JAKARTA, KOMPAS — Hilirisasi komoditas tambang dinilai memiliki peran penting. Terlebih ketika produk yang dihasilkan menjadi bahan baku yang dapat diproses lebih lanjut. Selain menghasilkan nilai tambah, penghiliran komoditas tambang juga berpotensi memperkuat industri dalam negeri.
Ekonom Universitas Padjadjaran Bandung, Ina Primiana, berpendapat, bahan tambang yang diekspor dalam bentuk mentah tidak memberi nilai tambah. ”Indonesia punya persoalan di sisi hulu sebab terkadang bahan baku (industri) kurang,” kata Ina ketika dihubungi, Senin (4/3/2019).
Hal yang harus diantisipasi adalah bahan tambang dari Indonesia diekspor dan diolah oleh industri luar negeri. Namun, produknya kemudian masuk ke Indonesia sebagai produk impor. ”Jangan sampai kita malah menciptakan pesaing-pesaing bagi industri di dalam negeri. Jadi, kita harus betul-betul berhitung dalam menjalankan hilirisasi, termasuk untuk menjaga sisi hulu,” kata Ina.
Produk yang diekspor Indonesia, lanjut Ina, seharusnya merupakan produk bernilai tambah. ”Tentukan pasar yang akan dituju, lalu buat hilirisasi, dan bikin produk turunan untuk masuk ke pasar tujuan tersebut,” kata Ina.
Kementerian Perindustrian menilai, hilirisasi berperan penting memperkuat struktur industri dan mengoptimalkan perolehan nilai tambah. Upaya ini terkait dengan peningkatan daya saing sektor manufaktur dan penguatan kemandirian industri.
Hilirisasi batubara, misalnya, diyakini memperkuat kemandirian industri. Kemenperin melihat potensi nilai tambah industri hilirisasi batubara yang pada Minggu (3/3/2019) dicanangkan pemerintah di Tanjung Enim, Sumatera Selatan.
Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto menghitung, jika kebutuhan batubara di proyek Tanjung Enim mencapai 9 juta ton per tahun dan harga komoditas 30 dollar AS per ton, usaha tanpa pengolahan itu baru menghasilkan 270 juta dollar AS. Namun, jika ada satu pabrik polipropilen berkapasitas 450.000 ton per tahun yang memanfaatkan produk hasil pengolahan batubara, dihasilkan produk turunan bernilai 4,5 miliar dollar AS.
”Apalagi, akan ada pabrik pupuk dan DME (dimetil eter). Itu minimal 7 miliar dollar AS devisa yang bisa dihemat. Jadi, ada nilai tambah,” kata Airlangga.
Industri hilirisasi batubara yang mampu memproduksi urea, dimetil eter, dan polipropilen tersebut dinilai strategis dalam pemenuhan bahan baku pembuatan pupuk, bahan bakar, dan plastik.