BOLAANG MONGONDOW, KOMPAS – Polisi akan menertibkan aktivitas pertambangan emas ilegal pascakejadian tambang yang runtuh di Desa Bakan, Kecamatan Lolayan, Kabupaten Bolaang Mongondow, Sulawesi Utara. Hal ini untuk mencegah bencana serupa berulang.
”Kita pasti akan tertibkan (kegiatan pertambangan ilegal), bahkan di lokasi sekitarnya juga,” ujar Kepala Kepolisian Resor Kotamobagu Ajun Komisaris Besar Gani Fernando Siahaan, di lokasi tambang runtuh, di Desa Bakan, Selasa (5/3/2019).
Lubang tambang emas di Desa Bakan runtuh pada Selasa (26/2) pukul 21.10 Wita. Tanah dan bebatuan yang longsor menimbun petambang yang diperkirakan ada 60 hingga 100 orang. Tambang tersebut masuk dalam konsesi kontrak karya perusahaan tambang PT J Resources Bolaang Mongondow (JRBM).
Menurut Gani, polisi tetap akan mengusut adanya pelanggaran hukum terkait keberadaan aktivitas pertambangan liar yang masuk lingkungan konsesi kontrak karya PT JRBM. Namun, penegakan hukum akan dimulai setelah masa evakuasi korban dinyatakan berakhir. ”Sekarang ini evakuasi dulu yang utama, nanti penegakan hukum sambil berjalan,” ucap Gani.
Bupati Bolaang Mongondow Yasti Soepredjo Mokoagow mengakui, lokasi tambang yang runtuh tersebut sudah ada sejak 2012. Kawasan ini dipastikan masuk wilayah kontrak karya PT JRBM. ”Ini lokasi tambang legal di mana masyarakat melakukan penambangan tanpa izin. Mereka petambang ilegal yang datang dari berbagai tempat, di antaranya Minahasa Selatan dan kabupaten sekitar Bolaang Mongondow,” kata Yasti.
Peristiwa tambang runtuh di Desa Bakan, Bolaang Mongondow, bukan yang pertama kali. Pada Juni 2018 juga terdapat aktivitas pertambangan ilegal yang memakan korban jiwa di lubang berbeda. Sebanyak enam petambang tewas akibat tertimbun reruntuhan batu dan tanah (Kompas, 22/6/2018).
Menurut Yasti, Pemkab Bolaang Mongondow sudah berkali-kali memberikan sosialisasi kepada warga mengenai bahayanya aktivitas pertambangan ilegal karena tidak disertai dengan prosedur pertambangan yang baik. Jika warga ingin tetap menambang emas, pemkab mendorong agar ada kelompok masyarakat yang mengajukan lokasi yang dapat digunakan sebagai wilayah pertambangan rakyat (WPR) kepada Pemerintah Provinsi Sulut.
”Sampai hari ini baru satu orang yang mengajukan WPR. Namun, masalahnya, lokasi yang diajukan untuk WPR masuk dalam kontrak karya perusahaan,” ucap Yasti.
Evakuasi
Sejak Senin (4/3) hingga Selasa (5/3) pukul 18.00 Wita, tim pencari gabungan mengevakuasi sebelas kantong mayat berisi jasad korban dari dalam tambang runtuh di Desa Bakan. Evakuasi dibantu alat berat untuk mengeruk reruntuhan batu dan tanah yang menimbun korban.
Korban langsung dievakuasi menuju Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kotamobagu untuk keperluan identifikasi oleh tim identifikasi korban bencana (DVI) Kepolisian Daerah Sulut. Sebelumnya, sudah terdapat 28 korban yang dievakuasi dan 10 di antaranya meninggal.
Direktur Operasi Badan Pencarian dan Pertolongan (SAR) Nasional Brigadir Jenderal TNI (Mar) Budi Purnama mengungkapkan, setelah tim pencari memastikan tidak ada tanda-tanda kehidupan manusia melalui alat pendeteksi detak jantung di dalam lubang, evakuasi dilakukan dengan bantuan alat berat sejak Senin untuk mengangkut reruntuhan dan korban keluar tambang.
Sejak Senin (4/3/2019), evakuasi dilakukan selama 24 jam nonstop dengan membagi personel dari tim pencari. Setiap tim bekerja selama enam jam secara bergantian. ”Sejak Senin kemarin, temuan jasad korban disebut sebagai kantong mayat karena ada yang kondisinya tidak utuh. Bisa saja dalam satu kantong terdiri dari satu orang atau dua orang,” tutur Budi, di lokasi evakuasi.
Ajun Komisaris Besar Gani Fernando Siahaan menambahkan, berdasarkan data tim DVI Polda Sulut, dari sebelas kantong mayat yang ditemukan, tiga jenazah di antaranya berhasil diidentifikasi. Ketiga korban tersebut bernama Juslan Rantelino, Herlan Okung, dan Nofri Sumaila. ”Sejauh ini proses identifikasi masih berdasarkan ciri-ciri warga yang dihimpun. Belum ada yang sampai menggunakan uji DNA,” kata Fernando.