KUPANG, KOMPAS- Pemerintah sejak 2016-2019 telah menutup 156 lokalisasi di berbagai daerah. Penutupan ini untuk membuat kaum pekerja seks komersial beralih profesi dan terhindar dari berbagai penyakit menular seksual. Pemerintah memberikan modal usaha dan pelatihan kepada eks PSK agar memiliki penghasilan rutin setiap bulan.
Sesuai data resmi pemerintah, terdapat 168 lokalisasi di berbagai daerah. “Sebanyak 156 sudah ditutup termasuk Karang Dempel, Kota Kupang. Saat ini tersisa 12 lokalisasi. Pemerintah bertekad tahun 2019, 12 lokalisasi yang sisa akan ditutup,\'" kata Direktur Rehabilitasi Sosial Tuna Sosial dan Korban Perdagangan Orang Kementerian Sosial RI, Sonny W Manalu, Selasa (5/3/2019) di Kupang.
Menurut Sonny, penutupan lokalisasi merupakan bagian dari program pemerintah. Penutupan ini memiliki lebih banyak dampak positif bagi kehidupan sosial, ekonomi, dan kesehatan masyarakat.
"Pemerintah prihatin, ribuan pekerja seks komersial bertahun-tahun menggantungkan hidup dari kegiatan ini, hanya dengan alasan menafkahi keluarga atau mencari uang", lanjut dia. Pemerintah tidak hanya menutup lokalisasi. Pemerintah juga mencari solusi terbaik bagi PSK agar mereka tetap memiliki pekerjaan. Artinya, pemerintah ingin agar para PSK itu beralih profesi.
Pemerintah ingin agar para PSK itu beralih profesi. (Sonny W Manalu)
Sonny hadir di Kupang menghadiri rapat komunikasi informasi dan edukasi dengan perawakilan pekerja seks komersial Karang Dempel dan Pemko Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT).
Sonny mengatakan saat ini penyebaran penyakit menular seksual sangat marak di masyarakat. Pemerintah sebagai pemegang kebijakan terkait penyakit-penyakit itu, memiliki berbagai solusi mengatasi, antara lain dengan menutup lokalisasi.
Pihaknya mengapresiasi kebijakan Pemko Kupang yang melakukan penutupan Karang Dempel di Kota Kupang sejak 1 Januari 2019. Penutupan itu, berarti pemerintah juga memiliki jalan keluarga bagaimana mengatasi persoalan yang timbul di balik penutupan lokalisasi itu.
Penjabat Sekda Kota Kupang Yos Rera Beka mengatakan, Pemko Kupang hanya mengizinkan kawasan bekas lokalisasi, dengan luas sekitar 10 hektar itu, menjadi pusat kuliner dan rekreasi. Pemerintah tidak mengizinkan lagi praktek prostitusi di lokasi tersebut.
Satuan Polisi Pamong Praja Kota Kupang terus melakukan patroli untuk memastikan kawasan itu bebas dari kegiatan tersebut.
Pemko juga memulangkan para PSK ke daerah asal masing-masing. Sementara modal usaha dan pelatihan bagi eks pekerja, ditangani Kementerian Sosial.
Menunggu janji
Ketua Organisasi Perubahan Sosial Indonesia Kota Kupang, NTT, Adelia mengatakan, penghuni lokalisasi itu sekitar 300 orang. Lokalisasi Karang Dempel merupakan lokalisasi terbesar di NTT. Sejauh ini pekerja masih menempati kamar-kamar di lokalisasi, tetapi tidak lagi menerima tamu.
“Kami masih menunggu janji Pemko Kupang memberikan uang tiket, dan modal usaha. Jika janji itu sudah dipenuhi, kami segera meninggalkan daerah ini. Pemko Kupang membelikan tiket langsung kemudian dibagikan kepada teman-teman. Dengan demikian, tidak ada peluang bagi kami untuk menjadi PSK di tempat lain di NTT,” katanya.
Kami masih menunggu janji Pemko Kupang memberikan uang tiket, dan modal usaha. (Adelia)
Anggota DPRD Kota Kupang Epi Seran mengatakan, janji Pemko itu harus ditepati segera. Sejak Januari-Maret mereka masih bertahan di lokasi itu tanpa menerima tamu. Sementara mereka masih diwajibkan membayar sewa kamar bulanan, bayar listrik, air dan makan minum di lokalisasi itu.
“Lebih cepat dibayar lebih baik sehingga persoalan selesai. Mereka juga punya tanggungan membiayai pendidikan anak-anak atau keluarga mereka di luar NTT,” kata Seran.