Sejak Ditutup Paksa Warga, Aktivitas di TPA Burangkeng Masih Sepi
Oleh
Kurnia Yunita Rahayu
·3 menit baca
BEKASI, KOMPAS — Tempat Pembuangan Akhir Sampah Burangkeng, Kecamatan Setu, Kabupaten Bekasi, belum beroperasi hingga Selasa (5/3/2019). Warga menutup paksa tempat pembuangan akhir tersebut sejak kemarin untuk menuntut kompensasi dan perbaikan pengelolaan sampah.
Pada Selasa pagi, spanduk bertuliskan ”Kami warga Burangkeng menolak dan menutup tempat pembuangan sampah..!!!” masih terpasang di jembatan timbang Kantor Unit Pelaksana Teknis Daerah Pemrosesan Akhir Sampah Burangkeng, Kabupaten Bekasi. Spanduk yang sama juga dipasang di pagar kantor.
Suasana kantor sepi. Tidak ada pekerjaan administrasi di sana. Hanya ada tiga petugas pengamanan yang berjaga di depan kantor. ”Kami menjaga saja agar tidak ada barang yang hilang. Semua pekerjaan tidak ada, mungkin para pejabat ada di kantor dinas lingkungan hidup,” kata Umar, salah seorang petugas pengamanan.
Di luar kantor tidak ada pula truk yang membongkar muatan ke gunungan sampah. Pada satu dari total empat gunungan sampah, hanya ada satu alat berat yang beroperasi. Alat tersebut meratakan posisi sampah.
Ahmad Nursidik (21), sopir truk sampah Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Bekasi, mengatakan, pengangkutan sampah berhenti sejak kemarin. Ia yang bertugas mengangkut sampah dari Pasar Lemah Abang, Cikarang Utara, diberi tahu oleh warga setempat untuk tidak membuang sampah.
”Permintaan itu memang datang dari warga, sedangkan dari Pemerintah Kabupaten Bekasi tidak ada pemberitahuan apa pun,” kata Ahmad yang tinggal di Kampung Cinyosog, Desa Burangkeng. Selain dia, puluhan sopir juga berhenti beraktivitas.
Ahmad menambahkan, sudah ada komplain dari pihak pasar. Mereka khawatir sampah tidak diangkut karena alasan yang tidak jelas. Sebab, tidak ada pemberitahuan apa pun dari Pemerintah Kabupaten Bekasi.
Penutupan paksa itu sudah berlangsung sejak Senin (4/3/2019) pagi. Sekretaris Desa Burangkeng Ali Gunawan mengatakan, aksi tersebut merupakan lanjutan dari demonstrasi warga pada Rabu, 13 Februari 2019. Mereka meminta kompensasi dan perbaikan infrastruktur yang terdampak negatif keberadaan TPA.
”Penutupan dan pendudukan ini akan kami lakukan sampai batas waktu yang tidak ditentukan, sampai ada kesepakatan tertulis antara Pemerintah Kabupaten Bekasi dan warga,” kata Ali. Warga akan bergantian untuk memastikan TPA bebas dari aktivitas pemerintah.
Ali menambahkan, warga belum memiliki tuntutan spesifik. Mereka justru menunggu inisiatif dari Pemkab untuk merumuskan bentuk-bentuk kompensasi.
Nocah (46), warga Desa Burangkeng, mengatakan, selama 23 tahun warga tidak pernah mendapatkan kompensasi, baik dalam bentuk materiil maupun perbaikan lingkungan.
TPA Burangkeng seluas 11,6 hektar berdiri di tengah permukiman warga. Sampah memang tidak terpusat di gunungan saja, tetapi juga berceceran di sepanjang jalan. Akibatnya, lalat berkerumun di mana-mana. Bau busuk juga menyebar ke seluruh penjuru TPA. Selain itu, jalan di sekitar TPA retak dan berlubang, tidak ada penerangan jalan, saluran air di sekitar permukiman pun tidak ada.