusak, dan satu kamar. Di sini, ia tinggal bersama istri dan dua anaknya. Jika dilihat selayang pandang, rumah Ulumuddin lebih mirip bangunan tambahan ketimbang rumah mandiri. “Kalau hujan lebat, saya tidak tidur, memantau genteng-genteng yang bocor,” katanya, Rabu (6/3/2019).
Kabar baik itu datang dua bulan lalu. Staf desa mengabarkan kepada Ulumuddin bahwa rumahnya masuk “Kampung Zurich Bersahaja”, mengganti rumah tak layak huni yang dibiayai perusahaan asuransi Zurich Insurance Indonesia. Ada 35 rumah yang akan dibangun baru dengan ukuran 25 meter persegi. Rumah itu direncanakan memiliki dua kamar, satu kamar mandi, dan berlantai keramik.
Betapa girang Ulumuddin. Anak sulungnya yang berumur tujuh tahun bisa punya kamar sendiri. Selama ini, si sulung tidur dengan emaknya. Ulumuddin tidur di lantai, di kamar yang sama.
Pria berkulit gelap ini sebelumnya pasrah akan menua di balik ruangan yang berbatasan dengan kandang itik itu. Keluarga ini tak punya tabungan. Setiap hari ia turun ke sawah pukul 07.00 dan kembali pukul 14.00. Setelah itu, ia menganggur.
Dari pekerjaannya itu, ia mendapat Rp 50.000. Sebelum malam lingsir, uang itu keburu tandas untuk membeli kebutuhan dapur dan kebutuhan pribadi Ulumuddin. “Sekarang saya ngutang di warung Rp 200.000. Kalau lagi kepepet, terpaksa ngomong ke orangtua,” katanya.
Rabu siang ini, diadakan acara peletakan batu pertama. Ulumuddin sengaja memilih libur meskipun bukan rumahnya yang dibangun pertama kali. Ia ingin menunjukkan batang hidungnya kepada donatur yang telah membantu.
“Alhamdulillah. Terima kasih sudah membantu saya,” kata Ulumuddin, saat menemani Kompas melihat dapurnya yang roboh diterjang angin.
Di tanah milik Ratna Sumirah (21) atau Encum, peletakan batu pertama dilangsungkan. Menurut teknisi Habitat for Humanity Indonesia, lembaga swadaya masyarakat yang bekerja sama dengan Zurich Insurance Indonesia, satu rumah membutuhkan waktu 21 hari kerja.
Dalam pada itu, Encum bersama ibu, suami, dan satu anaknya, mengungsi ke rumah tetangga. Bagi Encum, rumah baru ini seperti melanjutkan impiannya yang kandas dua tahun lalu.
Pada tahun 2017, Encum menikah dengan Azmawi. Saat itu, ia bertekad memperbaiki rumahnya yang juga terbuat dari bilik itu. Rumah itu hanya satu kamar. Ibunya harus tidur di ruang tamu sekaligus dapur.
Azmawi bekerja sebagai buruh serabutan. Saat musim kampanye seperti sekarang, Azmawi bekerja di tempat penyablonan. Saat bisnis di tempat sablon sedang sepi, Azmawi beralih profesi sebagai buruh tani.
Dua tahun berumah tangga, Encum berhasil mengumpulkan uang Rp 2 juta. Rencananya, uang itu digunakan untuk mengangsur membeli material.
Apa mau dikata, awal tahun ia divonis dokter mengidap penyakit paru-paru. Senada dengan pepatah Melayu, mujur tak bisa diraih, malang tak dapat ditunda. Tabungan itu terkikis untuk biaya bolak-balik ke rumah sakit.
Kini, ia menanti rumah barunya itu selesai dikerjakan. Encem bukan tipikal manusia yang pintar berkata-kata. Dalam kata sambutan, Kepala Desa Gunung Sari Paruji Mubarak mendikte hal-hal yang harus Encum ucapkan. Intinya, ia berterima kasih atas bantuan yang diberikan kepadanya. Semoga warga lain yang bernasib sama dengannya mendapat bantuan serupa itu pula.
Kampung Dadap dihuni sekitar 900 keluarga dengan pekerjaan utama buruh tani. Dari 225 unitrumah warga, sekitar 40 persen di antaranya termasuk tidak layak. Rumah-rumah itu terbuat dari bilik dan beratap genteng. Hampir setiap rumah memelihara ayam dan itik.
Memandang ke selatan, terhampar sawah-sawah yang padinya mulai menguning. Kurang dari sebulan, sawah itu akan panen. Bagi Ulumuddin dan keluarga Encum, masa panen itu dirayakan dengan hadirnya rumah baru.